Timur Tengah

Penyebab Perang Suriah: Awal Mula Pertumpahan Darah

Tentara Suriah berjalan melewati foto Presiden Bashar al-Assad dalam sebuah perayaan pemerintah yang menandai ulang tahun pertama dari perampasan kota Aleppo, Suriah utara, di dekat alun-alun Saadallah al-Jabiri pada 21 Desember. (Foto: AFP/Getty Images/George Ourfalian)
Berita Internasional > Penyebab Perang Suriah: Awal Mula Pertumpahan Darah

Kelompok sekuler Suriah, militer Islamis lokal dan para jihadis Sunni asing telah berjuang melawan pasukan yang setia kepada Presiden Bashar al-Assad, bahkan berperang satu sama lain. Konflik yang terjadi telah membesarkan ISIS, afiliasi dari Al-Qaeda, yang memanfaatkan kekacauan untuk menaklukkan wilayah di Suriah dan Irak. Berikut adalah penjabaran tentang awal mula perang Suriah, yang menyebabkan pertumpahan darah.

Baca juga: Kemiripan Mengerikan Antara Pendudukan Israel dan Perang Suriah

Oleh: Glen Carey (The Washington Post)

Suriah adalah tanah ketika Musim Semi Arab bertemu dengan kediktatoran yang bertekad untuk tetap berkuasa. Selama beberapa dekade, para pemimpin Suriah memaksakan stabilitas pada campuran kelompok agama dan etnis di negara tersebut. Kemudian perang saudara meletus pada tahun 2011. Kelompok sekuler Suriah, militer Islamis lokal dan para jihadis Sunni asing telah berjuang melawan pasukan yang setia kepada Presiden Bashar al-Assad, bahkan berperang satu sama lain. Konflik yang terjadi telah membesarkan ISIS, afiliasi dari Al-Qaeda, yang memanfaatkan kekacauan untuk menaklukkan wilayah di Suriah dan Irak.

Pada tahun ke delapan, perang memasuki apa yang tampaknya menjadi fase terakhirnya, dengan Assad dan para pendukungnya, Rusia, Iran dan kelompok militan Hizbullah Lebanon, meraih kemenangan. Hal ini menjadi kemenangan yang mahal, sekitar 511.000 orang, dengan perbandingan sekitar 1 dari 43 warga, telah tewas, serta menyisakan kehancuran di berbagai jalan, pabrik, rumah sakit, sekolah, dan rumah-rumah.

Situasinya Kini

Pasukan Suriah dan Rusia terus membombardir demi mendorong para pemberontak dari beberapa benteng terakhir mereka, karena saling berebut wilayah apapun yang mungkin dikuasai di era pasca-perang. Serangan bom Rusia yang dimulai pada tahun 2015 telah mengubah jalannya perang. Rusia maupun AS ditarik lebih dalam menuju konflik oleh perolehan awal ISIS di Suriah serta serangan terorisnya di seluruh dunia.

Kelompok pemberontak Suriah yang berbeda didukung oleh kekuatan asing termasuk Arab Saudi dan AS, yang pada pertengahan tahun 2017 mengakhiri program rahasia untuk melatih dan mempersenjatai kelompok-kelompok moderat. AS juga mempersenjatai para pejuang Kurdi di Suriah untuk memerangi ISIS, yang sisa pejuangnya didorong ke wilayah-wilayah yang semakin kecil.

Perang Suriah telah menghasilkan migrasi paksa terbesar sejak Perang Dunia II. Perang telah mencabut sekitar separuh populasi yang sebelum perang sebesar 22 juta jiwa, menciptakan lebih dari 5 juta pengungsi. Dari mereka yang tersisa, diperkirakan 60 persen hidup dalam kemiskinan ekstrem, dengan perekonomian yang telah menyusut menjadi seperempat ukurannya sebelum perang.

Latar Belakang

Setelah mandat yang dijalankan Prancis, Suriah merdeka setelah Perang Dunia II. Pada tahun 1966, perwira militer yang termasuk minoritas Alawit (Alawiyah) mengambil alih kekuasaan. Hal itu memastikan dominasi kelompok tersebut, yang merupakan cabang dari aliran Islam Syiah, dalam negara yang 70 persen penduduknya menganut Muslim Sunni. Populasi Suriah meliputi komunitas Kristen, Druze, dan Kurdi yang cukup besar juga.

Presiden Hafez al-Assad, yang secara brutal menindas perbedaan pendapat, digantikan oleh putranya pada tahun 2000. Menggunakan aturan main ayahnya, Bashar al-Assad menghancurkan protes damai pada bulan Maret 2011 dan meluncurkan serangan pesawat, helikopter tempur, artileri, dan tank pemberontak bersenjata ringan.

Baca juga: Pelajaran dari Konflik 1930-an Tentang Perang Suriah & Tatanan Dunia yang Brutal

Perang Suriah pecah secara besar-besaran di sepanjang garis sektarian, dengan Alawi Suriah dan Syiah dari negara-negara lain mendukung Assad, sedangkan kelompok Islam Sunni mendukung oposisi. Setelah serangan gas beracun pada bulan Agustus 2013, Amerika Serikat (AS) dan Rusia bekerja sama untuk mendapatkan dukungan PBB dalam menghancurkan toko-toko senjata kimia ternama Suriah.

Tetapi terdapat bukti bahwa pasukan Assad maupun ISIS telah menggunakan senjata kimia sejak saat itu. Rusia telah lama mempertahankan pangkalan militer satu-satunya di luar bekas Uni Soviet di pelabuhan Tartus di Suriah Mediterania dan pada tahun 2017 membuat kesepakatan untuk mempertahankan akses ke pangkalan udara dekat Latakia.

Argumen yang Mendasari

Rusia telah mengambil langkah dalam mencoba untuk menghidupkan kembali pembicaraan perdamaian yang lama macet demi mencapai penyelesaian politik. Masa depan Assad sendiri merupakan titik yang mencuat dalam pembicaraan damai sebelumnya, dengan kelompok pemberontak berkeras akan adanya pemerintah transisi yang tidak memberi porsi kekuasaan bagi Assad. AS telah mendesak bahwa Assad harus merelakannya. Hingga kini belumlah pasti seperti apakah ketegangan akan meningkat pasca Perang Suriah antara kekuatan luar, termasuk Rusia, AS, Iran, Turki, dan Israel.

Rusia dan Iran telah muncul sebagai kekuatan asing paling berpengaruh di Suriah, dan mereka telah melakukan investasi yang signifikan di Assad. Rusia mengatakan selama ini bahwa tujuannya di Suriah adalah menjaga negara itu tetap sekuler, independent, dan utuh.

Peran yang terus berlanjut untuk Assad, yang melabeli pemberontak sebagai “teroris,” akan meninggalkan Suriah dipimpin oleh seorang pria yang secara luas dianggap bertanggung jawab atas kejahatan perang, termasuk menyerang warga sipil dan menggunakan senjata kimia. Hal itu akan menyulitkan pemerintah untuk mendapatkan kembali legitimasi di seluruh Suriah dan menarik bantuan asing yang diperlukan untuk pembangunan kembali negaranya.

Penerjemah: Retno Wulandari

Editor: Fadhila Eka Ratnasari

Keterangan foto utama: Tentara Suriah berjalan melewati foto Presiden Bashar al-Assad dalam sebuah perayaan pemerintah yang menandai ulang tahun pertama dari perampasan kota Aleppo, Suriah utara, di dekat alun-alun Saadallah al-Jabiri pada 21 Desember. (Foto: AFP/Getty Images/George Ourfalian)

Penyebab Perang Suriah: Awal Mula Pertumpahan Darah

BERLANGGANAN

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top