israel
Timur Tengah

7 Mitos Tembok Pemisah Israel yang Mengurung Warga Palestina

Berita Internasional > 7 Mitos Tembok Pemisah Israel yang Mengurung Warga Palestina

Israel telah membangun Tembok Pemisah yang membentang sejauh 143 kilometer di Tepi Barat. Dibangun pada tahun 2002, Israel berusaha mempromosikan tembok ini dengan berbagai mitos yang melunakkan keberadaannya. Berikut tujuh fakta tentang tembok pemisah Israel yang telah mengurung, membatasi, dan memisahkan warga Palestina dengan kerabat mereka sendiri.

Oleh: Rebecca Stead (Middle East Monitor)

Pada tahun 2002, Israel memutuskan untuk membangun apa yang disebut Tembok Pemisah Israel. Pada tahun 2003, Israel telah membangun 143 kilometer dari tembok itu, yang sebagian besar memotong jauh ke Tepi Barat—wilayah Palestina yang diduduki Israel sejak Perang Enam Hari tahun 1967.

Rutenya yang melalui wilayah Tepi Barat yang diduduki membuat Tembok Pemisah Israel itu secara langsung melanggar hak dan kehidupan 210 ribu warga Palestina yang tinggal di 67 desa dan kota.

Dalam 16 tahun sejak pembangunan dimulai, kehidupan bagi hampir tiga juta warga Palestina yang tinggal di Tepi Barat yang diduduki dan Yerusalem, telah berubah hingga tak terbayangkan. Pos pemeriksaan militer sekarang menjadi bagian dari rutinitas sehari-hari masyarakat. Tembok Pemisah Israel itu memisahkan warga Palestina dari tanah mereka; Masyarakat Yerusalem dipisahkan dari anggota keluarga di Tepi Barat; ambulans dan pasien tidak dapat mencapai rumah sakit; dan bayi lahir di jalanan.

Terlepas dari semua ini, banyak mitos tentang Tembok Pemisah Israel yang digunakan untuk mengurangi dampaknya terhadap Palestina dan untuk menggambarkannya hanya sebagai salah satu aspek dari “pendudukan yang tidak berbahaya.”

Bagian-bagian tembok itu sudah menjadi tontonan, dihias dengan seni jalanan, dan dipasarkan sebagai objek wisata. Bahasa “keamanan” sering digunakan untuk membenarkan keberadaannya.

Berikut adalah tujuh mitos paling umum tentang Tembok Pembatas Israel dan kenyataan yang mereka sembunyikan.

Baca Juga: Klaim Bias Israel, AS Coba Gagalkan Penunjukan KT HAM PBB Michelle Bachelet

Tembok ini mengikuti Garis Hijau

Sudah menjadi konsep umum bahwa Tembok Pemisah Israel mengikuti Garis Hijau—garis gencatan senjata yang ditarik antara Israel dan Yordania setelah Perang 1948. Namun, Tembok itu sebenarnya berjalan di dalam Tepi Barat yang diduduki.

Menurut kelompok hak asasi manusia Israel B’Tselem, “delapan puluh lima persen Tembok Pemisah Israel itu berjalan di dalam Tepi Barat,” sering memanjang jauh ke wilayah Palestina untuk menangkap pemukiman ilegal di sisi Israel dari tembok itu.

Sebuah gambar yang menunjukkan sisi tembok pemisah Israel di sekitar Yerusalem pada 9 Juli 2013. (Foto: Apaimages/Saeed Qaq)

Tembok Pemisah Israel ini juga lebih panjang dari Garis Hijau. B’Tselem mencatat bahwa “rute penghalang ini—termasuk bagian yang sudah dibangun, yang sedang dibangun, dan yang menunggu dibangun—sepanjang 712 kilometer. Itu lebih dari dua kali panjang Garis Hijau, yang panjangnya 320 kilometer.”

Salah satu contohnya adalah daerah di sekitar Khan Al-Ahmar—sebuah desa Badui yang terletak di sebelah timur Yerusalem di Tepi Barat yang diduduki. Dijadwalkan akan dibongkar sejak tahun 2011, sebagian besar alasan Israel sangat tertarik untuk melihat 173 desa Badui dipindahkan secara paksa ke lokasi lain adalah untuk menyelesaikan rencananya untuk membangun permukiman Israel yang berdekatan dari Yerusalem ke Jericho.

Khan Al-Ahmar terletak di antara E1—zona industri yang dikontrol Israel—dan beberapa permukiman ilegal Israel seperti Ma’ale Adumim dan Kfar Adumim, yang semuanya direncanakan akan dikelilingi oleh Tembok Pemisah Israel. Jika Khan Al-Ahmar dan desa-desa Badui lainnya di daerah itu dihancurkan, penghalang itu akan memotong lebih dalam lagi ke Tepi Barat.

Peserta lomba berlari di sepanjang tembok pemisah Israel pada 31 Maret 2017. (Foto: Apaimages/Wisam Hashlamoun)

Tembok ini memisahkan masyarakat Israel dari masyarakat Palestina

Tujuan yang dinyatakan dari Tembok Pemisah Israel ini adalah untuk mencegah warga Palestina tanpa izin untuk menyeberang ke Israel, dan dengan demikian meningkatkan “keamanan” Israel di tengah Intifada Kedua. Namun walau sebagian besar Tembok itu telah dipetakan dengan hati-hati untuk menjaga sebanyak mungkin pemukim ilegal “di dalam” Israel—sambil menjaga sebanyak mungkin orang Palestina untuk tetap berada di luar Israel—tapi sebenarnya Tembok ini sering memisahkan warga Palestina dari warga Palestina lainnya.

Ini khususnya terjadi di Yerusalem yang diduduki, di mana beberapa komunitas Palestina di dalam Kota Yerusalem terperangkap di antara Garis Hijau dan Tembok Pemisah. Isawiyeh—yang kadang-kadang dijuluki “Gaza Kecil”—hanyalah satu contoh. Terjepit di antara Tembok dan Garis Hijau yang mengelilingi Universitas Hebrew (daerah kantong Israel di Yerusalem sejak Perang 1948), Isawiyeh sering menjadi sasaran jam malam dan pintu masuk ke desa itu ditutup oleh tentara Israel sesuka hati.

Terlebih lagi, beberapa lingkungan yang menjadi milik Kota Yerusalem telah dipisahkan dari wilayah lainnya di kota itu oleh Tembok Pemisah Israel. Kamp pengungsi Shu’afat, di sebelah timur Sheikh Jarrah, dan Kafr ‘Aqab, dekat pos pemeriksaan Qalandia, adalah dua contoh penting.

B’Tselem mencatat bahwa dua lingkungan ini adalah rumah bagi sekitar 140 ribu warga Palestina yang tidak bisa memasuki Israel atau berpartisipasi dalam masyarakat Palestina di Tepi Barat. Selain itu, ada sekitar 11 ribu warga Palestina yang tinggal di 32 komunitas lain yang terjebak antara Tembok Pemisah dan Garis Hijau, yang berada di luar batas kota Yerusalem.

Itu hanyalah sebuah pagar

Memang benar bahwa beberapa bagian dari Tembok Pemisah terdiri dari pagar listrik dengan jalan beraspal, kawat berduri, dan parit di kedua sisi. Meskipun penghalang ini digunakan di daerah pedesaan atau berpenduduk jarang, namun warga Palestina tetap menderita akibatnya jika mereka terlalu dekat.

Pada tahun 2013, misalnya, Samir Awad yang berusia 16 tahun ditembak di punggung oleh tentara Israel di luar desanya di Budrus, barat laut Ramallah. Samir sedang bermain dengan teman-temannya ketika dia memanjat pagar besi yang rendah, mendapati dirinya terjebak di antara pagar ini dan Tembok Pemisah. Tentara Israel pertama kali menembak lututnya, kemudian ketika dia berhasil membebaskan dirinya dan mencoba melarikan diri, dia ditembak dari jarak dekat dengan amunisi hidup.

Di daerah berpenduduk padat, Tembok Pemisah ini adalah tembok beton setinggi delapan hingga sembilan meter. Bagian beton penghalang ini panjangnya sekitar 70 kilometer dan meliputi pusat-pusat populasi utama seperti Yerusalem dan Betlehem, serta Qalqiliya dan Tulkarem, keduanya di sebelah barat Nablus. Qalqiliya khususnya hampir sepenuhnya dikelilingi oleh tembok beton, karena rute tembok itu melingkar di sekitar kota untuk mengelilingi pemukiman ilegal Alfei Menashe dan Zufin “di dalam” Israel. Dua dari tiga pos pemeriksaan Qalqiliya ditutup untuk warga Palestina.

Tembok itu tidak membatasi kebebasan bergerak masyarakat Palestina

Telah diperdebatkan bahwa sejumlah gerbang telah dibangun di Tembok Pemisah ini untuk meminimalkan dampak pada kebebasan bergerak rakyat Palestina dan memastikan mereka masih memiliki akses menuju tanah mereka. B’Tselem mencatat bahwa Israel memang memasang 84 gerbang di penghalang tersebut, tetapi—dalam praktiknya—ini “sebagian besar ada di sana demi penampilan, membuat pertunjukan yang memungkinkan kehidupan berjalan tanpa terganggu seperti sebelumnya.”

Kelompok hak asasi itu menambahkan bahwa pada tahun 2016, “hanya sembilan dari gerbang ini dibuka setiap hari; sepuluh dibuka hanya beberapa hari seminggu dan selama musim panen zaitun; dan 65 gerbang hanya dibuka untuk panen zaitun.”

Selain itu, menurut laporan tahun 2014 oleh Medical Aid for Palestinians (MAP), hak warga Palestina untuk kesehatan secara teratur ditolak oleh Tembok Pemisah Israel. Dalam menolak akses warga Palestina untuk mendapatkan layanan kesehatan, MAP mencatat bahwa Israel melanggar Perjanjian Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya dan Konvensi Jenewa Keempat, di mana Israel terikat sebagai “kekuatan pendudukan (yang) memiliki tugas untuk memastikan dan mempertahankan (…), perusahaan dan layanan medis dan rumah sakit, kesehatan masyarakat dan kebersihan di wilayah yang diduduki.”

Menurut MAP, pada tahun 2011 hanya lima persen ambulans Bulan Sabit Merah Palestina yang diizinkan memasuki Yerusalem dari Tepi Barat untuk menghadiri enam rumah sakit Palestina di kota itu.

Selain itu, warga Palestina harus mendapatkan izin individu untuk bepergian ke rumah sakit. MAP menambahkan bahwa antara tahun 2000 dan 2005, 67 perempuan Palestina dipaksa untuk melahirkan di pos pemeriksaan, yang menyebabkan kematian 36 bayi dan lima ibu.

Para peserta berjalan di sepanjang tembok pemisah Israel pada 31 Maret 2017. (Foto: Apaimages/Wisam Hashlamoun)

Tembok ini hanyalah masalah negara yang melindungi perbatasannya

Israel berpendapat bahwa Tembok Pemisah ini dibangun untuk alasan keamanan untuk menghentikan warga Palestina memasuki wilayahnya. Namun, sebagaimana dijelaskan di atas, fakta bahwa Tembok itu tidak mengikuti Garis Hijau, membuat bangunan tersebut telah dinyatakan ilegal berdasarkan hukum internasional.

Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan di wilayah Palestina yang diduduki (OCHAoPt) menunjukkan bahwa pada tanggal 9 Juli 2004, Mahkamah Internasional (ICJ) mengeluarkan Pendapat Nasihat yang mengakui bahwa meskipun Israel menghadapi “tindakan kekerasan yang membabi buta dan mematikan” di tengah Intifada Kedua, namun penghalang itu “melanggar kewajiban Israel berdasarkan hukum internasional dan harus dibongkar.”

Pada peringatan kesepuluh dari keputusan ICJ tersebut, pada tahun 2014, Sekretaris Jenderal PBB saat itu Ban Ki-moon mengatakan bahwa “implikasi dari tembok tersebut jauh melampaui legalitasnya” dan bahwa “tembok tersebut sangat membatasi pergerakan dan akses warga Palestina di seluruh Tepi Barat, memotong tanah dan akses ke sumber daya yang dibutuhkan untuk pembangunan Palestina, dan terus melemahkan mata pencaharian pertanian dan pedesaan di seluruh Tepi Barat.”

Itu tidak ada hubungannya dengan permukiman

Tembok Pemisah ini secara rutin digunakan sebagai alat untuk memajukan kebijakan Israel tentang pembangunan dan perluasan permukiman ilegal. Sebagian besar logika di balik rute Tembok tersebut adalah bahwa tembok itu menjaga sebanyak mungkin orang Israel “di dalam” Israel dan sebanyak mungkin orang Palestina di luar Israel.

Contoh kasusnya adalah apa yang kemudian dikenal sebagai Jari Ariel (Ariel’s Fingers)—dua jalur pemukiman ilegal Israel yang membentang jauh ke Tepi Barat yang diduduki dan akan dikelilingi oleh penghalang yang sudah jadi. “Jari” pertama terletak tepat di sebelah timur Qalqiliya dan akan mencakup permukiman Nofim, Karnei Shomron, dan Immanuel. “Jari” kedua terletak tepat di sebelah selatan jari pertama dan akan mengelilingi Ma’ale Yisrael, Ariel, dan beberapa permukiman lainnya.

Immanuel dan Ariel khususnya sangat penting bagi Israel. Ariel—yang terdiri dari sekitar 20 ribu pemukim ilegal—berjarak 20 kilometer di luar Garis Hijau, tetapi sebagai salah satu permukiman terbesar di Tepi Barat yang diduduki, Ariel akan dikelilingi oleh Tembok Pemisah.

Kebulatan tekad Israel untuk mendeklarasikan wilayah Israel Immanuel dan Ariel di bawah perjanjian perdamaian di masa depan, berfungsi untuk menunjukkan kegunaan Tembok Pemisah dalam menegakkan “fakta-fakta di lapangan” demi kepentingan negara.

Baca Juga: UU Amerika Pro-Israel yang Baru Lawan Palestina Bisa Jadi Bumerang

Tembok ini sudah selesai

Meskipun pembangunan tembok dimulai pada tahun 2002, namun itu belum selesai. Menurut OCHAoPt, hanya sekitar 65,3 persen (465 kilometer) dari bangunan sepanjang 712 kilometer yang diproyeksikan telah selesai. B’Tselem percaya bahwa, “jika pembangunan selesai di sepanjang rute yang direncanakan, 52.667,7 hektar tanah—area yang setara dengan 9,4 persen dari Tepi Barat dan termasuk wilayah yang dicaplok Israel ke perbatasan kota Yerusalem—akan menjadi terputus dari Tepi Barat.”

Mengingat bahwa Israel telah mengendalikan lebih dari 60 persen Tepi Barat melalui administrasi Area C di bawah Kesepakatan Oslo, 9,4 persen tambahan akan mengambil bagiannya dari wilayah yang diduduki hingga hampir 70 persen. Tiga puluh persen sisanya masih jauh dari ruang yang layak untuk membangun negara Palestina di masa depan, di mana kantong-kantong ini terputus satu sama lain oleh sistem tembok, hambatan, jalan, dan pos pemeriksaan Israel.

Skala waktu untuk penyelesaian penghalang tidak diketahui. Namun, yang jelas adalah bahwa meskipun Israel mulai membangun Tembok Pemisah sebagai solusi untuk masalah sementara Intifada Kedua, namun Israel tidak memiliki niat untuk menyingkirkannya.

Rebecca Stead adalah lulusan MA dari SOAS University of London, yang belajar tentang Studi Timur Tengah dengan bahasa Arab. Stead berfokus pada sejarah, budaya, dan politik Israel-Palestina secara khusus dan Levant secara lebih luas. Dia telah melakukan perjalanan di wilayah tersebut dan belajar bahasa Arab di Yerusalem dan Amman, dan bekerja dalam kapasitas pekerja lepas untuk sejumlah jurnal dan platform blogging.

Keterangan foto utama: Warga Palestina memegang bendera dan melepaskan balon selama protes terhadap tembok pemisah Israel di Tepi Barat, 21 Mei 2015. (Foto: Apaimages/Shadi Hatem)

7 Mitos Tembok Pemisah Israel yang Mengurung Warga Palestina

BERLANGGANAN

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top