Memiliki segudang prestasi dan dikenal sebagai sosok tanpa kompromi, nama Tri Rismaharini disebut-sebut menjadi kandidat kuat di Pilpres 2024.
Ada nama yang tak pernah absen dimasukkan dalam kandidat RI-1 di survei-survei lembaga politik. Meskipun masih relatif prematur mengungkap elektabilitas mereka sekarang, tapi setidaknya ada gambaran sosok yang sudah mencicil popularitas di depan publik.
Dari survei Indo Barometer yang dilakukan pada Januari 2020, nama Tri Rismaharini memiliki keterpilihan 8,2 persen. Ia berada di bawah Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo.
Senada, lembaga survei Charta Politica teranyar juga memasukkan Risma sebagai salah satu kandidat yang dipilih masyarakat Indonesia. Elektabilitasnya mencapai 9,3 persen versi lembaga survei tersebut. Ia menjadi satu-satunya perempuan yang diduga bakal bersaing dengan nama-nama besar lainnya seperti Anies Baswedan, Prabowo Subianto, Ridwan Kamil, hingga Sandiaga Uno.
Yang menarik dari lembaga survei itu adalah, tak pernah ada nama Puan Maharani, putri mahkota PDIP. Dua nama yang populer justru Risma dan Ganjar dari Jawa Tengah.
Menurut pengamat komunikasi politik Ari Junaedi, melihat survei ini, PDI Perjuangan mungkin tidak akan memaksakan mengusung trah Soekarno di Pilpres 2024, seperti yang dilakukan di Pilpres 2014 dan 2019 dengan mengusung Joko Widodo.
“Saya kira PDIP akan berpikir taktis dan strategis dengan tidak memaksakan sosok yang berdarah Soekarno menjadi calon presiden,” ujar Ari kepada JPNN, Jumat (17/1).
Selama ini, lanjutnya, pola PDIP dari tahun ke tahun selalu merekrut calon kepala daerah dan capres dari sosok yang berhasil. Artinya, ada jenjang rekrutmen yang jelas dan terpola di partai banteng itu. Misalnya, ini tampak saat PDIP yang sukses sebagai Solo-1, lalu diboyong ke Jakarta sebagai Gubernur dan akhirnya diusung sebagai capres di dua pemilu berturut-turut.
Untuk nama Risma sendiri, sebenarnya publik relatif telah mengenalnya. Salah satu kader PDIP itu punya rekam jejak politik yang sudah dicicilnya bertahun-tahun silam.
Dikutip dari Merdeka, Risma dikenal sebagai sosok perempuan tegas tanpa kompromi saat menjalankan tugasnya, hingga DPRD Surabaya membencinya. Ia memimpin penutupan pusat prostitusi Gang Dolly Surabaya di saat pemimpin sebelumnya terlalu takut untuk memulai.
Ia juga menolak keras pembangunan tol tengah Kota Surabaya dan lebih memilih meneruskan proyek frontage road dan MERR-IIC (Middle East Ring Road) yang akan menghubungkan area industri Rungkut hingga ke Jembatan Suramadu via area timur Surabaya.
Tak hanya itu, perempuan kelahiran 20 November 1961 ini juga menjadi salah satu nominasi wali kota terbaik di dunia, 2012 World Mayor Prize, yang digelar oleh The City Mayors Foundation. Ia terpilih karena segudang prestasi yang sudah ia torehkan selama menjabat sebagai Wali Kota Surabaya. Ia dinilai berhasil menata kota Surabaya menjadi kota yang lebih bersih dan penuh taman.
Salah satu buktinya, lapor Merdeka, adalah pemugaran Taman Bungkul di tengah kota. Dulunya, taman tersebut tidak layak disebut taman, namun kini Taman Bungkul menjadi taman terbesar dan terkenal di kota Surabaya.
Selain itu, ia juga telah berperan besar dalam membangun pedestrian bagi pejalan kaki dengan konsep modern di sepanjang jalan Basuki Rahmat yang kemudian dilanjutkan hingga jalan Tunjungan, Blauran, dan Panglima Sudirman.
Di bawah kepemimpinannya pula, ia berhasil mengantarkan Surabaya memperoleh penghargaan Adipura pada 2011. Risma menjadi kandidat wali kota terbaik dunia asal Indonesia bersama dua orang lainnya, yaitu Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo dan Wali Kota Solo saat itu, Joko Widodo.
Penulis: Anastacia Patricia
Editor: Aziza Larasati
Keterangan foto utama: Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. (Foto: AyoSurabaya.com)
Bertabur Prestasi, Risma Kandidat Kuat di Pilpres 2024?