Lima rangkuman berita terpopuler Mata Mata Politik minggu ini.
Jangan khawatir ketinggalan berita terpopuler di Mata Mata Politik selama sepekan terakhir. Sebab, redaksi telah merangkumnya untuk Anda. Dari lima berita yang paling banyak dibaca, sebagian di antaranya soal penanganan COVID-19 di Indonesia yang dikenal buruk sedunia. Lalu, kicauan Trump soal pentingnya menganggap Jerman sebagai musuh Paman Sam, layaknya saat Perang Dunia ke-II. Ada pula berita-berita lain yang terkait dengan militer China serta fakta perselingkuhan WHO dan Negeri Tirai Bambu.
1. Penanganan COVID-19 Indonesia Termasuk yang Terburuk di Dunia?
Tanggapan COVID-19 Indonesia telah dikritik oleh para ahli. Dengan lebih dari 2.000 kasus yang dikonfirmasi dan setidaknya 191 kematian, tingkat kematian akibat virus corona di Indonesia termasuk yang tertinggi di dunia.
Namun, pada akhir pekan, hanya sekitar 2.500 tes telah dilakukan di seluruh negeri yang memiliki populasi 264 juta.
“Itu setara dengan hanya 0,02 persen dari 10 juta penduduk Jakarta,” kata Ahmad Syarif, seorang analis politik yang berbasis di Indonesia untuk Bowergroup Asia.
Indonesia, negara terpadat keempat di dunia, memiliki salah satu tingkat pengujian terendah di dunia. Dengan demikian, negeri ini menjadi salah satu negara dengan respons atas COVID-19 yang terburuk di dunia, setidaknya di Asia Tenggara.
Sebuah studi yang dirilis minggu ini oleh Pusat Pemodelan Matematika untuk Penyakit Menular yang berbasis di London memperkirakan, hanya dua persen dari kasus virus corona di negara itu telah dilaporkan, tulis SBS News.
2. Trump: ‘AS Harus Anggap Jerman Musuh Seperti Perang Dunia II’
Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyarankan negaranya harus memperlakukan Jerman lebih seperti musuh karena kedua negara memang sudah jadi musuh dalam Perang Dunia II. Pernyataan itu terlontar ketika Trump kembali melobi untuk hubungan AS-Rusia yang lebih erat.
Jika Trump mengubah pernyataan spontan itu menjadi kebijakan Amerika Serikat, Trump akan merombak dinamika kekuatan global pasca-Perang Dunia II secara fundamental, yang telah membuat negara-negara Barat merangkul Jerman sambil memerangi Rusia dan memerangi penyebaran komunisme di era-pasca perang. Namun, dengan sedikit pertentangan terhadap aliansi Amerika-Jerman di Kongres AS, terutama Senat yang dikelola Partai Republik, rencana semacam itu akan menghadapi kecaman yang cukup besar, termasuk dari dalam partai sendiri.
3. Curi Peluang di Tengah Krisis, Militer China Diperkuat di Laut China Selatan
Prajurit pria Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) China berbaris dalam formasi selama parade militer menandai peringatan ke-70 berdirinya Republik Rakyat China pada Hari Nasional di Beijing, China, Selasa, 1 Oktober 2019. (Foto: Reuters/Thomas Peter)
China tampaknya memanfaatkan kesempatan untuk memperkuat militer di Laut China Selatan. Upaya itu dilakukan saat negara-negara lain termasuk Amerika tengah berjibaku melawan virus corona baru.
Dalam beberapa hari terakhir, lapor Asia Times, China telah melakukan latihan militer dan mengerahkan pasukan skala besar ke wilayah maritim Laut China Selatan. Pada saat yang sama, secara resmi mereka sengaja mengeksploitasi sumber daya energi yang disengketakan di laut kaya bahan bakar fosil tersebut.
Sementara beberapa orang melihat pesan nasionalis China setelah mengumpulkan orang-orang selama masa sulit COVID-19, yang lain melihat manuver angkatan laut yang kian agresif ini sebagai upaya mengeksploitasi kondisi Amerika yang melemah.
Karena China sudah menembakkan laser ke pesawat AS, beberapa orang menyarankan Amerika Serikat harus membalas dengan cara serupa.
Baru-baru ini, akun Instagram Angkatan Laut AS mengisyaratkan opsi ini ketika memperingatkan militer China. Namun, itu tampaknya hanya ancaman kosong. Bahkan ancaman itu benar-benar dilakukan, itu akan menjadi kesalahan. Respons simetris tidak akan memajukan kepentingan AS, menurut pendapat Cronin dan Neuhard.
5. Perselingkuhan WHO dan China, Kaburkan Fakta COVID-19
Laporan Foreign Policy mencatat, setelah drama bungkamnya China atas kasus corona di dalam negeri, negara itu kini getol membalikkan narasi soal keberhasilannya mengatasi COVID-19. Tak tanggung-tanggung, untuk mendukung narasinya, China menjelma negara dermawan yang menyantuni berton-ton bantuan alat medis untuk negara yang masih berjibaku menghadapi wabah corona. Cerita itu lantas dibagi ke Badan Organisasi Dunia (WHO).
Organisasi ini sendiri menerima dana dari China yang bergantung pada rezim Partai Komunis dalam berbagai tingkatan. Pakar internasionalnya tidak mendapatkan akses ke negara itu sampai Direktur Jenderal Tedros Adhanom mengunjungi Presiden Xi Jinping pada akhir Januari. Sebelum itu, WHO secara berulang mengulangi informasi dari pihak berwenang Tiongkok, seraya mengabaikan peringatan dari dokter Taiwan — yang tidak terwakili di WHO — enggan menyatakan “darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional.”