Terdapat enam pertanyaan penting untuk menjelaskan mengapa Afghanistan saat ini jauh lebih berbahaya.Serangan di Afghanistan menjadi lebih besar, lebih sering, lebih luas, dan lebih mematikan. Korban tewas dalam jumlah besar yang pernah menjadi berita utama menjadi hal yang biasa di Afghanistan, seiring Taliban dan kelompok militan lainnya melenturkan otot-otot mereka setiap hari untuk melawan militer yang didukung Amerika Serikat.
Tidak ada akhir yang jelas dalam perang yang telah berubah menjadi kebuntuan berdarah, seperti yang dijelaskan oleh wartawan Dawood Azami dari BBC World Service.
Apakah kekerasan semakin memburuk?
Sejak dilakukannya invasi yang dipimpin Amerika Serikat (AS) pada 2001, rakyat Afghanistan tidak pernah merasa sangat tidak aman seperti sekarang. Taliban menguasai lebih banyak wilayah daripada sebelumnya, sejak kejatuhan rezim mereka 17 tahun lalu.
Perang Afghanistan telah menjadi perang terpanjang dalam sejarah AS. Seiring berjalannya waktu, konflik ini tidak hanya menjadi lebih intens—tapi juga menjadi lebih rumit. Serangan menjadi lebih besar, lebih sering, lebih luas, dan lebih mematikan. Kedua pihak—Taliban dan pemerintah Afghanistan yang didukung AS/NATO—mencoba untuk menang.
Pada 10 Agustus 2018, Taliban memasuki Ghazni—Ibu kota provinsi yang strategis di jalan raya utama di selatan Kabul—sebelum pasukan keamanan Afghanistan yang didukung oleh para penasihat AS dan serangan udara mendorong mereka kembali. Pada 15 Mei 2018, Taliban memasuki ibu kota provinsi Farah di Afghanistan barat, dekat perbatasan Iran.
Banyak pejuang Taliban yang tewas dan terluka ketika mereka dipaksa mundur setelah serangan terhadap ibu kota provinsi, tetapi serangan tersebut memiliki nilai propaganda besar untuk kelompok tersebut, dan meningkatkan moral dan perekrutan anggota mereka.
Para pemberontak juga membawa senjata dan kendaraan bersama mereka saat mereka mundur. Banyak kota lain dan pusat distrik tetap berada di bawah ancaman Taliban yang konstan.
Sebagian besar provinsi seperti Helmand dan Kandahar—tempat ratusan tentara AS, Inggris, dan pasukan asing lainnya tewas—kini berada di bawah kendali Taliban. Sementara itu, jumlah korban sipil berada pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Menurut PBB, lebih dari 10.000 penduduk sipil tewas atau terluka pada 2017, dan jumlahnya diperkirakan akan lebih tinggi di 2018.
Sudah setahun sejak Presiden Trump meluncurkan strategi baru untuk Afghanistan, dan berjanji, AS akan “berjuang untuk menang.” Pemerintahan Trump telah berusaha untuk menekan Taliban dalam empat cara untuk memecahkan kebuntuan itu, menggulingkan kembali kelompok itu dan akhirnya memaksa mereka duduk untuk berunding dengan pemerintah Afghanistan.
Tekanan militer maksimum, terutama melalui serangan udara intensif dan serangan pasukan khusus. Tambahan beberapa ribu personel militer AS telah dikerahkan, sehingga jumlah total pasukan AS di sana menjadi sekitar 14.000. Oktober lalu, komandan pasukan AS, John Nicholson berujar, “gelombang pasang kekuatan udara” juga akan dilepaskan, dan ini adalah “awal dari akhir bagi Taliban.”
Menargetkan sumber keuangan Taliban, termasuk mengebom tanaman produksi opium yang dilaporkan dikenai pajak oleh Taliban dan membatasi arus dana untuk kelompok tersebut dari luar negeri.
Secara publik mempertanyakan legitimasi perang Taliban, termasuk di antara kelompok-kelompok agama.
Menekan Pakistan untuk menangkap atau mengusir para pemimpin Taliban yang diduga berbasis di wilayahnya.
Namun upaya-upaya ini sebagian besar gagal:
Tekanan militer yang kuat telah memperlambat ekspansi wilayah Taliban, dan banyak pejuang Taliban (termasuk beberapa komandan penting) telah terbunuh selama setahun terakhir. Tetapi kelompok itu telah berhasil menguasai wilayahnya dan mempertahankan kapasitas operasinya untuk melakukan serangan mematikan di seluruh negeri. Di sisi lain, serangan udara intensif telah dikritik karena menyebabkan korban sipil.
Terlepas dari pengeboman laboratorium obat, Taliban tampaknya tidak menghadapi krisis keuangan. Bahkan bukti di lapangan menunjukkan kekayaan mereka telah tumbuh.
Ulama Islam telah mengadakan berbagai pertemuan, termasuk di Indonesia dan Arab Saudi, di mana kekerasan di Afghanistan dikecam, dan Taliban diminta untuk melakukan pembicaraan damai dengan pemerintah Afghanistan. Namun Taliban hanya mencela ini sebagai bagian dari “proses Amerika” untuk membenarkan perang oleh Washington.
Pemerintahan Trump telah mengambil pendekatan yang keras dengan Pakistan dan menghentikan dukungan dan bantuan keamanan. Islamabad—yang membantah membantu Taliban—mengatakan, pihaknya siap membantu memulai proses perdamaian Afghanistan. Tetapi ada beberapa tanda pergeseran paradigma dalam strategi Afghanistan di Pakistan.
Bagaimana Awal Mula Perang Afghanistan?
Ada lima faktor utama yang bertanggung jawab atas meningkatnya konflik Afghanistan.
Kedua belah pihak berusaha untuk memecahkan kebuntuan dengan solusi yang menguntungkan mereka. Setiap pihak ingin meningkatkan pengaruhnya dan merebut lebih banyak wilayah.
Terdapat keraguan tentang efektivitas strategi AS dan kurangnya kejelasan kebijakan AS sejak 2001. Puluhan ribu pejuang Taliban telah tewas, terluka, atau ditangkap sejak 2001, tetapi pemberontakan mereka tidak menunjukkan tanda-tanda kelemahan. Satu dekade yang lalu, pemerintah AS dan Afghanistan memperkirakan ada sekitar 15.000 gerilyawan di Afghanistan. Hari ini, perkiraan jumlah militan melebihi 60.000.
Munculnya cabang Khorasan ISIS di Afghanistan dan Pakistan telah membuat tingkat kekerasan dan kebrutalan melampaui yang pernah terjadi sebelumnya. Kelompok baru ini telah mengklaim melakukan beberapa serangan paling mematikan, sebagian besar terhadap sasaran sipil di pusat-pusat kota.
Seiring gagasan perundingan damai telah mendapatkan momentum, Taliban ingin memaksimalkan pengaruh mereka dan berbicara dari posisi yang kuat di meja perundingan.
Ketegangan yang meningkat antara AS dan pemain regional—terutama Pakistan, Rusia dan Iran—juga memiliki dampak negatif. Para pejabat Amerika dan Afghanistan menuduh ketiga negara ini mendukung Taliban, yang mereka bantah.
Militan Taliban berpose bersama seorang prajurit Tentara Afghanistan selama gencatan senjata tiga hari pada bulan Juni. (Foto: EPA)
Mampukah pasukan Afghanistan mengatasinya?
Mengingat frekuensi yang tinggi dan penyebaran kekerasan Taliban, pasukan keamanan Afghanistan kelabakan dan, dalam beberapa kasus, kewalahan. Pasukan Afghanistan telah berjuang keras untuk menghentikan ekspansi Taliban. Tetapi tingkat korban mereka tetap sangat tinggi dan tampaknya meningkat. Pertanyaan telah diajukan tentang kurangnya kepemimpinan yang kuat dan inspiratif, pasokan logistik yang tepat waktu, dan korupsi.
Pertikaian antara pemimpin politik dan pemerintah di Kabul juga memiliki dampak negatif pada kelancaran pemerintah dan situasi keamanan.
Kedua faksi yang membentuk Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) setelah Pemilihan Presiden 2014, belum benar-benar bersatu. Meskipun berkuasa selama empat tahun, namun pemerintah di Kabul masih terpecah secara internal pada beberapa isu.
Apakah pemilihan umum benar-benar bisa diadakan?
Pemungutan suara parlemen—yang telah tertunda selama lebih dari tiga tahun—dijadwalkan akan dilaksanakan pada tanggal 20 Oktober 2018. Peningkatan kekerasan telah memicu spekulasi mengenai apakah pemilu akan diadakan tepat waktu. Sudah ada kekhawatiran tentang penipuan yang tersebar luas dan manipulasi pra-pemungutan suara.
Terdapat pula pertanyaan tentang seberapa representatif parlemen berikutnya, jika pemungutan suara tidak dilakukan di banyak bagian negara karena kekerasan dan intimidasi.
Pemilihan presiden—yang akan berlangsung pada bulan April 2019—akan menjadi tantangan yang lebih besar.
Jika tidak ditangani dengan benar, kedua pemilu tersebut akan menguji kekuatan lembaga pemerintah dan menimbulkan tantangan besar bagi stabilitas politik secara keseluruhan di Afghanistan.
Bagaimana dengan perundingan damai?
Semua pihak sekarang tampaknya yakin konflik di Afghanistan tidak dapat diselesaikan hanya dengan cara militer. Sebuah konsensus perlahan-lahan dibangun untuk memulai perundingan, di mana semua pihak menerangkan, mereka menginginkan penyelesaian yang dinegosiasikan.
Sebuah peluang terbuka setelah gencatan senjata tiga hari yang belum pernah terjadi sebelumnya pada bulan Juni, diikuti dengan pertemuan antara para pejabat AS dan perwakilan Taliban di Qatar pada bulan Juli. Ini adalah pertama kalinya dalam tujuh tahun, di mana kedua pihak bertemu untuk pembicaraan tatap muka.
Mereka dijadwalkan bertemu lagi segera. Ini adalah pengakuan—terlepas dari kampanye militer AS yang agresif—tidak ada pihak yang bisa memenangkan perang.
Namun, masih ada ketidaksepakatan mengenai formatnya, termasuk partai dan kerangka kerja untuk negosiasi perdamaian yang komprehensif. Agar kemajuan yang berarti dapat dibuat dan kepercayaan dapat dibangun, kompromi dan fleksibilitas akan dibutuhkan dari semua pihak.
Tantangan utama lainnya adalah kerja sama pemain regional. Perdamaian di Afghanistan dan wilayah yang lebih luas hanya dapat dicapai melalui mekanisme multilateral yang melibatkan AS serta pemain regional utama, termasuk Pakistan, Rusia, Iran, China, India, dan Arab Saudi. Tetapi pada akhirnya, dialog antara warga Afghanistan sendirilah yang akan menentukan masa depan politik Afghanistan yang dilanda perang tersebut.
Penerjemah: Wulan
Editor: Purnama Ayu Rizky
Keterangan foto utama: Taliban telah melakukan beberapa serangan baru-baru ini, termasuk pengambilalihan singkat kota Ghazni yang strategis. (Foto: AFP)
Strategi Trump berisi karunia kekuatan Allah Bapa.Yesus Keristus.Roh Kudus demi temu titik perdamaian global,termasuk Papua 1Desber 1961 dalam pendataan RI selama 50 tahun lebih untuk bebas .
Mesak M Gobay I .S.Pd
September 23, 2018 at 12:16 pm
Strategi Trump berisi karunia kekuatan Allah Bapa.Yesus Keristus.Roh Kudus demi temu titik perdamaian global,termasuk Papua 1Desber 1961 dalam pendataan RI selama 50 tahun lebih untuk bebas .