Politik Indonesia

Air Mata Soeharto, Dua Momen Langka ‘Smiling General’ Menangis

Berita Internasional > Air Mata Soeharto, Dua Momen Langka ‘Smiling General’ Menangis
Advertisements

Relatif tak banyak yang tahu, pemimpin bertangan besi yang konon telah memimpin penumpasan ribuan nyawa simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI) sejak 1966, Soeharto, pernah menangis tersedu dua kali dalam hidupnya. Setidaknya itu yang tertangkap kamera dengan jelas.

Soeharto familier dikenal dengan sebutan “The Smilling General” atau jenderal yang selalu tersenyum. Pasalnya, tiap kali disorot kamera, ia selalu memasang senyum terbaiknya. Namun, ada momen langka di mana Soeharto menitikkan air mata.

Baca juga: Terinspirasi Soeharto, Myanmar Tak Belajar dari Transisi Politik Indonesia

Salah satu momen presiden 32 tahun itu menangis adalah saat istri kesayangannya, Siti Hartinah alias Tien Soeharto mangkat. Tampaknya, ia demikian terpukul atas kepergian Bu Tien. Salah satu saksi mata yang menyaksikan Soeharto menangis, menceritakan kisah detilnya. Adalah Satyanegara, dokter ahli bedah saraf, yang menjadi anggota Tim Dokter Kepresidenan.

“Ketika itu 28 April 1996, saya mendapat kabar bahwa Ibu Tien meninggal dunia,” kata Satyanegara dalam buku Pak Harto, The Untold Stories, sebagaimana dilansir Kompas.com.

Satyanegara menyambangi rumah duka di Jalan Cendana sekitar pukul 07.00 WIB. Kala itu, jenazah Tien Soeharto telah dibaringkan di ruang tamu. Ia sendiri bergegas menemui Soeharto untuk mengucapkan belasungkawa. Namun, ia mengaku tak menyangka, Soeharto yang dikenal keras, mampu meratapi nasib istrinya.

“Pak Harto memeluk saya, kemudian berkata sangat perlahan, ‘Piye to, kok ora iso ditolong…? (Bagaimana, kok tidak bisa ditolong?)’,” ujar Satya, menirukan ucapan Soeharto ketika itu.

Dokter itu tidak bisa berkata-kata saat mendengar ucapan Soeharto. Ia pun hanya diam saat melihat Tien menangis. Beberapa kali, Soeharto mengusap tetesan air matanya dengan sapu tangan.

“Saya hanya tertegun, turut merasakan dalamnya kepiluan di hati Pak Harto,” ucapnya pada sumber yang sama.

Setelah istrinya dimakamkan, konon Soeharto kerap menghabiskan waktu di Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Diantar anak-anaknya, Soeharto hanya duduk terdiam sambil memegang tongkat jalannya.

“Walau bicaranya sudah tidak jelas tapi saya bisa mengerti isi perkataan beliau. Pak Harto bilang, ‘Saya rindu pada Ibu dan setiap saya merindukan Ibu, Taman Mini ini yang membuat kerinduan saya terobati,” tutur Bambang Sutanto, mantan pimpinan TMII.

TMII memang dibangun atas gagasan Tien Soeharto. Saat itu, Soeharto membela proyek TMII yang banjir protes lantaran dianggap sebagai proyek mubazir.

BJ Habibie bikin Soeharto menangis

Momen lainnya yang membuat Soeharto menitikkan air mata terkait dengan sosok BJ Habibie. Namun kali ini, itu bukan tangisan sedih melainkan bahagia.

Dikisahkan, saat Presiden Filipina Ferdinand Macros ngebet membangun pusat kedirgantaraan, ia berulang kali meminang Habibie agar bersedia membantunya. Tak tanggung-tanggung, harta kekayaan, fasilitas, hingga kelonggaran membantu Indonesia dari Manila ditawarkan pada insinyur tersebut. Namun, Habibie menolak dengan halus.

Macros yang kemudian bertemu dengan Soeharto beberapa waktu kemudian, menceritakan cita-cita dirgantaranya pada Ri-1 tersebut.

Karena enggan ketinggalan, Soeharto segera mengutus Direktur Utama Pertamina Ibnu Sutowo untuk bertemu dengan Habibie di Presidential Suite Hotel Hilton, Dusseldorf, Jerman.

Begitu masuk kamar, Habibie langsung dikutuk oleh Ibnu Sutowo catat VOI. Menggunakan bahasa Belanda, Ibnu Sutowo berkata: Bruder Rudy jij moet shaamen, als Indonesier! Saudara Rudy, Anda harus malu pada diri sendiri sebagai orang Indonesia. Mengapa Anda membangun negara lain?

Habibie terdiam. Kata-kata Ibnu Sutowo menusuk jantungnya. Habibie pun merasa malu. Ibnu Sutowo lalu meminta Habibie segera berangkat ke Jakarta. “Orang ini harus pulang. Segera angkat Dr. Habibie sebagai penasihat Direktur Utama Pertamina,” ujarnya kepada asistennya, Dr Erich Sanger.

Sesampainya di Indonesia, impian Habibie memajukan industri dirgantara Tanah Air pelan-pelan menjadi niscaya. Itu dimulai dengan permintah agar ia menggantikan Nurtanio Pringgoadisurjo yang sudah lebih dulu memproduksi pesawat pertama di Indonesia. Saat itu, Nurtanio memimpin Industri Pesawat Terbang Nurtanio (IPTN).

Baca juga: Bagaimana Pemerintahan Orde Baru Soeharto Runtuh?

Sejak kepemimpinannya, Habibie telah mengembangkan sejumlah teknologi. Ia juga bekerja sama dengan negara lain dalam pembuatan pesawat CN-235, N-2130, dan tentu saja yang paling legendaris: N-250 Gatotkaca. Saat itu, banyak yang meragukan kemampuan Habibie. Laporan media asing menyuarakan nada pesimistis ini, bahkan meramalkan pesawat buatan Habibie bakal jatuh dalam percobaan terbangnya.

Habibie lantas membungkam suara sumbang ini dengan menerbangkan prototipe pesawat N-250 ke udara. Penerbangan saat itu dilakukan dari Lapangan Udara Husein Sastranegara, Bandung pada 10 Agustus 1995. Penerbangan Gatotkaca membuat ribuan bahkan jutaan pasang mata di seluruh pelosok Indonesia merasa terharu, bangga, dan juga lega.

Gatotkaca yang ragu akan terbang ternyata bisa terbang tanpa kendala. Dengan keberhasilan ini, Gatotkaca menjadi pesawat pertama - di kelas kecepatan subsonik - yang menggunakan teknologi fly by wire atau semua pergerakannya terkomputerisasi. Sebuah prestasi yang sungguh luar biasa. Saat itu, N-250 merupakan pesawat ketiga yang mengaplikasikan teknologi tersebut, selain Airbus A-340 dan Boeing 767, tulis sumber yang sama.

Pertanyaannya, bagaimana Soeharto merespons kesuksesan ini? Ya betul, ia menangis. Sebuah tangisan haru dan bahagia. Tak hanya Presiden Soeharto, Bu Tien Soeharto, serta Wakil Presiden Try Sutrisno, dan Ibu Tuti Try Sutrisno juga menangis. Beberapa kali Presiden terlihat menyeka wajahnya dengan sapu tangan putih.

 

Penulis dan editor: Purnama Ayu Rizky

Keterangan foto utama: Air mata Soeharto saat ditinggal mati istrinya, Tien. (Foto: Twitter)

Air Mata Soeharto, Dua Momen Langka ‘Smiling General’ Menangis

BERLANGGANAN

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top