Akankah UEA dan Jepang Bantu Jokowi Wujudkan Ibu Kota Baru Indonesia?
Berita Politik Indonesia Hari Ini

Ibu Kota Baru Indonesia: UEA dan Jepang Bantu Jokowi Wujudkan?

Putra mahkota Uni Emirat Arab Sheikh Mohammed bin Zayed Al Nahyan dan Presiden Indonesia Joko “Jokowi” Widodo berjalan bersama saat mengamati pasukan kehormatan selama pertemuan di Istana Bogor, Jawa Barat, Indonesia, Rabu, 24 Juli 2019. (Foto: Reuters/Pool/Dita Alangkara)
Berita Internasional > Ibu Kota Baru Indonesia: UEA dan Jepang Bantu Jokowi Wujudkan?

Dengan investasi asing di pihaknya, upaya Jokowi untuk membangun ibu kota baru Indonesia bisa berhasil. Namun, pengamat memperingatkan pindahnya ibu kota ke Kalimantan Timur tidak akan menyelesaikan banyak kesengsaraan Jakarta, termasuk lalu lintas dan polusi. Akankah UEA dan Jepang bantu Jokowi wujudkan ibu kota baru Indonesia?

Selama beberapa dekade sejak kemerdekaan Indonesia dari Belanda, presiden-presiden masa lalu telah menyerukan agar ibu kota bersejarah negara itu, Jakarta, dipindahkan.

Seringnya itu hanya wacana, dengan rancangan biaya yang sangat membingungkan, tetapi tampaknya tidak lagi.

Presiden Joko “Jokowi” Widodo (hanya beberapa minggu setelah disumpah untuk masa jabatan kedua dan terakhir pada Oktober lalu) mengumumkan niatnya untuk melarikan diri dari polusi, banjir, dan kemacetan lalu lintas di Jakarta, yang bangunan kolonialnya yang berusia berabad-abad masih berdiri di ujung utara dekat pelabuhan lama, dan membuat ibu kota baru di tanah kosong di Kalimantan.

Baca Juga: Festival Grebeg Sudiro, Tradisi Perayaan Imlek yang Dilarang Era Suharto

Namun, tidak seperti presiden sebelumnya, Jokowi memiliki sesuatu untuk mendukung taruhannya: uang. Presiden Indonesia itu mengakhiri kunjungan selama dua hari ke Uni Emirat Arab, di mana ia mendapatkan komitmen investasi sekitar US$23 miliar (Rp315 triliun), sebagian besar untuk proyek-proyek infrastruktur dan energi di seluruh negeri, dan sisanya untuk ibu kota barunya di Kalimantan Timur.

Pada Jumat (17/1), Luhut Pandjaitan, Menteri Koordinator Kelautan dan Investasi, mengatakan SoftBank Group Jepang telah menawarkan untuk berinvestasi Rp400-500 triliun di ibu kota baru Indonesia. Dia mengatakan akan bertemu CEO SoftBank dan pendiri Masayoshi Son di Davos dan Tokyo sebelum Jokowi membuat keputusan pada Februari.

Jokowi juga dilaporkan mengundang Putra Mahkota UEA Sheikh Mohammed bin Zayed dari Abu Dhabi dan Tony Blair, mantan Perdana Menteri Inggris, untuk memimpin komite pengawas untuk proyek ibu kota baru.

Ibu kota baru Indonesia ini diharapkan akan dipenuhi dengan taman, fasilitas modern seperti rumah sakit, lembaga pendidikan, dan sistem transportasi yang ramah lingkungan.

Mimpi besar, uang besar. Jadi, apakah mimpi berusia puluhan tahun ini benar-benar akan jadi kenyataan?

Akankah UEA dan Jepang Bantu Jokowi Wujudkan Ibu Kota Baru Indonesia?

Kemacetan lalu lintas di pusat kota Jakarta. (Foto pendukung artikel Ibu Kota Baru Indonesia: UEA dan Jepang Bantu Jokowi Wujudkan?: Pichayada Promchertchoo)

Baca Juga: PDIP Sebut Tak Ada Intervensi Yasonna Laoly dalam Kasus Harun Masiku

Analis Philips J. Vermonte mengatakan ibu kota itu akan terwujud, tetapi ada dua masalah yang menonjol.

“Pertama, memindahkan ibu kota adalah kebijakan jangka panjang, dan tidak akan selesai dalam beberapa tahun,” ujar Vermonte, Direktur Eksekutif Pusat Studi Strategis dan Internasional di Jakarta, kepada South China Morning Post.

“Karena itu, diperlukan dukungan politik, yaitu undang-undang yang akan memastikan ibu kota akan terus didukung bahkan setelah Presiden Jokowi mengakhiri masa jabatan keduanya pada 2024. Presiden selanjutnya akan diminta untuk melanjutkan program tersebut. Saat ini, undang-undang semacam itu tidak ada,” katanya.

“Kedua, kurangnya konsultasi publik. Ini tidak hanya akan melibatkan banyak dana, namun juga dampak lingkungan bagi penduduk setempat, dan masalah publik lainnya,” imbuh Vermonte. “Kalau tidak, ibu kota baru akan mengulangi masalah yang sama di Jakarta.”

Sementara itu, Jakarta memiliki banyak masalah. Pertama kali dikunjungi oleh para pedagang Belanda di abad ke-16, ibu kota modern itu (yang sebelumnya dikenal sebagai Batavia) adalah kota yang sibuk dengan lalu lintas padat, polusi, dan banjir di setiap musim hujan. Terletak di ujung bawah cekungan sungai besar, Jakarta tenggelam hampir dua sentimeter per tahun dan, bahkan menurut salah satu perkiraan, sebagian Jakarta akan tenggelam pada 2050.

Dilaporkan, setidaknya 66 orang dilaporkan tewas dalam banjir baru-baru ini di Jakarta dan kota-kota satelit di provinsi Jawa Barat dan Banten, di mana lebih dari 25 juta orang tinggal.

“Memiliki ibu kota di Kalimantan adalah ide yang bagus. Namun, saya tidak yakin itu akan meningkatkan kondisi Jakarta,” ujar Budi Lim, arsitek dan desainer terkemuka Indonesia, yang dikutip South China Morning Post.

“Jika pemindahan ibu kota ini memiliki visi yang baik, tidak apa-apa. Namun, menurut saya itu bukan cara untuk memperbaiki Jakarta. Jika mereka ingin menyebarkan pembangunan, maka Kalimantan bagus. Kita harus mendistribusikan pembangunan ke seluruh Indonesia,” lanjutnya.

Di masa lalu, pemindahan ibu kota ke pusat kepulauan Indonesia, Kalimantan, dianggap sebagai kebodohan. Rencana yang diajukan oleh mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk merelokasi ibu kota ke Jawa Barat tidak berhasil, khususnya setelah spekulasi media bahwa tanah yang dituju dimiliki oleh keluarga Aburizal Bakrie, politisi dan taipan bisnis.

Namun Jokowi, yang berada di puncak kekuasaan politiknya, memilih lokasi yang akan membuat pembangunan di negara itu merata.

Namun, keputusannya telah menuai beberapa kritik.

“Itu terjadi begitu cepat,” ucap Mohammad Danisworo, perencana kota terkemuka yang telah berkonsultasi dengan lima Gubernur Jakarta masa lalu, kepada South China Morning Post. “Kita bisa berdebat tanpa henti tentang itu. Saya menentang gagasan itu karena kita secara historis tidak dapat dipisahkan dari Jakarta. Tapi itu keputusan politik.”

Memang, Jakarta telah menjadi ibu kota politik, sosial, budaya, dan hiburan Indonesia selama beberapa dekade, dan itu tidak akan berubah meski alamat pemerintah nasional berubah.

“Jadi, pindahkan keluarga kita? Pindahkan hidup kita? Jika ibu kota dipindahkan, kita harus ada di sana dan keluarga juga harus ada di sana. Ini akan menjadi masalah sosial yang serius,” imbuh Danisworo. “Ini jauh, jauh lebih serius. Ada banyak pertanyaan yang belum terjawab.”

Penerjemah: Nur Hidayati

Editor: Aziza Fanny Larasati

Keterangan foto utama: Putra mahkota Uni Emirat Arab Sheikh Mohammed bin Zayed Al Nahyan dan Presiden Indonesia Joko “Jokowi” Widodo berjalan bersama saat mengamati pasukan kehormatan selama pertemuan di Istana Bogor, Jawa Barat, Indonesia, Rabu, 24 Juli 2019. (Foto pendukung artikel Ibu Kota Baru Indonesia: UEA dan Jepang Bantu Jokowi Wujudkan?: Reuters/Pool/Dita Alangkara)

Ibu Kota Baru Indonesia: UEA dan Jepang Bantu Jokowi Wujudkan?

BERLANGGANAN

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top