Perang China-Taiwan
Asia

Akankah COVID-19 Sulut Perang antara China-Taiwan?

Bendera China dan Taiwan saling berdesak-desakan selama sebuah demonstrasi menyerukan penyatuan kembali dengan damai, beberapa hari sebelum upacara peresmian Presiden terpilih Tsai Ing-wen, di Taipei. (Foto: Thomson Reuters)
Berita Internasional > Akankah COVID-19 Sulut Perang antara China-Taiwan?

Akankah pandemi COVID-19 menjadi peluang untuk pemulihan hubungan lintas selat China-Taiwan, atau justru memicu perang China-Taiwan?

Hubungan China-Taiwan yang buruk telah diperparah oleh pandemi COVID-19 karena ketidakpercayaan lintas selat telah menyebabkan perselisihan dalam penanganan krisis. Dengan pemerintah Taiwan dan China tidak dapat saling menyetujui prosedur evakuasi, ratusan warga Taiwan masih terdampar di Wuhan, kota pusat wabah di China daratan.

Sebagai konsekuensi dari permulaan krisis infeksi virus corona baru dan penyebaran gangguan yang disebabkannya, ketegangan di Selat Taiwan telah meningkat sejak saat itu. Pandemi mematikan tersebut saat ini tidak hanya melemahkan upaya memerangi virus, menurut analisis Kent Wang dari The National Interest, tetapi juga menyulut kegelisahan di Selat Taiwan.

Baca juga: Kerugian di Negara Pasifik Palau akibat Sengketa China-Taiwan

Akankah wabah menghadirkan peluang untuk meningkatkan pemulihan hubungan antara China-Taiwan atau justru menjadi momen konfrontasi?

Sekarang ketegangan akibat pandemi COVID-19 menyeret China-Taiwan ke arah konflik. Ketidaksepakatan atas pemulangan warga Taiwan dari pusat wabah mematikan sedang memupuk tekanan pada hubungan yang sudah tegang di Selat Taiwan. Menurut para analis, kegagalan untuk menyelesaikan perselisihan tersebut dapat mengubah kebuntuan menjadi konfrontasi.

Menentang China, Angkatan Laut Amerika Kirim 2 Kapal Melalui Selat Taiwan

Kapal perusak Angkatan Laut AS, USS Stockdale, adalah salah satu kapal yang berlayar melalui Selat Taiwan. (Foto: Angkatan Laut AS/James R Evans)

Sementara itu, Undang-Undang Taiwan Allies International Protection and Enhancement Initiative Act (TAIPEI Act) ditinjau oleh DPR AS pada 5 Maret 2020 ketika lebih banyak anggota parlemen Amerika Serikat menyuarakan dukungan mereka untuk pengakuan Taiwan sebagai negara berdaulat.

Ketegangan yang meningkat di selat kemungkinan menandakan turbulensi dan ketegangan antara kedua belah pihak, serta dapat menyebabkan pecahnya konflik militer di selat tersebut. Namun, skenario yang paling mengganggu telah muncul dengan pecahnya wabah. Dampak hubungan lintas selat yang disebabkan oleh pandemi telah melipatgandakan situasi di Selat Taiwan.

Amerika Serikat dan China juga meningkatkan duel militer mereka di dekat Taiwan dengan menerbangkan pesawat pengebom strategis di dekat pulau itu. Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) mengirim beberapa pesawat pengebom H-6 di dekat Taiwan pada awal Februari 2020, termasuk satu pesawat yang secara provokatif melintasi garis pemisah.

Tindakan itu mendorong militer Taiwan untuk mengerahkan jet tempur F-16 guna mencegat dan membuntuti pesawat pengebom itu. Taiwan tampaknya tidak bersedia tinggal diam di kawasan yang tengah mengalami eskalasi ketegangan.

Implikasi modernisasi militer China sangatlah besar. “Kaum konservatif telah lama memperingatkan, ambisi China jauh melampaui sekadar mengambil alih Taiwan,” tutur analis militer China Rick Fisher kepada The National Interest. “Apa yang akan berusaha dilakukan China kepada Taiwan hanyalah pola bagaimana akhirnya China akan mengancam setiap negara demokrasi lainnya.”

Tantangan yang ditimbulkan oleh ekspansi militer China memerlukan respons tipe Perang Dingin, karena ini merupakan salah satu upaya modernisasi militer paling ambisius dalam sejarah baru-baru ini. Pengembangan rudal, kapal perang, pesawat terbang, persenjataan ruang angkasa, dan kemampuan dunia maya China telah meningkat di bawah Presiden Xi Jinping.

Pengembangan militer China selama puluhan tahun sekarang menjadi ancaman bagi keamanan Taiwan tidak hanya di Indo-Pasifik, tetapi juga di seluruh dunia. Konsekuensi besar dari invasi China dapat muncul pada titik nyala ini.

Baca juga: Kurang Personel, Militer Taiwan Nyaris Tak Mampu Hadapi Agresi China

Baru-baru ini, China telah meningkatkan ketegangan untuk mengalihkan perhatian dari krisis COVID-19. Namun, kedua sisi Selat Taiwan masing-masing harus mengambil satu langkah konsesi, membangun rasa saling percaya.

Sikap Amerika Serikat, meskipun dengan semua persyaratan sebelumnya terpenuhi dan dengan demikian dapat memulai kembali konsultasi, mungkin masih belum dapat memastikan penyelesaian perjanjian baru. Namun demikian, hubungan lintas-selat merupakan tantangan dan peluang paling penting bagi keberlangsungan hidup Taiwan.

China memiliki persediaan hampir dua ribu rudal balistik dan lebih dari 750 pesawat tempur tepat di seberang Taiwan. Militer China terus memamerkan kekuatannya sebagai tanggapan atas penampilan ketiga oleh pasukan militer Amerika Serikat di kawasan itu dalam seminggu. Hubungan bilateral yang sengit juga mengambil dimensi militer yang mengkhawatirkan. Jika konflik di Selat Taiwan benar-benar pecah, tidak diragukan lagi dampaknya akan sangat menyakitkan.

Akan tetapi, pada saat China seharusnya membendung pandemi COVID-19 yang mematikan, pesawat pengebom PLA dan pesawat yang menyertainya secara singkat melintasi “garis tengah” di selat itu. Taiwan telah mengerahkan jet tempur setelah China meningkatkan jumlah penyeberangan pesawat tempur dan kapal perang di dekat Taiwan atau melalui selat, mendorong DPR AS dan kedutaan de facto Washington di Taiwan untuk melontarkan kekhawatiran.

Akankah situasi kali ini menjadi peluang untuk pemulihan hubungan lintas selat atau menjadi momen permusuhan? Pemerintah China dan Taiwan dapat saling menjalin perdamaian atas nama darurat kesehatan masyarakat, yang biasanya tidak mungkin dilakukan secara politis.

Hanya dengan kebijaksanaan dan keberanian lintas Selat Taiwan dan perhatian yang tepat dari Amerika Serikat (bahkan selama kesibukan penanganan pandemi COVID-19), krisis di Selat Taiwan dapat dicegah dan interaksi lintas selat yang damai dapat terus berlanjut, Kent Wang dari The National Interest menyimpulkan.

 

Penerjemah: Fadhila Eka Ratnasari

Editor: Aziza Larasati

Keterangan foto utama: Bendera China dan Taiwan saling berdesak-desakan selama sebuah demonstrasi menyerukan penyatuan kembali dengan damai, beberapa hari sebelum upacara peresmian Presiden terpilih Tsai Ing-wen, di Taipei. (Foto: Thomson Reuters)

Akankah COVID-19 Sulut Perang antara China-Taiwan?

BERLANGGANAN

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top