Militer Indonesia bersiap menjaga proses Pilpres 2019 tanggal 14 April silam di Jakarta. Instansi keamanan kini tengah berupaya menggagalkan dugaan rencana teror oleh kelompok militan lokal untuk meledakkan bom selama protes setelah hasil resmi KPU diumumkan. (Foto: Reuters)
Ancaman terorisme masih membayangi periode kedua Jokowi, di mana terorisme masih akan menjadi tantangan bagi Indonesia.Seiring periode kedua Jokowi terbentuk, seberapa cepat dan komprehensif pemerintahannya menyesuaikan dan menangani isu-isu terorisme dan ekstremisme kekerasan, kemungkinan akan menjadi salah satu bidang utama di mana kinerjanya akan dinilai.
Oleh: Prashanth Prameswaran (The Diplomat)
Selama akhir pekan, Presiden Indonesia Joko “Jokowi” Widodo secara resmi dilantik untuk kedua kalinya setelah kemenangannya pada pemilu awal tahun ini. Pelantikan dilakukan di tengah keamanan yang diperketat, dengan gelombang penahanan tersangka oleh petugas keamanan karena kecurigaan akan adanya plot teror. Atmosfer tersebut menguatkan kenyataan bahwa ancaman terorisme terus membayangi Indonesia bahkan seiring perhatian beralih pada periode kedua Jokowi.
Indonesia tidak asing dengan ancaman terorisme. Misalnya, pada tahun 2000-an, Jemaah Islamiyah (JI)—yang dianggap sebagai cabang al-Qaeda di Asia Tenggara—dianggap bertanggung jawab atas beberapa serangan teror paling mematikan di kawasan ini, termasuk bom Bali tahun 2002.
Ketakutan terorisme terus berlanjut di bawah periode Jokowi juga sejak ia pertama kali terpilih pada 2014. Selama periode pertama Jokowi, ancaman terorisme sekali lagi meningkat di Asia Tenggara di tengah kebangkitan ISIS dan kelompok terkait lainnya termasuk JI, di mana serangan terjadi di Jakarta pada Januari 2016 dan di Surabaya pada 2018.
Presiden Indonesia Joko Widodo (kanan) mengunjungi lokasi serangan bom di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS), di Surabaya, Indonesia, pada tanggal 13 Mei 2018. (Foto: Reuters/Beawiharta)
Walaupun pemerintah Indonesia telah berusaha melakukan berbagai langkah untuk mengatasi ancaman―termasuk penangkapan dan penumpasan militan, memperkuat alat hukum yang tersedia bagi pasukan keamanan untuk menangani tersangka yang dicurigai sebagai teroris dan simpatisan, meningkatkan perhatian pada upaya deradikalisasi, dan mempromosikan kerja sama regional dan subregional di bidang-bidang seperti berbagi intelijen―kekhawatiran masih tetap ada.
Seiring Jokowi diresmikan untuk memulai periode keduanya, ancaman terorisme masih membayangi Indonesia di tengah pertanyaan yang lebih luas tentang masa depan kebijakan dalam dan luar negeri. Awal bulan ini, Menkopolhukam Wiranto ditikam oleh tersangka yang diidentifikasi sebagai anggota kelompok pro-ISIS. Peristiwa ini memperkuat kerentanan negara terhadap ancaman di tingkat tertinggi. Selain itu, menjelang pelantikan Jokowi, pihak kepolisian menahan puluhan tersangka, sebagian karena dicurigai telah merencanakan aksi teror.
Ancaman terorisme kemungkinan akan tetap menjadi tantangan di periode kedua Jokowi. Di luar insiden individu atau periode ancaman yang meningkat, ada lebih banyak realitas abadi yang mendasari ancaman, termasuk kondisi di bagian lain di Asia Tenggara, di mana sel-sel teror dapat menginkubasi para pelaku tunggal dan simpatisan yang dapat melakukan serangan di Indonesia.
Selain itu, fakta bahwa ada banyak tantangan yang berlarut-larut untuk mengatasi ancaman di Indonesia―mulai dari kurangnya koordinasi antar-lembaga hingga masalah dengan pelatihan bagi petugas penjara―mempersulit untuk menghilangkan ancaman itu sepenuhnya dalam waktu dekat.
Yang pasti, terorisme hanyalah satu di antara banyak masalah yang harus dihadapi Jokowi di bidang keamanan, dan ancaman itu sendiri dapat diperkirakan akan berevolusi seperti yang telah terjadi sebelumnya juga. Meskipun demikian, seiring periode kedua Jokowi terbentuk, seberapa cepat dan komprehensif pemerintahannya menyesuaikan dan menangani isu-isu terorisme dan ekstremisme kekerasan, kemungkinan akan menjadi salah satu bidang utama di mana kinerjanya akan dinilai.
Prashanth Parameswaran adalah Editor Senior di The Diplomat yang berbasis di Washington, DC, di mana ia menghasilkan analisis tentang masalah-masalah politik dan keamanan Asia Tenggara, urusan pertahanan Asia, dan kebijakan luar negeri AS di Asia-Pasifik.
Keterangan foto utama: Militer Indonesia bersiap menjaga proses Pilpres 2019 tanggal 14 April silam di Jakarta. Instansi keamanan kini tengah berupaya menggagalkan dugaan rencana teror oleh kelompok militan lokal untuk meledakkan bom selama protes setelah hasil resmi KPU diumumkan. (Foto: Reuters)