Apakah Media Australia Bias Terhadap China?
Australia dan Oseania

Apakah Media Australia Bias Terhadap China?

Berita Internasional > Apakah Media Australia Bias Terhadap China?

Persaingan yang semakin ketat di sektor media Australia berkontribusi terhadap pelaporan sensasional tentang China.

Ketika Herald Sun yang berbasis di Melbourne menyebut virus corona baru sebagai “Virus China” yang menyebabkan “Pandemonium” dalam ilustrasi berita utamanya pada 29 Januari 2020, surat kabar itu langsung memicu protes dari komunitas Tionghoa Australia.

Dalam sepuluh hari, 74 ribu orang telah menandatangani petisi online, menuntut surat kabar itu meminta maaf atas “diskriminasi ras yang tidak dapat diterima.” Ini bisa menjadi contoh lain dari “posisi bias media (Australia)” seperti yang sebelumnya dikemukakan di kolom opini The Diplomat, yang juga menunjukkan, “pada 2019, citra China di outlet media Australia berubah menjadi semakin buruk.”

Penting untuk dicatat, tumbuhnya negativitas dalam liputan terkait China oleh media Australia bukanlah sesuatu yang baru: itu dimulai jauh sebelum 2019, dengan beberapa titik infleksi yang mencolok ketika kontroversi mengenai masalah terkait China menjadi sangat sensitif.

Baca Juga: KTT Virus Corona Pertama akan Digelar China dan ASEAN di Laos

Sentimen semacam itu masih hidup ketika investasi China di Australia mulai menjadi substansial dan sangat terkonsentrasi di sektor penambangannya mulai 2005. Kepentingan China kemudian bergeser ke sektor yang tidak kalah pentingnya, seperti lahan pertanian dan infrastruktur seperti pelabuhan dan jaringan listrik. Tuduhan niat buruk di balik kepemilikan China atas aset ekonomi dan keamanan Australia sering menjadi berita utama.

Mulai 2014, kecemasan seperti itu tidak lagi terbatas pada bisnis, tetapi menjadi relevan bagi semua orang. Sejak saat itu, warga negara China terus-menerus dipersalahkan karena mendorong harga properti mencapai rekor tertinggi dengan membeli rumah-rumah di Australia.

Bahkan, ini telah diakui sebagai pendorong utama di balik meningkatnya kekhawatiran atas investasi China di Australia, menurut jajak pendapat tahunan oleh Lowy Institute. Proporsi responden yang setuju pemerintah Australia “memungkinkan terlalu banyak investasi dari China” melonjak dari 56-57 persen yang konsisten antara 2010-2014 menjadi 72 persen pada 2018.

Pada 2019, ada peningkatan drastis dalam jumlah pemberitaan tentang China. Sebagai contoh, perusahaan pemantau media Streem menulis pada akhir September tahun lalu, “telah terjadi lonjakan tajam dalam pemberitaan tentang China” selama periode antara Januari 2018 dan Agustus 2019. Pada Agustus 2019, pemberitaan tentang China mencapai lebih dari dua kali lipat dari jumlah pemberitaan tentang China pada Agustus 2018.

Walaupun perang dagang AS-China dan kekacauan di Hong Kong sebagian besar berkontribusi pada lonjakan itu, yang mungkin terjadi di negara-negara lain juga, minat media Australia yang meningkat tentang China dalam rentang waktu yang lebih lama tentu merupakan bukti integrasi kedua negara.

Hubungan Australia-China, Terlambat untuk Diperbaiki?

Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne bersama Menteri Luar Negeri China Wang Yi mengatakan bahwa kedua negara akan segera “menyelesaikan” perbedaan. (Foto: Reuters/Athit Perawongmetha)

Baca Juga: Menhan AS: China Adalah Musuh Utama

Di sisi lain, menurut Dan Hu, dosen hubungan China-Australia di Beijing Foreign Studies University, meningkatnya negativitas dari pemberitaan yang berhubungan dengan China mencerminkan perbedaan pendapat yang semakin meningkat antara kedua negara mengenai masalah-masalah penting, dan meningkatnya kecemasan dan perdebatan Australia mengenai pilihan-pilihan kebijakannya dalam situasi global saat ini.

Pilihan judul, perspektif, dan presentasi yang semakin sensasional, dan pengecekan fakta yang tidak terlalu teliti, telah membuat khawatir tidak hanya konsumen berita tetapi juga sarjana media. Menurut Laporan Berita Digital 2019 Reuters Institute, 44 persen responden Australia berpendapat “media berita Australia memandang terlalu negatif terhadap suatu peristiwa, menempatkan Australia di tingkat tertinggi kedua di antara negara-negara maju, tepat di belakang Inggris (47 persen), dan di atas 38 negara dengan rata-rata 39 persen.

Inilah sebabnya mengapa tren berita “negatif” harus diperiksa, dengan latar belakang perubahan mendasar di sektor media Australia. Sejak lama, industri media Australia berada di bawah batasan kepemilikan silang dan didominasi oleh dua kelompok besar: News Corp dan Fairfax.

Ketika berita online dan media sosial bertambah dalam konsumsi berita Australia, seperti banyak negara lain, media tradisional telah menemukan, di samping persaingan sengit di antara mereka sendiri, mereka sekarang harus menangkis raksasa media sosial seperti Facebook dan Google, yang telah menjadi penerima manfaat terbesar dari iklan digital, serta outlet yang didanai publik seperti Australian Broadcasting Corporation (ABC).

Dengan latar belakang inilah, Undang-Undang Amandemen Penyiaran 2017 yang dilobi dengan susah payah akhirnya disahkan oleh pemerintah Turnbull pada akhir 2017. Mirip dengan apa yang terjadi di Amerika Serikat setelah FCC menghapuskan larangan kepemilikan silang, reformasi media Australia membuka pintu untuk akuisisi dan konsolidasi dan kemudian perombakan, reorganisasi, dan perampingan.

Seperti yang diakui dalam Laporan Berita Digital 2019, “Lanskap media Australia telah melalui 12 bulan (berakhir Januari 2019) pergolakan yang ditandai oleh pengambilalihan, penutupan, PHK.”

Selain itu, bahkan ABC yang didanai publik, di tengah kritik dari Koalisi Liberal pemerintah, dipangkas pendanaannya, yang berarti pekerjanya akan menghadapi PHK.

Sementara, perdebatan tentang reformasi media cenderung berfokus pada keragaman suara, sedikit perhatian telah diberikan kepada tekanan yang dirasakan oleh wartawan, kolumnis, editor, dan produsen di tengah ketidakpastian besar dari prospek karir mereka.

Kebutuhan mendesak untuk bertahan hidup di masa krisis ini telah menekan para jurnalis dan editor untuk memilih cerita dan judul yang lebih sensasional untuk menarik perhatian banyak orang.

 

Penerjemah: Nur Hidayati

Editor: Purnama Ayu Rizky

Keterangan foto utama: Ilustrasi media di Australia yang dicurigai bias terhadap China. (Foto: Istock)

Apakah Media Australia Bias Terhadap China?

BERLANGGANAN

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top