Presiden Rusia Vladimir Putin secara terbuka menyetujui “permintaan” Majelis Rendah Duma di Parlemen Rusia untuk mengeluarkan undang-undang yang memungkinkannya tetap menjadi presiden sampai 2036 jika para pemilih setuju. Banyak pengamat percaya ini adalah rencana Putin selama ini.
Film Hollywood Tequila Sunrise yang rilis pada 1988 mengisahkan karakter yang diperankan Mel Gibson yang menyesali kesulitannya untuk keluar dari bisnis kokain. Dia ingin berhenti tetapi tidak ada orang lain yang mendukungnya berhenti. Para pelanggannya sangat membutuhkan narkoba, kartel membutuhkan koneksinya, sementara mantan istrinya berharap bagian dari uang haram itu. Bahkan polisi berharap dia akan tetap berbisnis sehingga mereka dapat menangkapnya beserta pemasoknya. Berhenti, menurutnya, tidak sesederhana kelihatannya.
Presiden Rusia Vladimir Putin mungkin bisa mengilhami kisah itu. Dalam pidato tahunannya di hadapan Majelis Federal Rusia pada Januari 2020, ia mengusulkan perubahan konstitusional yang akan melemahkan kekuasaan presiden dan membatasi presiden mana pun untuk tidak lebih dari dua masa jabatan. Usulan Putin mengejutkan hampir semua orang di dalam dan di luar Rusia, memicu perombakan pemerintahnya, dan memulai spekulasi berminggu-minggu tentang tujuannya setelah masa jabatannya yang terbatas secara konstitusional berakhir pada 2024.
Apakah ia benar-benar akan mengakhiri masa kepresidenannya dalam empat tahun? Apakah dia berniat menjadi perdana menteri, ketua legislatif, atau kepala Dewan Negara yang baru diperkuat, dengan demikian terus mencengkeram kekuasaan dengan cara lain?
Jawaban awal Putin untuk pertanyaan-pertanyaan seperti itu sangat membingungkan. Dia memimpin sistem politik Putin-sentris yang tidak bisa berfungsi kecuali dia sendiri yang mengendalikannya. Meskipun demikian, masalah jangka panjang Rusia yakni kemandekan ekonomi, kekurangan pendidikan, dan penurunan demografis terbuka untuk perintah presiden dari atas ke bawah. Putin harus tahu, Rusia akan membutuhkan waktu puluhan tahun untuk mencapai tujuannya yang dinyatakan untuk mendapatkan kembali posisi yang diakui di antara negara-negara besar dan makmur di dunia. Putin harus berurusan dengan masalah suksesi jika dia ingin menempatkan Rusia pada jalur yang stabil menuju kesuksesan pasca-Putin.
Namun, menghadapi masalah suksesi itu sama sekali tidak mudah. Putin tentu tahu, menurut analisis George Beebe dari The National Interest, ia akan secara instan memicu perebutan kekuasaan jika dia menyebutkan niat pensiun atau menunjuk calon penggantinya. Dia juga memahami, menyatakan niat untuk tetap menjadi presiden abadi akan menimbulkan masalah yang berbeda.
“Akan sangat mengkhawatirkan untuk kembali ke situasi yang kita miliki pada pertengahan 1980-an ketika para pemimpin negara tetap berkuasa, satu per satu, sampai akhir hayat mereka dan meninggalkan jabatan tanpa memastikan kondisi yang diperlukan untuk transisi kekuasaan,” tegas Putin baru-baru ini dalam sebuah wawancara televisi nasional.
Dengan kekhawatiran seperti itu, mengapa ia tampaknya berubah arah minggu ini dan secara terbuka menyetujui “permintaan” Duma, ia mengesahkan undang-undang yang memungkinkannya untuk tetap menjadi presiden sampai 2036 jika pemilih menyetujui?
Banyak pengamat percaya, ini adalah rencananya selama ini. Sifat angkuhnya sebelumnya konon hanyalah cara yang cerdas untuk menguji seberapa banyak dukungan yang mungkin dimiliki Putin untuk menjalankan pembatasan konstitusional atas masa jabatannya. Lagipula, dia pasti tahu, bahkan mengisyaratkan pengunduran diri akan membuat banyak elit Rusia marah, yang telah lama mengandalkan dia untuk posisi mereka, kekayaan mereka, dan perlindungan mereka dari para saingan, serta akan mendorong sejumlah besar permohonan agar kekuasaannya tetap berlanjut.
Presiden Rusia Vladimir V. Putin bersama Menteri Luar Negeri Rusia Sergey V. Lavrov dan Menteri Pertahanan Rusia Sergei K. Shoigu di Kremlin pada hari Sabtu, 2 Februari 2019. (Foto: Alexei Nikolsky)
Namun, kemunculan faktor-faktor internasional baru yang berbahaya mungkin memainkan peran yang lebih penting dalam keputusan Putin untuk mengungkapkan niatnya secara langsung. Dalam beberapa minggu terakhir, Rusia telah berjalan kembali menuju ambang konflik militer langsung dengan Turki yang merupakan anggota NATO atas Suriah.
Sementara itu, ancaman wabah virus corona baru dengan cepat beralih dari momok menjadi kenyataan yang dapat mengguncang kemampuan perawatan kesehatan dan ekonomi Rusia yang bergantung pada ekspor energi. Stabilitas politik di Iran, China, Eropa, dan Amerika Serikat tampak kurang pasti ketika pemerintah negara-negara itu berjuang untuk mengendalikan virus, membatasi kerusakan ekonominya, dan mengelola ketakutan rakyat.
Arab Saudi dan Rusia telah berselisih atas produksi minyak karena resesi global menjulang dan persaingan untuk pasar energi semakin meningkat. Rusia sendiri telah mengeksploitasi perselisihan ini untuk membalas dendam atas sanksi Amerika terhadap pipa gas Nord Stream 2 dengan mendorong harga minyak turun dan merusak kemampuan industri minyak serpih AS untuk bersaing dengan produsen Rusia atas penjualan energi di Eropa.
Reaksi alami di saat-saat ketakutan yang meningkat adalah mencari keselamatan di tempat yang akrab, daripada menjelajah ke tempat-tempat baru yang belum teruji dan tidak dikenal. Para penguasa tidak lebih kebal terhadap impuls ini daripada rakyat yang mereka pimpin. Faktanya, Putin secara eksplisit mengutip epidemi penyakit COVID-19 yang sedang berlangsung dan runtuhnya perjanjian Rusia dengan OPEC baru-baru ini dalam menjelaskan kesediaannya untuk menyetujui pencabutan batas masa jabatannya sebagai presiden. Putin menegaskan, ini bukan waktu yang tepat untuk membahas kemungkinan transisi kepemimpinan di Rusia.
Beberapa minggu terakhir dari debat publik Rusia tentang perubahan konstitusi, manuver di balik layar di dalam lingkaran elit politiknya, serta krisis kesehatan dan ekonomi dunia yang berkembang pesat, telah memberi kita gambaran sekilas betapa sulitnya menemukan jalan keluar yang teratur dari bisnis kepresidenan Rusia, jika memang Putin serius dalam mengeksplorasi cara mengelola transisi. Sangatlah jelas, era Putin tidak akan berakhir dengan sukarela dalam waktu dekat. Kemungkinan, kiprahnya tidak akan memudar perlahan dalam gaya ala Hollywood.
Terdapat beberapa hal yang dapat diilhami Amerika Serikat dalam semua masalah ini. Pertama, sangatlah tidak bijaksana untuk mendasarkan kebijakan AS terhadap Rusia pada harapan kepemimpinan pasca-Putin yang lebih liberal akan berkembang di masa mendatang. Lebih penting lagi, Amerika harus menyadari, Kremlin semakin mengkhawatirkan pertemuan bahaya internal dan eksternal menjadi ancaman nyata bagi kepentingan Rusia, dan mungkin bahkan pada cengkeramannya sendiri atas kekuasaan. George Beebe dari The National Interest menyimpulkan, seperti yang diingatkan Presiden Rusia Vladimir Putin sendiri dalam memoarnya, seekor tikus paling rentan menyerang ketika merasa terpojok.
Penerjemah: Fadhila Eka Ratnasari
Editor: Purnama Ayu Rizky
Keterangan foto utama: Presiden Rusia Vladimir Putin. (Foto: Kremlin/Sputnik/Alexei Druzhinin)
Apakah Rencana Kepresidenan Putin yang Sebenarnya?