WHO
Asia

Beriklim Tropis, Apakah Asia Relatif Kebal dari COVID-19?

Berita Internasional > Beriklim Tropis, Apakah Asia Relatif Kebal dari COVID-19?

Negara-negara tropis di Asia memiliki lebih sedikit kasus dan kematian daripada negara-negara Barat yang dingin.

Ketika Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Panjaitan baru-baru ini mengangkat isu tentang iklim tropis menjadi pertahanan terbaik Indonesia terhadap penyebaran virus corona, para kritikus pemerintah menepuk jidat mereka.

Masalahnya, semua perhatian terfokus pada kurangnya tes, yang secara luas diyakini sebagai alasan mengapa jumlah kasus COVID-19 yang dikonfirmasi jauh lebih rendah daripada yang diperkirakan oleh pemodelan independen.

Mengklaim iklim mungkin merupakan faktor mitigasi mengarah pada kecurigaan pemerintah berusaha mencari cara untuk menutupi ukuran sebenarnya dari wabah.

Kabar buruk bagi pemerintahan yang kesulitan untuk menghadapi virus ini adalah bahkan para peneliti lokal percaya menghentikan pergerakan orang adalah faktor mitigasi yang lebih berpengaruh daripada cuaca panas Indonesia dan posisi geografisnya yang kebetulan berada di sepanjang garis khatulistiwa.

Baca Juga: COVID-19 Muluskan Partai Moon Jae-in Kuasai Legislatif

Namun, Luhut mengakui warga harus tetap mempraktikkan physical distancing dan langkah-langkah lain yang akan memperlambat penyebaran penyakit.

Menurut para ilmuwan, COVID-19 tumbuh subur dalam suhu 1-10 derajat Celcius, yang berarti musim panas di belahan bumi utara akan memperlambat laju transmisi. Setidaknya itulah harapan bagi banyak negara Eropa.

Di Asia Tenggara, hanya ada 12.434 kasus yang dikonfirmasi. Itu adalah jumlah yang sangat kecil dibandingkan dengan China, Italia, Spanyol, dan Amerika Serikat, dan hampir sama dengan Kanada, suatu negara yang memiliki 37,6 juta penduduk, dibandingkan dengan 622 juta di kawasan ini.

Kurangnya tes akan selalu dikutip sebagai alasan untuk jumlah yang relatif rendah ini. Jumlah itu mungkin valid, tetapi sekarang, tiga minggu setelah COVID-19 dinyatakan sebagai pandemi global, wilayah ini diperkirakan akan segera mengalami ledakan kasus yang mirip dengan Italia dan Spanyol, menurut John McBeth di Asia Times.

Secara kolektif, 10 negara ASEAN hanya mencatat sekitar 450 kasus harian baru. Kurva infeksi Thailand bahkan turun hampir konsisten setiap hari sejak pemerintah memberlakukan lockdown.

Dibandingkan dengan Italia, Spanyol, Jerman, dan Prancis yang relatif dingin, jumlah kasus telah melonjak drastis selama sebulan terakhir, infeksi baru meningkat 5.000-7.000 per hari dan kematian mencapai 2.000 di Prancis saja.

Beberapa pihak menghubungkan perbedaan ini dengan faktor cuaca. Studi oleh BKMG dan Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat UGM mengatakan lingkungan terbuka dengan suhu dan kelembaban yang lebih tinggi kurang cocok untuk penyebaran virus.

Memang, penelitian di luar negeri menunjukkan COVID-19 cenderung lebih stabil dalam kondisi yang lebih dingin dan lebih kering, dengan tingkat sinar ultraviolet yang lebih rendah. Apalagi, kondisi seperti itu juga dapat memiliki efek melemahkan sistem kekebalan dan membuat orang lebih rentan terhadap virus.

Namun, meski para peneliti menentukan kondisi iklim Indonesia mungkin kurang berisiko, mereka mengatakan lonjakan jumlah kasus sejak awal Maret menunjukkan mobilitas penduduk harus menjadi prioritas perhatian.

Sementara itu, para peneliti Universitas Harvard menyimpulkan, penelitian di berbagai daerah di China dan lima negara Asia lainnya menunjukkan, suhu dan kelembaban yang lebih tinggi “tidak akan serta merta menyebabkan penurunan jumlah kasus.”

Baca Juga: Sejarah Ungkap Sebab Pandemi Corona (COVID-19)

Peneliti dari London School of Hygiene & Tropical Medicine juga mencatat, jumlah infeksi Australia justru meningkat selama musim panas. “Musim panas berbulan-bulan tidak akan otomatis melindungi kita.”

Meski demikian, penelitian dari pandemi “Flu Spanyol” 1918-1919, yang menewaskan hingga satu juta orang, menemukan sinar matahari dan udara segar sangat membantu dalam menghentikan penyebaran penyakit dan mengurangi tingkat kematian di antara orang-orang yang telah terinfeksi.

Beberapa ahli virologi percaya, begitu vaksin telah ditemukan, kemungkinan sekitar satu tahun dari sekarang, COVID-19 akan menjadi musiman seperti influenza dan akhirnya memiliki pola penularan yang normal.

Dilansir dari situs web-nya, WHO menyatakan virus dapat menyebar di mana-mana, “termasuk daerah dengan cuaca panas dan lembab.”

 

Penerjemah: Nur Hidayati

Editor: Purnama Ayu Rizky

Keterangan foto utama: Ilustrasi wabah corona yang menyerang warga di Asia. (Foto: Nikkei Asian Review)

Beriklim Tropis, Apakah Asia Relatif Kebal dari COVID-19?

BERLANGGANAN

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top