Berita Politik Indonesia Hari Ini

Bikin Jalan Jokowi, UEA Rayu Indonesia Jalin Hubungan dengan Israel

Nama jalan “Presiden Joko Widodo” di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab. (Foto: Pensosbud KBRI Abu Dhabi)
Berita Internasional > Bikin Jalan Jokowi, UEA Rayu Indonesia Jalin Hubungan dengan Israel

Uni Emirat Arab (UEA) pekan lalu menandai dua peristiwa yang mencerminkan poros internasional barunya: kunjungan bersejarah oleh pejabat senior ke Israel, dan penggantian nama jalan terkemuka di Abu Dhabi dengan nama Presiden Indonesia Joko Widodo.

Pada Selasa (27/10), Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyambut para menteri ekonomi dan keuangan UEA, antara lain, yang merupakan bagian dari delegasi Teluk Arab pertama yang mengunjungi Tel Aviv. Kedua negara itu menandatangani empat perjanjian: satu tentang pembebasan visa (menjadikan UEA negara Arab pertama yang mencabut pembatasan visa bagi warga negara Israel), serta penerbangan, investasi, sains dan inovasi.

Baca Juga: Ogah Terjebak Konflik AS-China, Indonesia Berani Katakan ‘Tidak’

Kunjungan tersebut dilakukan hanya sehari setelah upacara peresmian untuk mengganti nama jalan utama di dekat Pusat Pameran Nasional Abu Dhabi (tempat pameran terbesar di Timur Tengah) menjadi “Jalan Presiden Joko Widodo”. Penggantian nama itu atas perintah Putra Mahkota Abu Dhabi Mohammed bin Zayed, pemimpin de facto UEA.

“Mohammed bin Zayed telah memberikan arahan untuk membangun dan menamai masjid di wilayah diplomatik dan mengganti nama Jalan Al Ma’arid dengan nama Presiden Indonesia Joko Widodo, sebagai pengakuan atas persahabatan dekat Presiden Jokowi dengan UEA dan perannya dalam memperkuat hubungan bilateral,” menurut kantor media pemerintah Abu Dhabi pada 20 Oktober, dikutip Nikkei Asia.

Bin Zayed, yang dijuluki orang paling berkuasa di Timur Tengah, juga terlihat berada di balik kesepakatan untuk menormalisasi hubungan UEA-Israel, yang ditandatangani di Gedung Putih bulan lalu.

Presiden Indonesia Joko “Jokowi” Widodo berbicara dengan putra mahkota Uni Emirat Arab Sheikh Mohammed bin Zayed Al Nahyan selama pertemuan di Istana Bogor, Jawa Barat, Indonesia, Rabu, 24 Juli 2019. (Foto: Reuters/Willy Kurniawan)

Baca Juga: Bikin Jalan Jokowi, UEA Rayu Indonesia Jalin Hubungan dengan Israel

Bahrain adalah salah satu penandatangan dokumen yang disebut Abraham Accords, yang menjadikannya negara Arab ketiga dan keempat yang menjalin hubungan penuh dengan Israel, setelah Mesir pada 1979 dan Yordania pada 1994.

Waktunya yang aneh mendorong beberapa politisi di Jakarta untuk segera menghubungkan dua peristiwa terpisah tersebut.

Sukamta, seorang anggota parlemen dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), berspekulasi bahwa penggantian nama jalan itu mungkin telah disarankan oleh Israel untuk membuat para pemimpin Indonesia (negara berpenduduk mayoritas Muslim terbesar di dunia) mendukung kesepakatan tersebut..

“Motifnya bisa berkisar dari mencoba membujuk Indonesia untuk tidak memprotes (pakta normalisasi hubungan) atau bahkan untuk membujuk Presiden Indonesia untuk bergabung,” ujar Sukamta kepada Nikkei Asia. “Bujukan seperti itu akan menjadi kekanak-kanakan bagi pihak UEA.”

Jakarta sejauh ini belum berbicara langsung menentang kesepakatan UEA-Israel, tidak seperti Turki, yang mempertimbangkan untuk menangguhkan hubungan diplomatik dengan negara Arab tersebut.

“Normalisasi hubungan UEA-Israel dan Bahrain-Israel tidak akan mengubah sikap Indonesia terhadap Palestina,” ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia Teuku Faizasyah bulan lalu. “Bagi Indonesia, penyelesaian masalah Palestina membutuhkan penghormatan terhadap resolusi Dewan Keamanan PBB yang relevan, termasuk pada solusi dua negara. Kami harus memastikan bahwa semua inisiatif untuk perdamaian tidak akan menggagalkannya.”

Abdulla Ahmed Al Saleh, Wakil Menteri Ekonomi UEA, telah menekankan kepentingan strategis hubungan ekonomi antara UEA dan Indonesia, yang mengindikasikan bahwa hubungan tersebut akan terus berkembang dengan pesat.

“Selama lebih dari 40 tahun nilai dan solidaritas yang sama, hubungan bilateral antara Uni Emirat Arab dan Republik Indonesia telah menyaksikan perkembangan yang luar biasa, terutama berkat pertukaran kunjungan resmi antara kedua negara,” tutur Al Saleh kepada Nikkei Asia.

Beberapa pengamat melihat kesepakatan UEA dan Bahrain dengan Israel sebagai langkah untuk melawan agresivitas Iran di kawasan tersebut.

Indonesia, sementara itu, bukan hanya pendukung setia Palestina, tetapi juga memiliki hubungan yang cukup baik dengan Iran.

Kevin O’Rourke, analis risiko politik di konsultan yang berbasis di Jakarta, Reformasi Weekly Service, mengatakan bahwa banyak orang Indonesia mengagumi dukungan Iran untuk Palestina.

Meskipun ada peningkatan sentimen terhadap Syiah di negara kepulauan itu dalam beberapa tahun terakhir, kebanyakan orang Indonesia (sebagian besar Sunni) “tahu sangat sedikit tentang Syiah dan karena itu tidak memiliki kewaspadaan terhadap Iran,” tutur O’Rourke.

“Indonesia, sebagai negara dengan mayoritas Muslim terbesar di dunia, negara ASEAN terbesar dan demokrasi yang dihormati, dapat menggunakan ‘soft power’ yang cukup besar dalam hubungan internasional,” tambah O’Rourke. “Karena itu, jangkauan UEA ke Israel membutuhkan upaya yang sesuai untuk mendapatkan dukungan Indonesia.”

Di bidang ekonomi, pembicaraan kemitraan juga telah intensif antara Indonesia dan UEA pada tahun lalu, sesuatu yang menurut pengamat diperlukan bagi Abu Dhabi untuk menenangkan Jakarta, yang juga perlu menyambut isyarat tersebut.

Yon Machmudi, kepala program pascasarjana di Timur Tengah dan studi Islam di Universitas Indonesia, mengatakan, seperti halnya Arab Saudi, UEA di bawah bin Zayed telah berusaha mengembangkan ekonominya di luar ketergantungannya pada minyak.

“Mereka juga berusaha mencari pasar baru. Dan Indonesia merupakan pasar potensial yang besar bagi mereka di sektor ekonomi yang luas,” ungkap Machmudi kepada Nikkei Asia. “Walau pembicaraan (ekonomi) Indonesia dengan Arab Saudi belum menunjukkan tanda-tanda (kemajuan), kesepakatan dengan UEA tampak lebih menjanjikan mengingat kecepatannya.”

Indonesia dan UEA menandatangani investasi dan kesepakatan bisnis senilai US$22,89 miliar, yang mencakup sektor-sektor seperti energi, petrokimia, pengembangan pelabuhan, dan telekomunikasi, selama kunjungan Jokowi ke Abu Dhabi pada Januari.

Pada bulan yang sama, Jakarta menunjuk bin Zayed, serta CEO SoftBank Masayoshi Son dan mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair, sebagai penasihat untuk proyek ibu kota baru senilai US$33 miliar di Indonesia, yang sekarang ditangguhkan karena pandemi virus corona.

Pada Juli, UEA menjadi negara pertama di mana Indonesia membuat koridor perjalanan untuk perjalanan bisnis penting selama pandemi. Indonesia juga telah menandatangani perjanjian tiga arah dengan G42 Healthcare UEA dan perusahaan farmasi milik negara China, Sinopharm, untuk pengadaan vaksin virus corona.

Juga, Otoritas Investasi Abu Dhabi telah menjadi “mitra diskusi” untuk dana kekayaan kedaulatan Indonesia yang direncanakan di bawah Otoritas Investasi Indonesia yang akan segera dibentuk, dengan target US$5 miliar sebagai modal awal.

Baca Juga: [Berita Foto] Intip Kunjungan PM Jepang Yoshihide Suga ke Indonesia-Vietnam

“Kami telah berdiskusi dengan ADIA, (yang) membantu kami sebagai mitra diskusi kami untuk menyiapkan dana kekayaan kedaulatan ini,” tutur Septian Hario Seto, Wakil Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, kepada Nikkei Asia. “Kami juga berdiskusi dengan mereka tentang potensi investasi.”

Mitra diskusi lainnya untuk dana tersebut termasuk US International Finance Corp. dan GIC Singapura, tambahnya.

James Swanston, kepala ekonom Timur Tengah di Capital Economics, mencatat bahwa UEA dan Indonesia jauh dari mitra tradisional. Pengiriman UEA ke Indonesia, katanya, kurang dari 1% dari keseluruhan ekspor barangnya tahun lalu, dan ekspor barang Indonesia ke UEA juga kurang dari 1% dari totalnya.

Dinamika yang berubah kemungkinan akan menguntungkan Indonesia, UEA, Bahrain, dan Israel, tetapi tidak menguntungkan Palestina.

“Solusi dua negara akan menjadi tidak populer, diambil alih oleh Amerika Serikat dan Israel dengan proyek Abraham Accords, yang mencoba untuk menormalisasi sambil mengabaikan solusi melalui organisasi seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa,” jelas Machmudi, dinukil dari Nikkei Asia. “Kemerdekaan Palestina akan semakin jauh dari kenyataan.”

 

Penerjemah dan editor: Aziza Larasati

Keterangan foto utama: Nama jalan “Presiden Joko Widodo” di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab. (Foto: Pensosbud KBRI Abu Dhabi)

Bikin Jalan Jokowi, UEA Rayu Indonesia Jalin Hubungan dengan Israel

BERLANGGANAN

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top