Catatan Politik Jokowi
Berita Politik Indonesia Hari Ini

Catatan Politik Jokowi Bisa Gagalkan Rencana Ekonominya

Dalam foto yang diambil pada 20 Oktober 2019, Presiden Indonesia Joko Widodo bereaksi terhadap wartawan, setelah pelantikan dan upacara pelantikan di gedung DPR di Jakarta. (Foto: Reuters)
Berita Internasional > Catatan Politik Jokowi Bisa Gagalkan Rencana Ekonominya

Catatan politik Jokowi dan langkah-langkah yang diambilnya di periode kedua mungkin bisa menggagalkan rencana ekonominya. Misalnya, Jokowi berfokus pada pembangunan ekonomi tapi melemahkan upaya pemberantasan korupsi. Akankah cita-cita ekonomi Jokowi tercapai?

Baca juga: Jokowi Wacanakan Hukuman Mati bagi Koruptor, Efektifkah?

Dua bulan memasuki periode keduanya, Presiden Joko “Jokowi” Widodo telah mengumumkan beberapa rencana besar ekonominya. Dia telah berjanji untuk mendorong legislasi besar tentang deregulasi dan meluncurkan sejumlah proyek infrastruktur baru.

Ini semua adalah bagian dari upayanya untuk menarik investasi asing, yang sebelumnya sempat memicu protes. Namun, dia mengatakan “tidak boleh ada yang alergi (dengan investasi asing)” dalam pidato setelah memenangkan pemilihan kembali.

Masih belum jelas apakah Jokowi dapat mengimplementasikan agenda ekonomi ini. Dia telah membangun kabinet yang beranggotakan 50 orang, termasuk wakil menteri, dari 10 partai politik. Kabinet ini terdiri dari kumpulan politisi veteran, termasuk beberapa yang memiliki latar belakang buruk, dan teknokrat yang lebih muda dan reformis.

Dilansir dari World Politics Review, Joshua Kurlantzick, peneliti senior Asia Tenggara di Council on Foreign Relations, berpendapat bahwa perpaduan yang rentan gesekan ini, dengan banyaknya anggota kabinet yang dekat dengan taipan yang kuat dan lebih tertarik pada kepentingan mereka sendiri daripada melihat reformasi nyata, dapat merusak rencana ekonominya.

Ketidaktertarikan Jokowi sendiri dalam reformasi politik paralel juga dapat menjadi rintangan, menghambat kemampuannya untuk menyelesaikan apa pun jika kemunduran demokrasi memangkas popularitasnya.

Walaupun Jokowi awalnya memposisikan dirinya sebagai pembaru ekonomi dan politik ketika ia mencalonkan diri sebagai presiden pada 2014, ia telah menunjukkan warna sejatinya setelah terpilih. Ia telah mengabaikan reformasi politik seperti memberantas korupsi, ia malah berfokus pada ekonomi Indonesia, lanjut Joshua Kurlantzick.

Dalam periode pertamanya, ia secara intens mencari investasi asing untuk membangun infrastruktur negara, terutama dari perusahaan-perusahaan China dan Jepang. Jokowi memangkas subsidi energi dan distorsi pasar lainnya, dan mendorong pengeluaran negara untuk program-program sosial, termasuk perawatan kesehatan dan “kartu pintar”, yang membantu pelajar memenuhi kebutuhan sekolahnya.

Kebijakan Jokowi telah memiliki efek nyata pada ekonomi, yang telah tumbuh lebih cepat di bawah kepresidenannya dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Thailand selama periode yang sama. Meskipun dia tidak memacu tingkat pertumbuhan tahunan 7 persen yang dia janjikan, dia telah membantu menurunkan inflasi. Fokusnya pada infrastruktur juga telah mewujudkan jalan, pelabuhan, dan bandara baru.

Dalam periode keduanya, Jokowi tampaknya memiliki rencana lebih besar untuk ekonomi. Dia berharap bahwa deregulasi peraturan ketenagakerjaan dan investasi yang baru akan meningkatkan investasi asing, mengurangi ketergantungan ekonomi pada sumber daya ekspor seperti minyak dan gas, mineral, dan minyak sawit, dan menciptakan lapangan kerja di negara dengan demografi yang menguntungkan. Indonesia saat ini menikmati “dividen demografis”, karena jumlah orang usia kerja berada pada titik yang tinggi, menunjukkan potensi besar untuk pertumbuhan ekonomi.

Untuk negara dengan populasi tertinggi keempat di dunia, Indonesia menarik investasi asing langsung yang relatif sedikit, menurut Joshua Kurlantzick. Jokowi baru-baru ini telah mendekati konglomerat Jepang Softbank serta investor terkemuka Emirat dan Saudi.

Joko Widodo saat peresmian jalan tol Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi di Sumatra Utara. (Foto: Bloomberg/Dimas Ardian)

Meski demikian, selama masa kepresidenannya, Indonesia telah gagal untuk mengambil keuntungan dari perlambatan ekonomi China dan ketidakstabilan yang disebabkan oleh perang dagang AS-China. Bahkan ketika beberapa perusahaan multinasional memindahkan operasi mereka dari China, mereka masih melewati Indonesia dan malah menuju ke Vietnam atau Thailand, sebagian karena birokrasi yang ada di Indonesia.

Baca juga: Pembangunan Infrastruktur Jokowi: Upaya Memikat Masyarakat Jilid II

Jokowi selalu cinta pada proyek-proyek infrastruktur, bahkan sejak ia menjabat sebagai Wali Kota Surakarta dan Gubernur Jakarta. Jadi, tidak mengherankan jika dia masih sangat berfokus pada infrastruktur pada masa jabatan keduanya.

Dia telah mengumumkan bahwa Indonesia akan menghabiskan sekitar US$455 miliar (Rp6,3 kuadriliun) untuk pembangunan infrastruktur secara keseluruhan selama lima tahun ke depan. Salah satu proyek besarnya adalah perluasan senilai US$40 miliar (Rp556 triliun) untuk jalur metro Jakarta, pengeluaran yang jauh lebih besar dari yang diperkirakan sebelumnya.

Mewujudkan megaproyek ini tidak akan mudah, tutur Joshua Kurlantzick. Kabinet Jokowi yang birokratis terdiri dari mantan saingannya, Prabowo Subianto, yang partainya memiliki hubungan dekat dengan oligarki yang mendapat manfaat dari monopoli; politisi konservatif, Airlangga Hartarto; dan banyak ‘dinosaurus’ politik Indonesia lainnya. Jokowi mungkin percaya dia membutuhkan mereka semua untuk membangun konsensus, menjalankan tradisi di dalam politik Indonesia, yakni untuk bekerja sama dengan saingan.

Namun, apakah dia benar-benar membutuhkan dukungan politik mereka untuk menyelesaikan sesuatu? Jokowi mungkin akan membuat marah para politisi ini, dan partai-partai mereka di legislatif, dengan reformasi yang benar-benar akan membuka ekonomi Indonesia. Bagaimanapun juga, deregulasi dan peningkatan investasi asing dapat merugikan monopoli yang dinikmati oleh para taipan lokal di beberapa industri.

Sementara itu, Jokowi juga telah menunjuk beberapa reformis di kabinetnya, seperti Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan pengusaha-pengusaha muda sukses seperti Menteri Pendidikan Nadiem Anwar Makarim. Namun, sebagian besar kementerian yang menyangkut ekonomi utama tidak dipimpipn oleh teknokrat atau reformis yang kredibel.

Dalam periode pertamanya, bahkan dengan kabinet yang agak lebih bersatu, Jokowi tampak enggan untuk secara jelas mengarahkan para menterinya pada banyak masalah. Itu bisa menjadi lebih buruk selama masa jabatan kedua, di mana kabinet penuh dengan kemunduran politik yang masih memegang kekuasaan besar di legislatif dan dapat dengan mudah menghentikan agenda ekonomi Jokowi, kata Joshua Kurlantzick, seperti yang dikutip dari World Politics Review.

Selain itu, yang akan menambah kesulitan Jokowi adalah caranya mengesampingkan beberapa generasi muda Indonesia yang akan menjadi sekutu alami bagi rencana reformasi ekonominya, dan yang telah menjadi bagian penting dari basis pemilihnya. Protes besar-besaran meletus di seluruh Indonesia pada September atas desakan DPR untuk mengesahkan sejumlah RUU kontroversial, termasuk RUU KPK dan RKUHP.

Jokowi telah menyampaikan pesan campuran pada RUU tersebut. Dia berdiam diri dan tidak percaya RUU KPK akan melemahkan komisi anti korupsi, dan mengesahkannya. Sedangkan RKUHP telah ia tunda beberapa bulan yang lalu. Namun, RKUHP akan dibahas lagi di legislatif pada awal 2020, dan masih ada kemungkinan Jokowi akan mengesahkan itu.

Jokowi juga berkontribusi terhadap penurunan demokrasi dengan cara lain, terutama dengan membiarkan angkatan bersenjata sekali lagi mengambil peran yang jauh lebih besar dalam masyarakat Indonesia. Jika Jokowi terus melemahkan hak-hak dan lembaga-lembaga demokratis, ia dapat memicu kemarahan rakyat yang lebih luas yang dapat merusak seluruh masa jabatan keduanya.

Meskipun sebagian besar protes telah mereda dalam beberapa bulan terakhir, banyak orang Indonesia masih marah. Sebuah jajak pendapat yang diambil awal tahun ini oleh Lembaga Survei Indonesia menemukan, jumlah orang Indonesia yang mengatakan mereka takut untuk mengungkapkan pendapat mereka naik hampir dua kali lipat sejak Jokowi menjabat pada 2014.

Baca juga: Dinasti Politik dan Candu Kekuasaan dari Masa ke Masa

Banyak investor asing, dan bahkan investor Indonesia yang bukan penguasa oligarki, akan melihat pelemahan KPK sebagai sinyal berbahaya. Bagi mereka, perjuangan Indonesia melawan korupsi sama sulitnya dengan infrastruktur yang buruk.

Menurut indeks Transparency International tentang persepsi korupsi di sektor publik, peringkat Indonesia lebih rendah dari China. Seperti yang telah ditegaskan Joshua Kurlantzick, dengan menargetkan KPK dengan rekam jejak yang terbukti, Jokowi mungkin telah mempersulit dirinya untuk menarik investasi asing yang ia inginkan dan untuk mencapai kemajuan ekonomi yang sangat ia dambakan untuk menjadi warisannya.

 

Penerjemah: Nur Hidayati

Editor: Aziza Fanny Larasati

Keterangan foto utama: Dalam foto yang diambil pada 20 Oktober 2019, Presiden Indonesia Joko Widodo bereaksi terhadap wartawan, setelah pelantikan dan upacara pelantikan di gedung DPR di Jakarta. (Foto: Reuters)

Catatan Politik Jokowi Bisa Gagalkan Rencana Ekonominya

BERLANGGANAN

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top