Pembatalan Presiden Filipina Rodrigo Duterte atas pakta strategis utama dengan Amerika Serikat telah membuka celah bagi infiltrasi China. Ratusan ribu warga China yang dipekerjakan di Filipina di sektor kasino online Philippine Offshore Gaming Operations (POGO) diduga telah disusupi oleh tentara dan spionase China.
Ketika Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengambil langkah untuk menyingkirkan pasukan Amerika Serikat dari tanah Filipina melalui pembatalan pakta pertahanan utama, Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) diam-diam bergerak masuk untuk mengambil tempat mereka. Keputusan Duterte baru-baru ini untuk membatalkan Perjanjian Pasukan Kunjungan (VFA) yang memungkinkan AS untuk merotasi pasukan dan menempatkan peralatan di negara itu, membuka jalan bagi China untuk memperkuat posisi strategisnya yang bersaing di negara itu.
Hal itu setidaknya menurut temuan awal investigasi terhadap kegiatan China yang terselubung dan terlarang, mulai dari spionase, pengawasan, hingga pencucian uang. Investigasi itu kini dipelopori oleh Senator Filipina Richard Gordon.
Penyelidikan tersebut telah mencakup pengawasan terhadap ratusan ribu warga China yang kini dipekerjakan di sektor kasino online yang sedang berkembang, yang dikenal lokal sebagai Philippine Offshore Gaming Operations (POGO). Banyak di antaranya terletak dekat kamp-kamp militer utama dan pangkalan-pangkalan strategis di ibu kota Filipina, Manila.
Gordon mengklaim, POGO telah disusupi oleh tentara PLA untuk pengumpulan intelijen dan kegiatan lainnya. Klaim itu divalidasi ketika dua anggota resmi PLA yang terkait dengan POGO ditangkap dalam insiden penembakan di Manila akhir Februari 2020.
Menurut laporan Asia Times, investigasi Senat Filipina telah mengungkapkan jaringan kusut korupsi resmi dan konspirasi yang telah memungkinkan warga China yang tak terhitung jumlahnya, termasuk dugaan antara 2.000-3.000 tentara PLA, untuk secara ilegal dan diam-diam tinggal di negara itu.
Di bawah skema yang disebut “pastillas” yang diungkapkan oleh pelapor (whistleblower) Allison “Alex” Chiong dari Biro Imigrasi Filipina (BI), warga negara China membayar sekitar 10.000 peso (US$200) sebagai “biaya layanan” untuk perlakuan khusus dan kemudahan masuk ke Filipina.
Sementara, sekitar US$40 dari biaya itu diberikan kepada petugas imigrasi, sisanya diduga tersebar di antara para pejabat senior dan para sekutu presiden lainnya yang mengawasi sindikat di Bandara Internasional Ninoy Aquino Manila.
Uang itu, menurut whistleblower, digulung di dalam selembar kertas obligasi, mirip dengan bagaimana permen susu Filipina “pastillas” dikemas. Menurut klaim investigasi, plot itu telah membuka jalan bagi disebut “misi imersi” China oleh para anggota PLA.
Kemarahan publik terhadap POGO baru-baru ini melonjak, dipicu oleh pengenaan larangan perjalanan pemerintah Duterte yang terlambat terhadap warga China di tengah wabah virus corona baru yang memulai penyebaran globalnya yang mematikan pada akhir Januari 2020.
Banyak pihak percaya, para pejabat bandel yang mengambil manfaat dari POGO dan impor pekerja ilegal China memainkan peran yang sangat besar dalam keputusan untuk mengizinkan ribuan warga China, termasuk dari Kota Wuhan yang merupakan pusat penyebaran wabah virus corona, untuk memasuki Filipina bahkan setelah China mengkarantina seluruh bagian Provinsi Hubei.
Presiden China Xi Jinping pada saat upacara penyambutan para pemimpin negara yang menghadiri Forum Sabuk dan Jalan di Aula Besar Rakyat di Beijing, China. (Foto:Nicolas Asfour/Pool via Reuters)
Senator Panfilo Lacson, ketua komite pertahanan dan keamanan nasional serta mantan kepala polisi, mengaku baru-baru ini menerima informasi dari badan-badan keamanan yang mengklaim bawa ribuan anggota PLA yang menyamar terlibat dalam “misi penyelaman” di negara itu. Mata-mata China konon beroperasi dengan kedok pekerja POGO.
“Komunitas intelijen Filipina harus mengerahkan upaya ekstra untuk mengumpulkan informasi dalam hal ini,” tutur Lacson baru-baru ini.
Lacson, Gordon, dan Pimpinan Minoritas Senat Franklin Drilon baru-baru ini memperingatkan, China bertujuan untuk mengambil keuntungan dari kekosongan keamanan terbaru yang terus berkembang akibat pencabutan oleh Departemen Luar Negeri Filipina baru-baru ini atas VFA dengan AS. Langkah itu dianggap telah merusak status hukum Perjanjian Pertahanan Bersama (MDT) 1951 kedua belah pihak.
Amerika Serikat dan Filipina menggelar ribuan aktivitas dan latihan militer bilateral setiap tahun, termasuk permainan perang yang mencakup latihan invasi terhadap pulau-pulau yang bertujuan mengirim sinyal kuat ke China di Laut Cina Selatan.
“Hal itu mungkin mengonfirmasi laporan yang belum divalidasi bahwa sejumlah besar anggota PLA sedang melakukan ‘misi imersi’ di beberapa bagian negara ini, meskipun alasannya masih belum jelas,” kata Lascon.
“Polisi dan komunitas intelijen tidak boleh kehilangan waktu dalam mengerahkan upaya serius untuk membuktikan PLA yang ditemukan menggunakan sumber independen dari pemerintah China, demi alasan yang jelas,” demikian sang senator memperingatkan.
Lascon juga mengklaim, 47 orang China baru-baru ini menyelundupkan US$446 juta ke Filipina dalam jangka waktu lima bulan terakhir. Para pencuci uang China membayar dan membuat koneksi dengan para pejabat Filipina yang korup.
Senator Gordon, yang sejak lama dianggap sebagai sekutu Duterte, telah memperingatkan pencucian uang berskala besar yang berjalan seiring dengan potensi penyusupan “simpatisan musuh” pasukan keamanan China.
“Masih ada toleransi. Saya tidak tahu dari mana asalnya,” keluh Gordon, menyiratkan Presiden Duterte yang ramah China itu ikut bertanggung jawab atas ancaman tersebut, menurut laporan media.
“Keributan dari apa yang kita lihat di sini, semua terjadi karena keputusan kebijakan untuk mengizinkan operasi judi di luar negeri di negara kita,” ujar Drilon, yang secara langsung menyalahkan pemerintah Duterte.
“Apa yang terjadi di negara kita tampaknya berakar pada keberadaan POGO yang dijalankan oleh China. Jika tidak ada POGO, semua aktivitas jahat ini tidak akan memiliki tujuan.”
Kekhawatiran akan aktivitas spionase China yang sistematis dipicu tahun lalu ketika netizen saling berbagi gambar yang menunjukkan kedekatan mencurigakan POGO yang dikelola China dengan badan keamanan dan penegak hukum di Manila.
Hal itu termasuk POGO yang terletak di dekat markas Angkatan Udara dan Angkatan Laut Filipina, markas besar Kepolisian Nasional Filipina di Camp Crame, dan Camp Aguinaldo yang menampung kantor Angkatan Darat dan Departemen Pertahanan Nasional Filipina.
“Ketika Anda sudah melihat banyak orang (di POGO), yang selalu ada di sana, sangat mudah bagi semua orang China itu untuk mengalihkan kegiatan mereka menjadi mata-mata,” tegas Menteri Pertahanan Filipina Delfin Lorenzana pada 2019.
“Mereka berada dekat dengan fasilitas militer,” ujarnya.
Penasihat Keamanan Nasional Filipina Hermogenes Esperon, sementara itu, melontarkan kekhawatiran tahun lalu atas masuknya ribuan orang China tidak berdokumen sebagai “ancaman” keamanan potensial, termasuk melalui kemungkinan kegiatan pengawasan dan spionase PLA.
“Anda juga akan mulai khawatir ketika seluruh bangunan, kondominium, dan menara hanya ditempati oleh satu negara, di mana Anda tidak akan dapat menjaga semua kegiatan mereka,” ujar penasihat keamanan nasional itu.
“Beberapa kegiatan yang tidak diinginkan bisa terjadi di sana, sehingga kita perlu mencegahnya.”
Asia Times mencatat, hingga kini masih belum jelas apakah pemerintahan pro-China Duterte akan melakukan tindakan konkret untuk mengatasi masalah dan ancaman terkenal ini.
“Dia (Duterte) memberi tahu saya, kami benar-benar membutuhkan dana dari operasi POGO itu,” tutur juru bicara kepresidenan Salvador Panelo di tengah seruan yang meningkat untuk penutupan POGO.
“Karena uang yang kami dapatkan dari sumber apa pun dari China adalah untuk pemerintah Filipina, sehingga pemerintah dapat menggunakannya dalam bentuk apa pun.”
Penerjemah: Fadhila Eka Ratnasari
Editor: Purnama Ayu Rizky
Keterangan foto utama: Pertemuan Presiden China Xi Jinping dengan Presiden Filipina Rodrigo Duterte di Manila, menghasilkan kesepakatan yang menggerakkan kedua negara menuju kerja sama yang lebih besar dalam pengembangan minyak dan gas. (Foto: Xinhua)
China Diam-Diam Isi Kekosongan Amerika Serikat di Filipina