Kegagalan Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk mendengarkan peringatan para pakar tentang pandemi virus corona (COVID-19) dan bertindak cepat telah menimbulkan efek domino yang kini membahayakan sebagian besar wilayah di Amerika Serikat.
Pada 6 Maret 2020, sekelompok ahli epidemiologi di Imperial College London, Inggris memberikan peringatan awal kepada gugus tugas corona Gedung Putih tentang proyeksi mengerikan untuk penyakit yang akan mereka publikasikan di Amerika Serikat.
Temuan para ilmuwan itu akan menimbulkan ketakutan melumpuhkan pada semua orang, kecuali yang paling tidak peduli. Mereka membandingkan virus corona (COVID-19), yang saat itu telah menyebar ke setidaknya 28 negara bagian di Amerika Serikat, dengan pandemi influenza pada 1918 yang menewaskan 50 juta orang di seluruh dunia.
Atas dasar pemodelan mereka, mereka memperhitungkan, jika tidak ada upaya yang dilakukan untuk menghentikan penyebaran penyakit corona, dalam beberapa minggu itu akan menginfeksi 81 persen populasi di Amerika Serikat. Virus corona baru akan merusak negara, menghancurkan sistem kesehatan, dan yang paling menyengsarakan akan menewaskan 2,2 juta orang di Amerika Serikat.
Kita tidak tahu pada titik apa angka yang menyeramkan itu disampaikan kepada Presiden AS Donald Trump. Apa yang kita ketahui, pada hari yang sama, 6 Maret 2020, Trump melakukan tur ke kantor-kantor lembaga pengendalian penyakit federal Centers for Disease Control and Prevention (CDC) di Kota Atlanta, Georgia.
Trump saat itu berada dalam suasana hati sangat bersemangat. Dia baru saja mendengar di Fox News, penghitungan terbaru kasus corona di Amerika Serikat adalah 240, dengan 11 kematian. Trump dan saluran televisi favoritnya itu memiliki interpretasi yang berpuas diri terhadap angka-angka itu. Menurut mereka, semuanya berjalan dengan baik dan benar-benar tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
“Pandemi ini akan berakhir,” seru Trump kepada wartawan. “Orang-orang harus tetap tenang. Saya bisa katakan: Tenang saja.”
Seorang reporter kemudian memintanya untuk menetapkan perkiraan terbaru pemerintahannya tentang bagaimana pandemi corona (COVID-19) akan berkembang di Amerika Serikat. Trump menjawab, “Kami tidak memiliki perkiraan, karena kami tidak tahu.”
‘Pandemi akan hilang begitu saja, seperti keajaiban’
Dilansir dari The Guardian, jawaban Trump itu adalah salah satu dari sedikit momen jujur selama tiga bulan terakhir dalam penanganannya terhadap krisis. Mereka memang tidak tahu. Sebenarnya mereka bagaikan berjalan dalam keadaan buta.
Pada 6 Maret, masih belum ada pengujian diagnostik yang efektif, sebagian disebabkan oleh kegagalan peluncuran tes COVID-19 oleh CDC. Hal itu sangat menghambat upaya untuk melacak penyebaran penyakit dengan harapan dapat membendung wabah sebelum membuat negara tersebut kewalahan.
“Siapa pun yang membutuhkan tes akan dites,” tegas Trump kepada awak media di Atlanta. “Mereka memiliki tes. Tesnya sangat bagus.”
Tesnya tentu saja tidak bagus, melainkan cacat kritis. Siapa pun yang membutuhkannya tidak akan mendapatkannya.
Dengan hampir tidak ada pengujian yang tersedia untuk menginformasikan percakapan publik, Trump bebas melepaskan “kemampuan alami” dirinya dalam menangani masalah, yang ia lakukan dengan pengabaian sepanjang minggu-minggu awal krisis.
Trump menggambarkan dirinya sebagai “presiden masa perang”, dengan pandemi COVID-19 sebagai musuh. Namun, Trump yang bersikeras mengejar instingnya sendiri dan mengutamakan “firasat” dalam memimpin bangsa dalam pertempuran daripada mengerahkan bukti ilmiah dan ilmu pengetahuan telah menjadi ciri khas tanggapannya terhadap pandemi sejauh ini.
Para pekerja distribusi makanan di Kota Washington, D.C., Amerika Serikat, Senin, 16 Maret 2020 berdiri berjauhan saat mendengarkan Wali Kota Muriel Bowser berpidato tentang tanggapan kota terhadap wabah penyakit virus corona (COVID-19). (Foto: Jacquelyn Martin/Associated Press)
Dari kasus pertama corona di Amerika Serikat yang dikonfirmasi di negara bagian Washington pada 20 Januari hingga Trump mengutip 2,2 juta kematian yang diproyeksikan ilmuwan Imperial College London untuk pertama kalinya minggu lalu, ia tetap mempertahankan optimisme terus-menerus. Trump meremehkan keparahan ancaman wabah, sebagian besar demi mengutamakan bursa saham New York.
“Semuanya sudah benar-benar di bawah kendali,” tegas Trump dua hari setelah kasus pertama dikonfirmasi dan sehari sebelum China mengunci Wuhan, kota berpenduduk 11 juta jiwa.
“Hanya ada lima orang, kami sudah cukup menghindarinya dari China,” kata Trump pada 30 Januari, ketika Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan keadaan darurat global.
“Wabah ini akan menghilang. Suatu hari, seperti keajaiban, semuanya akan hilang,” ujar Trump pada 27 Februari, ketika Amerika Serikat meratapi kematian pertama akibat infeksi virus corona baru.
Firasat Trump versus sains
Pada Selasa (31/3), ia akhirnya mengubah nada bica. Amerika, menurutnya, berada dalam “dua minggu yang sangat menyakitkan” dan setiap orang harus siap “menghadapi hari-hari sulit yang terbentang di depan.”
Pada saat itu, kebenaran pahit tidak bisa lagi dihindari. Dengan langkah menjaga jarak (social distancing) secara ketat, prediksi korban jiwa ilmuwan Imperial College London sebanyak 2,2 juta dapat dikurangi, tetapi dengan memperhitungkan, bahkan menurut para penasihat Trump sendiri, antara 100.000 dan 240.000 rakyat di Amerika Serikat masih mungkin akan mati karena corona.
Trump sekarang menyaksikan bencana kesehatan publik dengan proporsi yang menghancurkan. Sebanyak 245.573 kasus telah dikonfirmasi di seluruh negara bagian, dua kali lipat jumlah di Italia, negara tertinggi kedua di daftar global pandemi dari Universitas Johns Hopkins.
Lebih dari 6.000 orang telah meninggal dan kurvanya masih meningkat secara eksponensial. COVID-19/ virus novel corona SARS-Cov2 telah membuat berbagai rumah sakit menjadi kewalahan, seperti di New York, New Orleans, Detroit, dan meluncur menuju jantung basis pendukung Trump di wilayah tengah Amerika Serikat.
Persediaan peralatan medis penting di tingkat federal hampir kosong. Ventilator dan alat pelindung diri (APD) untuk staf medis di garda depan hampir menipis. Para dokter kini menyiapkan pelindung wajah improvisasi dari kantung plastik dan karet gelang untuk menyelamatkan nyawa mereka sendiri. Bahkan tes diagnostik corona, harapan paling kritis untuk mengatasi penyakit, tetap sulit diperoleh karena kekurangan alat usap dan vial telah mengguncang sistem perawatan kesehatan di Amerika Serikat dalam bulan ketiga krisis.
Ini adalah malapetaka yang diyakini banyak ilmuwan dan pakar darurat kesehatan masyarakat secara substansial dapat dihindari, jika saja Trump mendengarkan mereka.
“Wabah penyakit corona akan dianggap sebagai bencana kesehatan masyarakat terburuk di Amerika Serikat dalam satu abad,” tutur Eric Topol, profesor kedokteran molekuler di Scripps Research di San Diego.
“Akar penyebab bencananya adalah kurangnya kesiapan untuk memahami di mana, bagaimana, dan kapan penyakit itu menyebar.”
Jeremy Konyndyk, peneliti kebijakan senior di Center for Global Development yang memimpin respons pemerintah Amerika Serikat terhadap bencana internasional antara 2013 dan 2017, mengatakan perbedaan yang mencolok dalam hasil antara berbagai negara dalam hal penyakit dan kematian telah ditentukan bukan oleh pandemi virus corona (COVID-19) sendiri, tetapi seberapa serius pemerintah setiap negara mengambil risiko dan seberapa dini mereka bertindak.
“Untuk skor itu, kita gagal total,” keluh Konyndyk. “Anda dapat memiliki sistem terbaik di dunia, tetapi jika Anda membiarkan virus selama delapan minggu, virus itu akan memakan Anda hidup-hidup.”
Bagi Naomi Oreskes, profesor sejarah sains di Universitas Harvard, bencana yang terjadi telah memenuhi ketakutan terburuknya.
“Ketika kami pertama kali mendengar tentang virus corona baru, saya dan beberapa rekan saya khawatir Presiden Amerika Serikat Donald Trump tidak akan mengikuti saran ilmiah. Dia adalah orang yang menunjukkan sikap acuh tak acuh terhadap bukti ilmiah tentang perubahan iklim. jika dia bisa melakukan itu, selalu ada pertanyaan apakah dia akan menganggap serius ilmu pengetahuan apa pun.”
Oreskes memandang COVID-19 sebagai tantangan utama Trump. Apakah ia akan mengutamakan kehidupan ratusan ribu rakyat Amerika Serikat dengan mengatasi corona atau akankah ia meneladani buku pedoman Partai Republik dan menunjukkan permusuhan terhadap sains dan kepakaran, membatasi intervensi pemerintah dan memprioritaskan pasar uang?
“Ini adalah ujian apakah pemerintah Trump akan bertindak. Apa yang telah kita lihat adalah bagi orang-orang yang berkuasa di negara ini, ideologi mengalahkan ancaman nyata.”
‘Presiden gegabah, rakyat sekarat’
Sebuah stasiun di World Trade Center di Manhattan, Amerika Serikat yang biasanya ramai dan dipadati penumpang kini tampak relatif sepi pada Senin, 16 Maret 2020. Gubernur negara bagian itu telah melarang warga berkumpul dengan 50 orang atau lebih. (Foto: Gabriela Bhaskar/Bloomberg/Getty Images)
Ketua DPR AS Nancy Pelosi, politisi teratas Partai Demokrat di Kongres Amerika Serikat, mengambil langkah luar biasa pada Minggu (29/3) dengan secara langsung menuduh Trump “mengorbankan nyawa orang Amerika.” Tindakan Trump meremehkan keparahan virus corona sejak dini “berdampak mematikan”, katanya kepada CNN, demikian juga keterlambatan pengiriman peralatan medis ke tempat mereka dibutuhkan. “Saat presiden bertindak gegabah, orang-orang sekarat,” tegas Pelosi.
Itu adalah tuduhan yang sulit, bahkan menurut standar masa-masa hiperpartisan ini. Namun, semakin banyak ilmuwan dan pakar darurat kesehatan yang secara sementara menarik kesimpulan yang sama.
“Kita sekarang tahu akan ada lebih dari 100.000 kematian,” tutur Topol.
“Sebagian besar dari mereka akan meninggal secara tidak perlu karena kurangnya kesiapan Amerika Serikat. Sebagai seorang pemimpin, Trump harus menerima tanggung jawab, yang tentu saja tidak akan ia akui.”
Trump bukannya tidak diperingatkan. Setelah epidemi Ebola pada 2014, pemerintahan mantan Presiden AS Barack Obama sangat takut akan bahaya epidemi lain sehingga mereka menempatkan beberapa inovasi yang dirancang untuk mempersiapkan negara untuk menghadapi pandemi.
Konyndyk, yang berperan utama dalam menanggapi wabah Ebola, telah menyaksikan dengan kaget karena setiap elemen dari upaya itu telah ditanggalkan atau diabaikan oleh pemerintahan Trump. “Kami membentuk tim khusus untuk kesiapsiagaan pandemi di dewan keamanan nasional, mereka membongkar itu. Kami meninggalkan mereka buku pedoman yang sangat terperinci tentang langkah-langkah awal untuk mengelola situasi seperti ini, mereka mengabaikannya.”
‘Para ilmuwan paham risikonya, perlu tindakan mendesak’
Ketika virus corona baru pertama kali muncul, ada banyak peringatan dini. Alex Azar, Menteri Layanan Kesehatan dan Kemanusiaan Amerika Serikat, menyadari kebangkitan virus corona itu di China setidaknya pada 3 Januari.
Pada 5 Januari, para ilmuwan di Shanghai, China telah memperoleh genom virus lengkap dari pasien yang terinfeksi dan segera melaporkannya ke GenBank, pangkalan data pengurutan genetik dari US National Institutes of Health. Pada awal Februari, para ilmuwan menyadari, penyakit COVID-19 mudah ditularkan antar individu dan memiliki tingkat kematian yang relatif tinggi, terutama untuk orang yang berusia lanjut dan dengan kondisi kesehatan rentan.
“Itu sudah cukup bagi para ilmuwan untuk mengetahui virus corona baru berpotensi untuk menyebar jauh dan luas serta diperlukan tindakan mendesak,” tegas Konyndyk.
Pada saat yang sama, lembaga-lembaga intelijen AS menyampaikan peringatan mereka sendiri kepada Gedung Putih. Menurut The Washington Post, Azar mencoba beberapa kali untuk menyuarakan kekhawatiran, tetapi tidak bisa bertemu dengan Trump sampai 18 Januari, ketika yang ingin dibicarakan oleh presiden adalah vaping.
The Washington Post mengutip seorang pejabat AS yang menyebut sistem itu “mengkhawatirkan”. Pejabat itu mengatakan, “Donald Trump mungkin tidak mengharapkan ini, tetapi banyak orang lain di pemerintahan, mereka hanya tidak bisa membuatnya melakukan suatu tindakan tentang hal itu.”
Dengan kekuatan penuh dari komunitas ilmiah Amerika Serikat yang dimilikinya, Trump menunjuk individu-individu yang tidak dikenal karena kecakapan mereka dalam menangani pandemi untuk bertanggung jawab atas respons federal. Gugus tugas corona Gedung Putih dipimpin oleh Wakil Presiden AS Mike Pence, yang telah banyak dikritik karena penanganan wabah HIV 2015 ketika menjabat sebagai Gubernur Indiana.
Trump juga semakin mengandalkan menantunya Jared Kushner, yang tampil perdana di jumpa pers gugus tugas corona Gedung Putih pada Kamis (2/4). Politico melaporkan, Kushner, yang keahliannya di bidang real estate, pada gilirannya telah menghubungi ayah mertua saudaranya, yang setidaknya adalah seorang dokter, untuk mendapatkan nasihat tentang langkah memerangi pandemi.
‘Trump tidak sejalan dengan para pakar’
Donald Trump berbicara selama konferensi pers tentang wabah virus corona di Gedung Putih pada 29 Februari. (Foto: Reuters)
Kegagalan Trump untuk mendengarkan peringatan dan bertindak cepat atas virus corona telah menimbulkan efek domino yang sekarang membahayakan sebagian besar orang di Amerika Serikat. Apa yang dimulai sebagai ketidakmampuan untuk mendapatkan pengujian diagnostik yang dilakukan dalam skala besar telah berkembang menjadi mobilisasi pemerintah federal yang lamban, pengerahan Undang-Undang Produksi Pertahanan secara gagap untuk meminta kekuatan perusahaan, dan pendekatan yang hampir terpisah dan telah memungkinkan para gubernur negara bagian memimpin apa yang disebut Konyndyk sebagai kelahiran “anarki 50 negara bagian”.
Salah satu dari beberapa langkah proaktif yang diambil oleh Trump adalah memberlakukan larangan perjalanan parsial terhadap China dan Eropa. Para ilmuwan mengatakan, langkah itu hanya akan menunda penyebaran COVID-19 atau virus corona di Amerika Serikat, tetapi tidak pernah bisa menghentikannya. Sekali lagi, Trump tidak mendengarkan.
“Trump membandingkannya dengan tembok. Bangun tembok di sekitar China dan virusnya tidak akan datang ke AS. Dia tidak sejalan dengan semua pakar di sekitarnya,” kata Topol.
Akibatnya, Amerika kehilangan potensi awal untuk membendung virus dengan mengunci wilayah terdampak hebat seperti yang dilakukan China di Provinsi Hubei atau melalui pengujian besar-besaran untuk mengisolasi pasien infeksi seperti di Korea Selatan.
Tomas Pueyo, konsultan dari Universitas Stanford yang berbasis di California, telah menjabarkan secara mendetail seberapa cepat krisis corona akan menenggelamkan Amerika Serikat. Eksplorasinya yang pertama tentang subjek tersebut, permohonan berbasis data untuk menangani wabah penyakit ini secara serius di Medium pada awal Maret 2020 telah dibaca sebanyak 40 juta kali.
Pada Rabu (1/4), Pueyo menerbitkan penelitian terbarunya yang menunjukkan kurva kasus-kasus corona yang dikonfirmasi di Amerika Serikat meningkat lebih tajam daripada negara-negara lain di dunia.
Tiga minggu sebelumnya, Pueyo mengingatkan, AS memiliki kurang dari 1.000 kasus yang dikonfirmasi pada saat Trump memberi tahu dunia: “Tidak, saya tidak khawatir sama sekali. Kami telah melakukan pekerjaan dengan sangat baik.”
Sekarang jumlahnya hampir seperempat juta kasus. “Seperti inilah pertumbuhan eksponensial sebenarnya,” tegas Pueyo.
Setelah menghantam pusat-pusat kota kepadatan tinggi dengan pemerintahan setempat yang dikontrol Partai Demokrat, seperti San Francisco dan Seattle, kemudian New York dan New Jersey, dan sekarang Detroit, The Guardian mencatat, virus corona baru secara tak terelakkan bergerak ke negara-negara bagian pedesaan di selatan dan negara bagian di bagian tengah benua yang merupakan wilayah basis pendukung Trump.
Banyak negara-negara bagian tersebut mengikuti petunjuk yang ditetapkan oleh Trump dan Fox News dengan bersikap santai tentang ancaman wabah dan dengan lambat menempatkan kontrol jarak secara fisik. Florida, di bawah Gubernur Ron DeSantis dari Partai Republik telah menggemakan pendekatan Trump dan baru memberlakukan perintah tinggal di rumah di seluruh negara bagian pada Jumat (3/4), meskipun memiliki penghitungan kasus terkonfirmasi terbesar keenam di Amerika.
Negara bagian Georgia dan Mississippi bergegas mengikuti langkah tersebut. Beberapa negara bagian yang didominasi Partai Republik termasuk Oklahoma dan South Carolina masih tidak memiliki perintah tinggal di rumah di seluruh negara bagian.
Pueyo menunjukkan, para pemilih dari Partai Republik juga rentan karena mereka memiliki profil usia yang lebih lanjut daripada pemilih Demokrat. Penyebaran pandemi COVID-19 tidak mengenal perbedaan partai, tetapi cenderung menyerang orang lanjut usia.
Jadi, itu adalah salah satu paradoks besar pandemi Trump bahwa ia mungkin telah menempatkan banyak pendukungnya yang setia dalam bahaya besar. Menurut Konyndyk, “Trump telah membahayakan pendukungnya sendiri dengan mengirimkan pesan yang bertentangan dengan sains. Mereka juga percaya padanya.”
Penerjemah: Fadhila Eka Ratnasari
ditor: Purnama Ayu Rizky
Keterangan foto utama: Presiden AS Donald Trump dinilai lamban mengatasi penyebaran corona di negaranya. (Foto: AP Photo/Brynn Anderson)
Corona di Amerika Serikat: Trump Akhirnya Dengarkan Pakar Kesehatan