Pil Pahit Petugas Medis Indonesia: Perang Tanpa Senjata
Berita Politik Indonesia Hari Ini

Corona Indonesia: Cerita Tenaga Medis Menyabung Nyawa demi Pasien

Berita Internasional > Corona Indonesia: Cerita Tenaga Medis Menyabung Nyawa demi Pasien

Tujuh dokter meninggal, dan lebih dari 40 tenaga medis yang merawat pasien COVID-19 di Indonesia terinfeksi virus tersebut.

Sabtu (21/3), Dr Djoko Judodjoko (70) menghembuskan napas terakhirnya di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta. Pria yang punya penyakit bawaaan itu tak tertolong setelah positif mengidap COVID-19.

Dia adalah salah satu dari tujuh dokter nasional yang terinfeksi virus corona dan akhirnya meninggal, menurut Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Hingga berita ini diturunkan, lebih dari 40 petugas layanan kesehatan sedang dirawat karena terinfeksi COVID-19, tulis Channel News Asia.

Adik ipar Dr Judodjoko, Dr Pandu Riono berkicau, “Perpisahan dengan Koko. Maafkan saya karena tidak dapat mendorong pemerintah di bawah @jokowi untuk secara serius mengatasi pandemi COVID-19. Anda terinfeksi ketika sedang bertugas. Banyak petugas kesehatan telah terinfeksi dan pergi. (Alasan) kurangnya APD (alat pelindung diri) tidak dapat dimaafkan.”

Baca Juga: RS Darurat Corona Indonesia Siap Beroperasi Hari Ini

Merespons banyaknya kematian tenaga medis, sejumlah pihak mun makin deras mengkritik pemerintah.

“Tidak cukup untuk berbicara, kita perlu bertindak,” tulis pakar kesehatan masyarakat dari Universitas Indonesia.

“Ini bukan hanya angka, bukan hanya statistik. Ini adalah manusia,” kata Dr Riono.

Dalam wawancara lain dengan Channel News Asia, perawat Siswanto mengaku prihatin dengan kematian pekerja medis karena COVID-19.

“Saya khawatir … Pemerintah daerah harus menyediakan peralatan perlindungan pribadi lengkap bagi perawat,” katanya.

Dia bertugas di RS Gunung Jati Cirebon, Jawa Barat. Rumah sakit tersebut sejauh ini merawat dua pasien COVID-19, satu di antaranya meninggal sementara yang lain telah dipulangkan.

Di kota Malang, Jawa Timur, kepala penyakit tropis dan menular di Rumah Sakit Dr Saiful Anwar, berbagi pernyataan yang sama.

“Dokter dan perawat beresiko sangat tinggi tertular penyakit, jadi perlindungan, terutama APD perlu menjadi prioritas utama,” tutur Dr. Didi Candradikusuma.

Dalam wawancara sebelumnya, ia mengatakan, peralatan umum di rumah sakit seperti sarung tangan dan masker harus cukup untuk empat bulan ke depan. Namun, menurutnya kini ada kekurangan karena lonjakan mendadak pada kasus COVID-19.

“Jumlahnya tidak cukup karena permintaan tinggi dan kami kehabisan persediaan. Jadi sumbangan harus diberikan dalam bentuk APD atau peralatan medis bukan uang,” tambahnya.

Saat ini, RS Dr Saiful Anwar sedang menangani tiga pasien COVID-19.

Sementara itu, di Jakarta, RS rujukan Persahabatan telah menyerukan semua tim medis di seluruh Nusantara untuk ekstra waspada dan menjaga kesehatan pribadi, karena empat dokter yang dirawat di rumah sakit telah meninggal.

Pada Senin (23/3), direktur pelaksana Rumah Sakit Persahabatan Rita Rogayah berujar, “ara pasien adalah praktisi kesehatan profesional, jadi kami sebagai petugas kesehatan harus waspada.”

Dr Siti Pratiekauri, yang bekerja di rumah sakit rujukan COVID-19 Jakarta lainnya, RSPI Sulianti Saroso, mengatakan para profesional medis kewalahan, tetapi mereka mencoba untuk saling mendukung. Dia bertanggung jawab untuk melatih petugas kesehatan untuk menangani virus.

“Pemerintah harus mendukung kami dan memperhatikan kami.”

“Kami sangat senang orang-orang berpikir tentang kami dengan memberikan sumbangan, APD dan karangan bunga dengan kata-kata dorongan yang mendukung kami. Ini membuat mental kami kuat,” kata Dr. Pratiekauri.

Pada Senin (23/3), Presiden Joko Widodo mengirimkan belasungkawa kepada para pekerja medis yang telah meninggal dunia. Dia juga mengatakan, 300 juta rupiah (US$ 18.622) akan dicairkan sebagai uang kompensasi untuk setiap kematian petugas kesehatan. Ini akan diberikan di daerah yang telah mengumumkan keadaan darurat.

Ia juga mengumumkan, dokter spesialis, dokter umum, dokter gigi, bidan dan perawat, serta pekerja medis lainnya masing-masing akan diberikan insentif bulanan. Ini akan berkisar dari Rp5 juta-15 juta.

Di seluruh negeri, pada Rabu (25/3) tercatat kasus COVID-19 telah mencapai 709 kasus, dengan 58 kematian.

Kurangnya APD

Selain tujuh dokter, IDI juga mencatat, seorang dokter yang merupakan bagian dari gugus tugas COVID-19 regional telah meninggal karena serangan jantung dan kelelahan.

Asosiasi ini mencari penyebab semua kematian, dan menyoroti apa yang dikatakannya sebagai masalah yang lebih besar.

“Masalahnya saat ini adalah banyak rekan kami perlu diisolasi karena mereka telah melakukan kontak dengan pasien COVID-19 dan mengeluh tentang gejala (COVID-19).”

Corona Indonesia: Cerita Tenaga Medis Menyabung Nyawa demi Pasien

Petugas Otoritas Kesehatan Bandara bersiap untuk menyemprotkan cairan disinfektan di kabin pesawat Lion Air Boeing 737-800 di Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. (Foto: Jakarta Globe/Yudha Baskoro)

Baca Juga: Penyebaran Corona Indonesia, Kegiatan Agama Picu Kematian Tertinggi

Dr. Mohammad Adib Khumaidi, wakil ketua Asosiasi Medis Indonesia menuturkan, “Kami telah menerima laporan ini dari rekan-rekan di Jakarta, Surabaya dan Malang.”

Alasannya adalah kurangnya APD, tambahnya.

Selasa (24/3), pemerintah Jakarta mengindikasikan, setidaknya 44 petugas kesehatan di ibu kota telah terinfeksi COVID-19.

“Satu hal yang pasti, mengingat situasi saat ini, mereka (petugas kesehatan) tidak memiliki pilihan selain merawat pasien tanpa alat pelindung diri yang lengkap,” kata Dr. Khumaidi.

Dr Pratiekauri dari Sulianti Saroso menambahkan, “Kami kehabisan stok APD. Kami akan kehabisan persediaan minggu ini. Kami mencoba mendapatkannya dari sana-sini tetapi masalahnya, kami bersaing dengan rumah sakit lain.”

Senin (23/3), Indonesia telah menerima sejumlah bantuan APD dari China, dan sudah mulai mendistribusikannya di seluruh negeri, tetapi Dr Pratiekauri mengatakan itu tidak cukup.

“Kami telah menerima 1.500 pakaian hazmat tetapi itu akan hilang dalam lima hari,” katanya, seraya menambahkan, mereka terutama membutuhkan masker bedah, termometer, dan pelindung sepatu.

Dr Riono, saudara ipar almarhum Dr Judodjoko, mengatakan kurangnya APD adalah salah satu alasan mengapa pekerja medis kehilangan nyawa dalam pertempuran melawan COVID-19.

Tidak rawat pasien COVID-19 tapi terinfeksi

Dr Riono mengatakan Dr Judodjoko, pada kenyataannya ia tidak mengobati kasus COVID-19.

Dia berpendapat, setiap personel fasilitas kesehatan, termasuk dokter yang menjalankan praktik pribadi mereka sendiri, harus disiapkan untuk kemungkinan melayani orang yang sudah terinfeksi.

“Mereka seharusnya diberi APD. Banyak dokter yang tidak sadar, mereka mengira mereka menangani pasien normal yang mempunyai keluhan tetapi yang terjadi adalah mereka (pasien) menginfeksi para dokter.”

“Itu sebabnya dalam beberapa bulan pertama, banyak petugas kesehatan akan terinfeksi,” katanya.

Secara terpisah, seorang perawat yang bekerja di rumah sakit serupa dengan salah satu dokter yang meninggal, juga mengatakan dokter yang berusia 34 tahun itu tidak merawat pasien COVID-19.

Rumah sakit bertanya-tanya bagaimana dia bisa terinfeksi, kata perawat yang menolak disebutkan namanya.

Dr Riono mencatat, “Apa yang sekarang terjadi adalah banyak orang di Indonesia telah terinfeksi tetapi belum tahu karena ada alat tes yang terbatas. Hampir 800 orang dinyatakan positif di Indonesia.”

Pakar kesehatan masyarakat itu menambahkan, “Perlindungan terhadap petugas kesehatan adalah nomor satu. Jangan repot-repot memikirkan insentif, mereka tidak bekerja demi uang … mereka bekerja karena itu panggilan mereka.”

Dia mengatakan jika Indonesia memiliki masalah dengan pasokan APD, itu bisa mereka produksi di dalam negeri.

Rumah sakit Dr Moewardi di Solo mengatakan, mereka telah memproduksi jas hazmat sendiri selama beberapa hari terakhir karena mereka tidak dapat membelinya di mana pun.

Terlepas dari situasi yang sulit, Siswanto, seorang perawat mengatakan, ada sesuatu yang dapat dilakukan setiap orang.

“Masyarakat (pada umumnya) harus mengikuti peraturan pemerintah dan mematuhi untuk jaga jarak.”

 

Penerjemah: Desi Widiastuti

Editor: Purnama Ayu Rizky

Keterangan foto utama: Para tenaga medis di RS Slawi, tegal terpaksa mengenakan jas hujan sebagai ganti APD saat merawat pasien corona. (Foto: Radar Tegal)

Corona Indonesia: Cerita Tenaga Medis Menyabung Nyawa demi Pasien

BERLANGGANAN

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top