COVID-19
Berita Politik Indonesia Hari Ini

COVID-19 dan Dampaknya: Siapkah Indonesia?

Petugas pemadam kebakaran di Jakarta, Indonesia menyemprotkan cairan disinfektan sebagai upaya mengurangi penyebaran penyakit COVID-19. (Foto: Brisbane Times/Adi Weda)
Berita Internasional > COVID-19 dan Dampaknya: Siapkah Indonesia?

Wabah COVID-19 mendorong negara-negara di seluruh dunia ke arah yang belum dipetakan. Dengan semakin banyak negara menerapkan lockdown nasional, karantina rumah, dan tindakan pembatasan lainnya, krisis pangan dan keuangan global sekarang menjadi kemungkinan nyata. Apakah Indonesia siap untuk menavigasi tantangan sebesar itu?

Apakah akan ada cukup makanan? Indonesia adalah salah satu negara agraris terbesar di dunia, yang memproduksi lebih dari 31 juta ton beras tahun lalu. Ini masih belum cukup untuk memenuhi permintaan negara. Indonesia perlu mengimpor lebih banyak beras (terutama dari Thailand) untuk menutupi kekurangan makanan pokoknya, tulis Made Ayu Mariska dalam analisisnya di Eurasia Review.

Selama setiap kampanye pemilihan presiden, topik ketahanan pangan tak terhindarkan menjadi sorotan, dan janji selalu dibuat bahwa negara siap. Wabah COVID-19 akan menguji klaim ini hingga batasnya.

Ketahanan pangan

Keamanan pangan tidak hanya ditentukan oleh sumber daya pangan suatu negara, tetapi juga keterjangkauan, ketersediaan, serta kualitas dan keamanannya. Di Indonesia sendiri, kota-kotanya memiliki ketahanan pangan yang lebih kuat dibandingkan dengan daerah pedesaan.

Baca juga: Corona di Indonesia: Krisis Kesehatan dan Ekonomi Mulai Buat Kewalahan

Hingga hari ini, beberapa daerah di negara kepulauan ini masih memiliki indeks ketahanan pangan yang rendah termasuk sejumlah kabupaten di provinsi Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara Timur, Made Ayu Mariska mencatat.

Daerah-daerah ini sangat tergantung pada pasokan makanan dari daerah lain untuk memenuhi kebutuhan penghuninya, serta memiliki akses terbatas untuk mendapatkan air bersih. Selain itu, tingkat kemiskinan dalam populasi dan proporsi anak-anak yang kekurangan gizi juga relatif tinggi.

Dalam situasi normal, pemerintah dapat menyelesaikan masalah ini dengan mengimpor makanan dari negara-negara tetangga; namun selama wabah COVID-19 saat ini, telah terjadi gangguan pada rantai pasokan makanan. Negara-negara seperti Vietnam telah membatasi kuota ekspor mereka untuk mengamankan pasokan makanan mereka sendiri.

Indonesia (yang masih bergantung pada negara lain untuk memenuhi permintaan pangannya) harus lebih mandiri dan cepat, lanjut Made Ayu Mariska.

Menambah lebih banyak tekanan pada situasi, orang-orang di seluruh dunia panik membeli makanan dan kebutuhan sehari-hari, menyebabkan kelangkaan dan harga barang melonjak.

Pemerintah Indonesia telah memastikan bahwa ada lebih dari 1,6 juta ton beras diamankan di gudang Badan Urusan Logistik (BULOG) di seluruh negeri. Selain itu, musim panen diprediksi akan jatuh pada Maret-April 2020, dan itu akan menambah 5-7 juta ton pasokan.

Pemerintah menghitung bahwa itu seharusnya cukup sampai akhir semester pertama tahun ini, tetapi pertanyaan besarnya adalah, apa yang akan terjadi setelah itu?

Pandemi Corona

Panic buying di Indonesia yang terjadi setelah corona melanda negeri ini. (Foto: The Jakpost)

Mengapa Indonesia belum di-lockdown?

Menerapkan lockdown dan isolasi adalah langkah efektif untuk memperlambat penyebaran virus corona, yang telah terbukti jauh lebih berbahaya daripada flu musiman. Namun, ini bukan solusi instan yang akan mengekang jumlahnya menjadi nol dalam beberapa minggu. Dibutuhkan waktu dan komitmen untuk mengendalikan virus ini, dan (meskipun baik untuk kesehatan masyarakat) itu memiliki efek negatif pada ekonomi dan rantai pasokan makanan.

Presiden Joko Widodo telah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tetapi tidak secara ketat mengunci atau me-lockdown, dengan harapan dapat mempertahankan rantai pasokan makanan dan membatasi kerusakan pada ekonomi.

Ini adalah situasi yang sulit bagi pemerintah mengingat adanya kelemahan yang signifikan dalam setiap strategi, terutama karena Indonesia memiliki sumber daya yang terbatas dibandingkan dengan negara-negara paling maju, dan beberapa kelompok pasti akan lebih diuntungkan daripada yang lain.

Dampak yang tidak merata dari COVID-19

Sementara beberapa orang memiliki hak istimewa untuk memprioritaskan kesehatan mereka dengan mengkarantina diri mereka sendiri di rumah, yang lain tidak memiliki pilihan lain selain tetap bekerja untuk mencari nafkah, sementara juga menyediakan layanan dan produk penting bagi penduduk, Made Ayu Mariska memaparkan.

Karyawan supermarket termasuk di antara mereka yang berada dalam posisi rentan karena mereka akan lebih sering terpapar pada situasi di mana mereka dapat terinfeksi. Di Indonesia sendiri, lebih dari 40 dokter dan pekerja medis telah meninggal saat merawat pasien yang terinfeksi, karena negara tersebut kekurangan sumber daya untuk mengelola tekanan pada infrastruktur kesehatannya.

Peluang kenaikan harga makanan bahkan lebih mengkhawatirkan, mengingat kejatuhan ekonomi yang disebabkan oleh wabah tersebut. Untuk menguatkan negara yang menghadapi resesi global, pemerintah telah menyiapkan bantuan keuangan untuk meringankan ekonomi yang terpukul.

Kunci keberhasilan kebijakan mitigasi ekonomi ini (yang memungkinkan ekonomi berada dalam posisi yang kuat untuk pulih begitu krisis kesehatan pada akhirnya selesai) terletak pada rincian implementasinya.

Baca juga: Corona di Indonesia: Haruskah Australia Tawarkan Pinjaman Krisis?

Mereka yang paling berisiko dari wabah COVID-19 dan resesi tidak diragukan lagi adalah kelas pekerja. Ketika ekonomi hancur, orang-orang yang tidak memiliki hak istimewa untuk bekerja dari jarak jauh dan mereka yang mengandalkan pekerjaan non-formal berada pada risiko tertinggi.

Perusahaan-perusahaan yang kesulitan telah mulai memberhentikan karyawan, dan UKM yang gagal menyesuaikan diri dengan pasar yang didominasi e-commerce terancam kehilangan pendapatan seiring perilaku konsumen berubah, tutur Made Ayu Mariska.

Kelas pekerja yang paling bergantung pada atasan mereka dan pada sumber pendapatan tidak tetap akan menanggung beban terbesar dari resesi COVID-19 dan lingkungan makanan yang tidak stabil yang menyertainya.

Ketidakpercayaan terhadap Pemerintah Pusat

Wajar untuk mengatakan bahwa Indonesia berada dalam posisi rentan, mengingat kebijakan ad hoc pemerintah dan responsnya yang lambat dalam melindungi orang-orang ketika virus terdeteksi di negara ini.

Beberapa daerah bahkan tidak menaruh kepercayaan pada pemerintah pusat seiring mereka menerapkan lockdown lokal di daerah mereka, bertentangan dengan perintah Jakarta agar para pemimpin daerah tidak melakukannya.

Panic buying adalah tanda ketidakpercayaan lain bahwa tidak ada sumber daya yang cukup untuk membuat orang-orang melewati masa-masa sulit ini.

Kombinasi kekurangan pangan dan kejatuhan ekonomi memperburuk implikasi bagi negara. Resesi akan meningkatkan pengangguran yang akan mengarah pada tingkat kemiskinan yang lebih tinggi, Made Ayu Mariska menjelaskan.

Seiring orang-orang berjuang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka, angka kejahatan juga kemungkinan akan meningkat seiring beberapa orang menjadi lebih putus asa. Hilangnya kepercayaan yang radikal pada pemerintah juga bisa menyebabkan kerusuhan sipil berskala besar.

Opsi Indonesia

Ada beberapa langkah yang bisa diterapkan pemerintah untuk mengelola, mengendalikan, dan menangani dampak pandemi ini, tulis Made Ayu Mariska. Salah satunya adalah dengan memaksimalkan makanan pokok alternatif, seperti kentang dan jagung, untuk melengkapi beras untuk memperkuat ketahanan pangan.

Pemerintah juga harus meningkatkan langkah-langkah untuk melindungi karyawan yang terlibat dalam produksi, pemrosesan, dan distribusi makanan, baik untuk kesehatan mereka sendiri maupun orang lain, serta untuk mempertahankan rantai pasokan makanan dengan meningkatkan sterilisasi, menyediakan masker dan sarung tangan, dan memberikan kompensasi untuk pekerja yang mengambil cuti sakit.

Rincian penting lainnya adalah untuk memastikan bahwa bantuan keuangan, seperti Bantuan Langsung Tunai, menjangkau mereka yang paling membutuhkan.

Upaya awal dalam menyalurkan bantuan (baik makanan maupun uang tunai) telah melihat sedikit keberhasilan. Mengingat sumber daya pemerintah yang terbatas, mengoreksi rincian dengan cepat dan tepat akan menentukan bagaimana Indonesia dapat keluar dari krisis saat ini, Made Ayu Mariska menyimpulkan.

 

Penerjemah dan editor: Aziza Fanny Larasati

Keterangan foto utama: Petugas pemadam kebakaran di Jakarta, Indonesia menyemprotkan cairan disinfektan sebagai upaya mengurangi penyebaran penyakit COVID-19. (Foto: Brisbane Times/Adi Weda)

COVID-19 dan Dampaknya: Siapkah Indonesia?

BERLANGGANAN

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top