Dampak Serangan Agresif Diplomat China bagi Citra Global Negara
Asia

Dampak Serangan Agresif Diplomat China bagi Citra Global Negara

Presiden China Xi Jinping menyampaikan pidato di samping Kepala Eksekutif Makau yang akan lengser Fernando Chui, setelah kedatangan Xi di Bandar Udara Internasional Makau di Makau, China, Rabu, 18 Desember 2019, menjelang peringatan 20 tahun penyerahan kembali Makau dari Portugis. (Foto: Reuters/Jason Lee)
Berita Internasional > Dampak Serangan Agresif Diplomat China bagi Citra Global Negara

Munculnya “prajurit serigala” di jajaran diplomat China menandai pendekatan yang lebih agresif untuk mempromosikan narasi resmi negara. Para analis memperingatkan, hal ini kemungkinan akan merusak citra China bahkan jika karier mereka mendapat manfaat dari serangan agresif semacam itu.

Sesaat sebelum promosinya pada 2019 sebagai Kepala Departemen Informasi Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying menyesalkan kurangnya semangat juang di antara para diplomat China dalam mempromosikan narasi pilihan negara. Dia mengakui, China memiliki banyak masalah dalam menyampaikan pesannya di tengah meningkatnya persaingan dengan Amerika Serikat dan pengawasan terhadap ambisi global China di dunia yang semakin kacau.

Namun, bagi Hua, yang baru saja menyelesaikan kursus pelatihan empat bulan yang berfokus pada kebijakan dalam dan luar negeri Presiden China Xi Jinping di Central Party School, tidak adanya tindakan diplomat dan kurangnya perjuangan mereka adalah beberapa alasan yang dapat disalahkan.

Diterbitkan dalam sebuah artikel halaman depan pada Juli 2019 di Study Times (surat kabar utama sekolah partai), pandangan Hua menggemakan pesan utama yang telah ditegaskan oleh kepemimpinan dan para diplomat sejak awal 2019: kader-kader Partai Komunis harus mempersiapkan diri untuk “perjuangan jangka panjang” dan bersiaplah untuk berjuang sepanjang masa sulit.

Baca Juga: Diskriminasi dan Stigmatisasi Warga Afrika di China atas Virus Corona

Krisis COVID-19 jelas merupakan salah satu momen ujian. Pandemi tampaknya telah memberikan dukungan lebih lanjut kepada generasi muda diplomat China, yang banyak di antaranya sering menjadi semakin keras dan agresif, yang mengejutkan rekan-rekan mereka di luar negeri.

2020

Presiden China Xi Jinping, yang juga sekretaris jenderal Komite Pusat Partai Komunis dan ketua Komisi Militer Pusat, menyampaikan pidato saat upacara pembukaan program pelatihan untuk pejabat partai di Beijing, 3 September 2019. (Foto: Xinhua)

Menurut Zhao Tong, peneliti senior di Carnegie-Tsinghua Centre for Global Policy di Beijing, seruan berulang kali untuk semangat juang telah mendorong narasi nasional, inilah saatnya bagi China untuk menghadapi permusuhan yang diterima dari Barat.

“Dengan restu dari kepemimpinan puncak, sangat layak dan bermanfaat bagi para diplomat untuk mengubah diri mereka menjadi ‘prajurit serigala’,” tutur Zhao, merujuk pada film nasionalis populer. “Membela China dan melawan narasi Amerika Serikat menjadi hal yang benar secara politis.”

Dalam upaya untuk memperbaiki citranya yang tercoreng atas penanganan awal pecahnya COVID-19, Shi Jiangtao dari South China Morning Post berpendapat, pemerintah China telah memulai serangan propaganda agresif untuk menangkis tuduhan kesalahan atas penanganan pandemi.

Selain mengirim alat uji, masker, ventilator, dan pasokan medis lainnya ke 120 negara, China juga mengirimkan lebih dari 100 pakar kesehatan ke Italia, Serbia, Iran, Pakistan, Venezuela, dan beberapa negara Asia lainnya, menurut media pemerintah dan utusan terkemuka China untuk Washington Cui Tiankai.

John Seaman, peneliti di French Institute of International Relations, menuturkan kegagalan Eropa dan AS untuk mempersiapkan dan mengelola krisis akibat pandemi COVID-19 sejauh ini telah memberikan kesempatan bagi China untuk mempromosikan narasinya, menunjukkan bagaimana negara itu dapat memberlakukan langkah-langkah darurat secara paksa untuk mengatasi krisis sembari menimbulkan keraguan terhadap efektivitas penanganan pemerintah negara lain.

Rekan Hua, Zhao Lijian menyebabkan keributan diplomatik pada Maret 2020 ketika ia membagikan teori konspirasi bahwa tentara Amerika Serikat mungkin telah menyebarkan virus corona baru di Kota Wuhan, lantas diserang oleh Presiden AS Donald Trump karena menyebarkan gagasan itu.

Cui menjauhkan diri dari Zhao dan menampik klaim tak berdasar bahwa itu “gila”, dan hanya akan melukai hubungan yang sudah rusak antara kedua negara.

Menggarisbawahi ketidakpercayaan yang berakar mendalam dan antagonisme antara China dan Barat, para pejabat dan pakar Amerika dan Eropa telah memperingatkan, diplomasi medis China adalah upaya untuk mengambil keuntungan dari kerentanan mereka dan mengisi kekosongan kepemimpinan yang ditinggalkan oleh AS.

Diplomat-diplomat China di seluruh dunia berusaha dengan kuat menangkis setiap kritik atas penanganan China terhadap wabah.

“China mengubah pandemi menjadi senjata geopolitik? Akankah prajurit memikirkan hadiah di tengah pertempuran sengit?” sindir Hua dalam sebuah unggahan di Twitter minggu lalu. “Yang kita pikirkan sekarang adalah menyelamatkan lebih banyak nyawa dan menyediakan lebih banyak bantuan.”

Para analis percaya, kebangkitan “prajurit serigala” dalam kepemimpinan diplomatik China menandai pergeseran dalam hubungan China dengan dunia, terutama hubungan cinta-benci dengan Amerika Serikat, ketika keseimbangan kekuasaan bergeser antara kedua belah pihak di tengah meningkatnya dukungan untuk politik populis anti-global.

Para diplomat China yang dipimpin oleh Menteri Luar Negeri China Wang Yi dan pendahulunya Yang Jiechi menjadi semakin tegas dalam beberapa tahun terakhir, terutama seiring negara itu bersikap defensif terhadap isu Laut China Selatan, Huawei, Xinjiang, dan Hong Kong.

“Tidak diragukan lagi diplomasi tegas, termasuk teori konspirasi untuk menyalahkan AS karena menyebarkan virus di China, telah mendapat persetujuan dari kepemimpinan,” menurut Yun Sun, peneliti senior di Stimson Center di Washington.

“Hal ini tercermin dalam fakta bahwa teori konspirasi semacam itu diperbolehkan di internet meskipun ada kontrol informasi yang ketat tentang COVID-19, serta fakta bahwa juru bicara kementerian luar negeri akan memerlukan otorisasi kepemimpinan untuk menulis seperti itu di Twitter. Saya pikir para diplomat dan para pemimpin saling memperkuat posisi satu sama lain.”

Zhao dari Carnegie-Tsinghua Centre for Global Policy juga menegaskan, pendekatan pengambilan keputusan dari atas ke bawah berarti para diplomat dan pihak lainnya di tingkat operasional memiliki insentif besar untuk “melangkah lebih jauh untuk mempromosikan garis pemikiran dan tindakan ini”.

Para diplomat senior “pasti tahu mereka menghancurkan citra internasional China, lebih daripada yang bisa dilakukan negara asing”, menurut Zhao.

“Lebih mungkin mereka memang memilih untuk tidak peduli, karena kinerja agresif mereka di panggung internasional akan memenangkan mereka kesuksesan karir yang lebih besar di dalam negeri, dalam sistem politik yang telah mengalami perubahan dramatis dalam beberapa tahun terakhir.”

Menurut analisis Shi Jiangtao dari South China Morning Post, para analis percaya ada perbedaan pendapat dalam kepemimpinan diplomatik antara pihak-pihak yang ingin mengadopsi sikap yang lebih agresif dan yang mendukung pendekatan yang lebih damai.

Baca Juga: AS Sibuk Tangani Pandemi, RUU Anti-China Macet di Washington

Namun, mereka memperingatkan ketika Xi mendominasi proses pengambilan keputusan yang tersentralisasi dan suara-suara moderat sebagian besar mengesampingkan apa yang digambarkan oleh Zhao Tong sebagai “siklus penguatan diri dapat muncul antara kepemimpinan yang percaya diri dan penasihat kebijakan yang tegas”.

Pang Zhongying, peneliti tamu senior di Singapore Institute of Southeast Asian Studies, memperingatkan yang disebut prajurit serigala telah melakukan kebalikan dari diplomasi.

“Itu tidak membantu China mewujudkan kepentingannya atau berteman di seluruh dunia. Sangat mengecewakan melihat para diplomat yang pengembangan karier dan pribadinya telah diuntungkan oleh tatanan dunia liberal sekarang mencoba membongkarnya. Ini adalah pukulan besar bagi tatanan multilateral yang ada dan citra global China,” pungkas Pang.

 

Penerjemah: Fadhila Eka Ratnasari

Editor: Aziza Fanny Larasati

Keterangan foto utama: Presiden China Xi Jinping menyampaikan pidato di samping Kepala Eksekutif Makau yang akan lengser Fernando Chui, setelah kedatangan Xi di Bandar Udara Internasional Makau di Makau, China, Rabu, 18 Desember 2019, menjelang peringatan 20 tahun penyerahan kembali Makau dari Portugis. (Foto: Reuters/Jason Lee)

Dampak Serangan Agresif Diplomat China bagi Citra Global Negara

BERLANGGANAN

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top