Densus 88
Politik Indonesia

Densus 88 Dikirim ke Papua, Tangan Australia Bersimbah Darah?

Para anggota unit anti-teror kepolisian Indonesia Densus 88 mengambil posisi saat bersiap melakukan serangan di Solo, Jawa Tengah tahun 2012. (Foto: AP)
Berita Internasional > Densus 88 Dikirim ke Papua, Tangan Australia Bersimbah Darah?
Advertisements

Detasemen Khusus (Densus) 88 dikabarkan akan dikerahkan ke Papua Barat. Seperti yang diketahui, Densus 88 dilatih oleh kepolisian federal Australia. Apakah itu artinya, jika Densus 88 melakukan pelanggaran HAM di Papua, tangan Australia ikut bersimbah darah?

Dua perwira militer Indonesia telah dibunuh oleh pejuang kemerdekaan di Papua, seiring kekerasan terus berkobar di provinsi paling timur Indonesia itu.

Tambahan 400 tentara telah dikerahkan ke wilayah tersebut, setelah Presiden Joko Widodo menyerukan tindakan keras, di mana pihak berwenang Indonesia menangkap pemimpin kemerdekaan Papua Victor Yeimo atas tuduhan mendalangi kerusuhan sipil, ABC News melaporkan.

Lebih dari 30 kelompok masyarakat sipil (termasuk Human Rights Watch dan Amnesty International) telah menyerukan pembebasan Yeimo, sementara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) mengatakan, beberapa anggotanya terbunuh dan desa-desa diserang oleh militer Indonesia dalam beberapa hari terakhir.

Baca juga: Densus 88 Siap Terjun Papua, Australia Merasa Ditelanjangi

Itu terjadi hanya beberapa minggu setelah pihak berwenang Indonesia secara resmi mencap pejuang kemerdekaan Papua dan anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM) sebagai teroris, label yang menurut para kritikus dapat memperburuk kekerasan dan pelanggaran HAM oleh pasukan keamanan di wilayah yang diperebutkan itu.

Menteri Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengatakan, label baru itu ditujukan untuk mereka yang mendorong pemisahan di provinsi Papua dan Papua Barat.

“Pemerintah melihat organisasi atau orang Papua yang melakukan kekerasan besar-besaran dapat dikategorikan sebagai teroris,” ujarnya, dikutip ABC News.

“Terorisme adalah setiap tindakan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk menciptakan suasana teror atau ketakutan yang meluas, yang dapat menimbulkan korban jiwa atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran,” tambahnya.

Undang-undang kontra-terorisme Indonesia memberi otoritas kekuatan yang ditingkatkan, termasuk menahan tersangka selama beberapa minggu tanpa dakwaan resmi.

Pemerintah dan militer Indonesia tidak menanggapi permintaan ABC News untuk informasi tentang jumlah pasukan di Papua Barat.

Bambang Soesatyo

Pemerintah melalui Kemenko Polhukam resmi melabeli KKB Papua sebagai daftar terduga teroris dan organisasi teroris (DTTOT). (Foto: Satgas Nemangkawi)

Bisakah pasukan terlatih Australia terlibat?

Penunjukan anggota Organisasi Papua Merdeka sebagai teroris (setelah mereka sebelumnya dicap sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata atau KKB oleh Indonesia) telah memungkinkan peningkatan penempatan pasukan elit kontra-terorisme yang dilatih oleh Australia ke wilayah yang diperebutkan.

Kombes Polri Ahmad Ramadhan mengatakan, unit yang disebut Densus 88 itu “pasti akan terlibat” dalam menangani kasus terorisme terhadap warga Papua.

Densus 88 menerima beberapa pelatihan dari Polisi Federal Australia (AFP), melalui fasilitas penegakan hukum gabungan Australia-Indonesia yang berbasis di Jakarta.

Fasilitas tersebut juga memberikan pelatihan kepada pasukan Kepolisian Republik Indonesia (Polri).

“AFP memberikan bantuan pembangunan kapasitas untuk mendukung Polri, termasuk Densus 88,” ujar seorang juru bicara AFP kepada ABC News.

“AFP memberikan program pelatihan dengan cara yang mencerminkan dan mendukung dukungan kuat Australia terhadap hak asasi manusia.”

Unit ini pernah mendapat kecaman di masa lalu oleh orang Papua, yang mengklaim bahwa mereka adalah “pasukan pembunuh” yang terlibat dalam penyiksaan dan pembunuhan di luar hukum di wilayah tersebut.

Jason MacLeod, pendiri kampanye Make West Papua Safe, mengatakan, dia “tidak menentang pelatihan” pasukan Indonesia oleh AFP, tetapi mengatakan, Australia perlu berbuat lebih banyak untuk memastikan anggota Densus 88 tidak melakukan kejahatan di wilayah yang diperebutkan.

Baca juga: Diciduk Densus 88, Ini Rekam Jejak Munarman

“Kami hanya perlu memperjelas bahwa pendanaan kami tidak memberikan kontribusi untuk memperburuk situasi hak asasi manusia, bahwa pejabat publik Australia, seperti petugas AFP, tidak melatih orang-orang yang terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia,” tegas MacLeod.

AFP mengatakan kepada ABC News, pihaknya tidak akan mengomentari penempatan Densus 88, karena itu “adalah masalah pihak berwenang Indonesia”.

Richard Chauvel, seorang peneliti di Universitas Melbourne dan ahli dalam hubungan Australia-Indonesia, mengatakan, masalah pelatihan pasukan Indonesia oleh Australia yang mungkin ditempatkan ke Papua, “sensitif di kedua pihak”.

“Baik para pemimpin Papua pro-kemerdekaan maupun kelompok pendukung mereka di Australia dan di tempat lain, telah mencoba berkampanye tentang masalah ini,” terang Dr Chauvel.

“Karena publisitas yang dihasilkan olehnya, itu merupakan masalah yang berpotensi memalukan bagi pemerintah Australia.”

‘Jumlah pasukan di luar kendali’

Kelompok HAM khawatir adanya penunjukan teroris (dan peningkatan aksi militer) akan menekan peluang negosiasi untuk mengakhiri permusuhan di bekas jajahan Belanda, yang mendeklarasikan kemerdekaan pada 1961.

Indonesia menguasai wilayah kaya mineral itu dua tahun kemudian, dengan janji mengadakan referendum kemerdekaan.

Para pendukung kemerdekaan Papua Barat sering mengklaim bahwa mereka dipaksa oleh pemungutan suara untuk mendukung tetap bersama Indonesia, karena hanya sedikit yang diizinkan untuk memberikan suara mereka.

Yuliana Langowuyo, seorang pengacara dan direktur Franciscan Justice, Peace and Integrity of Creation (KPKC) di Papua, khawatir label tersebut akan menyebabkan lebih banyak kekerasan.

“Ada banyak personel di sini di Papua. Dan sekarang setelah dicap teroris ini, akan ada pasukan baru yang datang, Detasemen Khusus 88,” terang Langowuyo, dikutip ABC News.

“Jumlah pasukan di luar kendali. Jika mereka berada di desa-desa terpencil, jika ada kekerasan terhadap warga sipil atau orang lain, itu sama sekali di luar kendali dan pengetahuan lembaga HAM, termasuk lembaga gereja seperti kami.”

Namun, Dr Chauvel tidak percaya label itu sendiri “akan mengubah sifat kekerasan”, yang terus meningkat sejak 2018. Tetapi dia mengatakan, itu berfungsi untuk lebih memperkuat aktivitas militer di provinsi Papua dan Papua Barat.

“Saya akan melihatnya lebih dalam hal melegitimasi operasi militer Indonesia,” sambung Dr Chauvel.

“Menyebut mereka teroris adalah perluasan dan pengerasan bahasa dari menyebut mereka KKB, atau kelompok kriminal bersenjata.”

Pasukan keamanan Indonesia telah bertahun-tahun dirundung oleh tuduhan pelanggaran HAM yang meluas terhadap penduduk etnis Melanesia di Papua, termasuk pembunuhan di luar hukum terhadap aktivis dan pengunjuk rasa damai, dalam upaya mereka untuk menghancurkan kelompok-kelompok bersenjata kemerdekaan.

Dalam beberapa pekan terakhir, pasukan keamanan meningkatkan operasi militer di distrik terpencil, di mana kelompok bersenjata membunuh tentara dan guru, serta membakar beberapa sekolah, dinukil dari ABC News.

 

Penerjemah: Desi Widiastuti

Editor: Aziza Larasati

Keterangan foto utama: Para anggota unit anti-teror kepolisian Indonesia Densus 88 mengambil posisi saat bersiap melakukan serangan di Solo, Jawa Tengah tahun 2012. (Foto: AP)

Densus 88 Dikirim ke Papua, Tangan Australia Bersimbah Darah?

BERLANGGANAN

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top