Kaum Garis Keras Iran
Opini

Dominasi Parlemen, Kaum Garis Keras Iran Siap Kendalikan Politik

Dari kiri: Juru bicara Organisasi Energi Atom Iran Behrouz Kamalvandi, juru bicara pemerintah Iran Ali Rabiei, dan Wakil Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi pada konferensi pers bersama di Teheran hari Minggu, 7 Juli 2019. (Foto: Getty Images/Agence France-Presse/Hamed Malekpour)
Berita Internasional > Dominasi Parlemen, Kaum Garis Keras Iran Siap Kendalikan Politik

Pemilu parlemen Iran bulan lalu adalah kemenangan besar bagi kaum garis keras Iran dan konservatif. Dibantu oleh tingkat partisipasi rendah dan diskualifikasi ribuan lawan mereka, mereka memenangkan 221 dari 290 kursi legislatif.

Sementara itu, para reformis dan moderat hanya mengambil 19 kursi, turun dari 121 kursi dalam pemilu 2016.

Hasil ini mengubah keseimbangan kekuasaan di Teheran, yang akan berdampak serius bagi kebijakan dalam dan luar negeri Iran.

“Pasukan” yang setia kepada Pemimpin Tertinggi Ali Khamenei itu sekarang berada dalam posisi terbaik untuk mengkonsolidasikan kekuasaan mereka atas lembaga-lembaga pemerintahan Iran.

Baca juga: Pemilu Iran: Reformis Putus Asa, Garis Keras Kembali Bangkit

Mereka kemungkinan juga akan memenangkan kursi kepresidenan pada 2021, ketika Hassan Rouhani (sentris yang pertama kali terpilih pada platform reformasi pada 2013), tidak dapat mencalonkan diri lagi.

Sebelum pemilu Februari lalu, Republik Islam itu bergulat dengan beberapa krisis yang tumpang tindih, yang bersama-sama menimbulkan tantangan nyata terbesar bagi keberadaannya sejak Khamenei berkuasa pada 1989.

Krisis utama dan yang terpenting adalah, negara itu sempat berada di ambang perang dengan Amerika Serikat. Konflik kedua negara (yang telah memanas setelah pemerintahan Trump menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran pada 2018), memuncak pada awal Januari ketika AS membunuh Mayor Jenderal Qassem Soleimani.

Setelah pembunuhan komandan pasukan Quds elit dari Korps Garda Revolusi Iran (IRGC) itu, Iran membalas dengan meluncurkan rudal di dua pangkalan militer di Irak, di mana pasukan Amerika ditempatkan.

Kecam Penembakan Pesawat Ukraina, Protes Iran Memasuki Hari Ketiga

Para aktivis memprotes pemerintah Iran di depan Kantor Luar Negeri Federal Jerman setelah sebuah pesawat penumpang Ukraina jatuh di Iran, di Berlin, Jerman, 13 Januari 2020. (Foto: Reuters)

Ekonomi Iran juga merosot akibat sanksi AS, salah urus ekonomi, dan korupsi yang menyebar luas. Hal ini menyebabkan tingkat ketidakpuasan, sikap apatis, dan kegelisahan yang luar biasa di antara rakyat Iran.

Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei tampaknya telah menyimpulkan, strategi teraman untuk menavigasi tantangan-tantangan ini adalah dengan tidak memberikan konsesi kepada lawan dan musuhnya, menyeragamkan elit pemerintah, dan membuat Iran lebih Islami, sambil mengkonsolidasikan basis dukungannya, termasuk pasukan keamanan.

Khamenei telah merumuskan strategi ini hampir dua tahun lalu setelah keluarnya pemerintahan Trump dari kesepakatan nuklir, yang memperkuat keyakinannya: AS merupakan ancaman nyata terhadap Republik Islam tersebut.

Dia mengartikulasikan pilar strateginya dalam pidato pada Februari 2019, ketika dia mengatakan Iran harus bergerak menuju “Langkah Kedua Revolusi” dengan membangun “Iran yang Islami,” dengan generasi muda dari kelompok Islam yang berdedikasi untuk memimpin.

Khamenei juga telah berusaha untuk memperkuat komponen-komponen Islam Iran, sambil menjinakkan dan melemahkan lembaga-lembaga terpilih yang bersifat republik, seperti badan legislatif dan kepresidenan.

Diam-diam, dia telah memilah-milah penggantinya, mencari sosok yang memiliki pandangan dunia yang sama, dan yang akan meneruskan warisannya.

Strategi Khamenei berisiko, tentu saja, karena cetak biru untuk Iran ditentang oleh sejumlah besar warganya, serta oleh kekuatan-kekuatan moderat dan reformis yang saat ini mengendalikan kepresidenan dan legislatif, menurut Mohsen Milani, profesor politik di University of South Florida.

Namun, dia sepertinya tidak peduli dengan itu. Mengubah parlemen menjadi badan yang tunduk padanya adalah satu langkah penting untuk mewujudkan visinya.

Pemilu parlemen baru-baru ini mencatat rekor baru terkait hal ini. Di antara hampir 9.000 kandidat, kira-kira 56 persennya, termasuk 80 anggota legislatif yang sebelumnya berkuasa, didiskualifikasi oleh Dewan Wali.

Dewan Wali terdiri dari 12 orang konservatif yang tidak dipilih rakyat. Mereka memiliki kebijaksanaan sewenang-wenang dalam menyortir kandidat. Diskualifikasi pemilu kali ini adalah yang terbesar dalam sejarah Republik Islam.

Namun demikian, pemerintah terus mendesak rakyat Iran untuk memilih, dengan harapan jumlah pemilih yang tinggi akan membuktikan legitimasi dan popularitasnya.

Khamenei juga secara terbuka meminta (bahkan kepada orang-orang yang tidak menyukainya), untuk ikut serta dalam pemilu.

Pada hari pemilu, hanya 42,57 persen pemilih yang memenuhi syarat yang memberikan suara mereka.

Baca juga: Tidak Ada Harapan Reformasi Politik oleh Tokoh Moderat Pemerintah Iran

Walaupun diskualifikasi massal kandidat reformis dan moderat memainkan peran besar dalam menekan jumlah pemilih, ada juga rasa apatis, kelelahan, dan kemarahan pada pemerintah di antara warga.

Selama tiga tahun terakhir, lebih banyak pengunjuk rasa telah tewas dan dipenjara oleh polisi daripada periode tiga tahun sebelumnya sejak 1989.

Selain itu, orang-orang harus berurusan dengan konsekuensi demoralisasi dari resesi ekonomi, termasuk pengangguran yang tinggi, inflasi yang merajalela, dan penurunan standar hidup secara umum.

Sekarang, kaum konservatif dan garis keras mengendalikan hampir semua tuas utama kekuasaan di Teheran, termasuk legislatif, kehakiman, dan semua pasukan keamanan utama. Mereka juga memiliki peluang bagus untuk memenangkan pemilu presiden tahun depan.

Selain itu, Milani menilai, kemenangan mereka dalam parlemen bulan lalu kemungkinan akan mempercepat upaya Khamenei menuju Islamisasi dan sekuritisasi politik Iran lebih lanjut, membuat Republik Islam kurang toleran, semakin meminggirkan kekuatan-kekuatan moderat dan reformis, dan meningkatkan peluang garis keras untuk menggantikan pemimpin tertinggi.

Perkembangan ini memiliki implikasi pada negosiasi Iran dengan AS mengenai program nuklir Iran dan kebijakan regionalnya. Tujuan akhir Iran sekarang adalah untuk mempertahankan pengaruh yang dimilikinya saat kesepakatan nuklir ditandatangani pada 2015, atau bahkan meningkatkannya jika memungkinkan.

Para pejabat Iran telah berulang kali menegaskan mereka tidak akan bernegosiasi di bawah tekanan dan dari posisi yang lemah. Oleh karena itu, tidak mengherankan Iran telah melanjutkan kebijakan “resistensi maksimum” terhadap kampanye “tekanan maksimum” Trump.

Tidak ada bukti nyata “tekanan maksimum” dari Washington telah mencapai tujuannya untuk memaksa Iran mengubah perilakunya. Sebaliknya, Iran justru telah secara aktif melanggar kesepakatan nuklir, termasuk dengan meningkatkan persediaan uranium yang diperkaya rendah.

Ironisnya, wabah COVID-19 di Iran (yang telah menewaskan sedikitnya 354 orang pada 11 Maret dan menginfeksi ribuan lainnya), telah memberikan celah kecil untuk dimulainya kembali perundingan AS-Iran.

Trump mungkin harus mencabut sanksi tanpa syarat yang menghalangi akses Iran untuk mendapat obat-obatan dan peralatan medis, imbuh Milani.

Tanpa langkah seperti itu, prospek negosiasi kedua negara suram, setidaknya sampai Pilpres AS pada November 2020.

Jika Demokrat menang, perundingan bilateral dapat segera dilanjutkan. Namun, jika Trump terpilih kembali, Teheran mungkin akan menunggu pilpresnya sendiri pada pertengahan 2021. Jika kandidat garis keras memenangkan pilpres itu, Khamenei bisa merasa cukup aman untuk bernegosiasi.

Di balik kemungkinan-kemungkinan ini, menurut Milani, yang sangat jelas adalah bahwa keluarnya AS dari kesepakatan nuklir Iran telah secara substansial meningkatkan kekuatan “pasukan” anti-AS di Teheran, dengan mengorbankan pihak-pihak yang mendukung pemulihan hubungan antara Iran dan AS.

 

Penerjemah: Nur Hidayati

Editor: Aziza Fanny Larasati

Keterangan foto utama: Dari kiri: Juru bicara Organisasi Energi Atom Iran Behrouz Kamalvandi, juru bicara pemerintah Iran Ali Rabiei, dan Wakil Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi pada konferensi pers bersama di Teheran hari Minggu, 7 Juli 2019. (Foto: Getty Images/Agence France-Presse/Hamed Malekpour)

Dominasi Parlemen, Kaum Garis Keras Iran Siap Kendalikan Politik

BERLANGGANAN

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top