DPR Setujui Paket Bantuan Keamanan Drone dan Helikopter AS

Sumber

Posted on February 27, 2020 at 9:48 am

“Drone ScanEagle ini akan digunakan untuk pengawasan, termasuk di Natuna. Angkatan Laut Indonesia pasti akan menggunakannya,” kata Wakil Menteri Pertahanan Sakti Wahyu Trenggono kepada wartawan.

Parlemen Indonesia pada Rabu (26/2) memberikan lampu hijau untuk penerimaan empat belas kendaraan udara tak berawak (drone) dan tambahan tiga helikopter Bell yang dibayar oleh Amerika Serikat di bawah skema bantuan keamanan.

Militer Indonesia akan menggunakan drone ScanEagle untuk melakukan pengawasan maritim, termasuk di perairan lepas pantai Pulau Natuna, di mana Jakarta dan Beijing terlibat dalam pertikaian menyangkut hak penangkapan ikan, kata Kementerian Pertahanan.

“Drone ScanEagle ini akan digunakan untuk pengawasan, termasuk di Natuna. Angkatan Laut Indonesia pasti akan menggunakannya,” kata Wakil Menteri Pertahanan Sakti Wahyu Trenggono kepada wartawan.

Penerimaan hibah militer asing apa pun memang memerlukan persetujuan komite pertahanan parlemen, menurut peraturan Kementerian Pertahanan 2013.

“Kami menyetujui penerimaan hibah pemerintah dari Amerika Serikat dalam bentuk 14 unit UAV ScanEagle dan peningkatan tiga helikopter Bell 412,” ungkap Meutya Hafid, ketua komite Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk urusan pertahanan dan luar negeri, kepada Radio Free Asia.

Ketegangan antara Indonesia dan China terkait hak maritim di Kepulauan Natuna, Laut China Selatan diketahui telah meningkat pada Januari. Ini terjadi setelah kapal penangkap ikan dan kapal penjaga pantai Tiongkok memasuki perairan di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Jakarta.

Beijing mengklaim, hampir semua Laut China Selatan yang diperebutkan, jalur air yang dilalui sekitar US$5 triliun dari perdagangan pengiriman setiap tahun. Perairan lepas pantai Pulau Natuna di Indonesia, imbuh Beijing, adalah bagian dari daerah penangkapan ikan tradisional bagi para nelayan China. Namun, belakangan klaim ini secara tegas dibantah oleh Jokowi, Presiden Indonesia.

Sementara itu, bantuan keamanan yang diterima pada Rabu diotorisasi berdasarkan Undang-Undang Kontrol Ekspor Senjata AS. Jika diperinci, bantuan yang dimaksud meliputi paket pesawat pemindai ScanEagle AS senilai US$47,9 juta yang diumumkan tahun lalu ke Indonesia, Filipina, Malaysia, dan Vietnam.

Kemudian, paket bantuan AS untuk Indonesia yang dihargai US$28,3 juta untuk drone dan US$6,3 juta untuk peningkatan helikopter Bell 412, kata Kementerian Pertahanan.

ScanEagle, yang dibuat oleh Insitu Inc., anak perusahaan pembuat pesawat AS Boeing, dapat beroperasi di atas 15.000 kaki (sekitar 4.572 meter) dan memiliki daya tahan penerbangan hingga 20 jam, menurut Boeing.

Indonesia tidak mengoperasikan drone ScanEagle, tetapi tahun lalu mengakuisisi CH-4, kendaraan udara tempur tak berawak khusus buatan China. Drone itu dipamerkan di sebuah acara yang menandai peringatan 74 tahun militer Indonesia pada Oktober 2019. Selain itu, Indonesia berencana untuk membeli total enam pesawat CH-4 dalam beberapa tahun mendatang, kata militer.

Sebagai informasi, Jakarta sedang mengembangkan drone dengan daya tahan lama di ketinggian menengah bernama Black Eagle, dengan prototipe yang dirilis tahun lalu. Ini tak bisa dilepaskan dari instruksi Presiden Joko “Jokowi” Widodo, untuk memodernisasi militernya, termasuk mendesak para pembuat senjata negara membangun kendaraan udara tak berawak yang canggih.

“Kita perlu mengikuti kemajuan teknologi,” kata Jokowi dalam pidatonya di pertemuan kepemimpinan Kementerian Pertahanan.

“Kami telah melihat bahwa drone bersenjata mampu menghancurkan kendaraan lapis baja dari dekat dan jauh dengan presisi,” katanya.

“Militer Indonesia harus mengambil tindakan berani dengan mulai membangun hal-hal itu,” ujarnya lagi.

Tidak ada ikatan

Moeldoko, Kepala Staf Jokowi, mengatakan paket bantuan AS tidak ada hubungannya dengan rencana Indonesia untuk membeli jet tempur dari Rusia.

“Kami memiliki skema kerja sama. Bukan hal yang baru. Tidak ada ikatan,” kata Moeldoko kepada wartawan.

Pada 2018, dilansir dari Radio Free Asia, Indonesia setuju untuk membeli 11 jet tempur Sukhoi SU-35 dari Rusia, senilai US$1,14 miliar. Rusia setuju untuk membeli komoditas Indonesia senilai US$570 juta.

Namun, kesepakatan itu bergulir usai Presiden AS Donald Trump pada Agustus 2017 menandatangani Undang-Undang Penentang Lawan Amerika Melalui Sanksi (CAATSA), yang dapat menerapkan sanksi terhadap entitas yang melakukan bisnis dengan Rusia.

Ketika ditanya tentang kemajuan pembelian Sukhoi, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mengatakan minggu lalu: “Insya Allah. Mari kita berdoa untuk itu.”

Penerjemah dan editor: Purnama Ayu

Keterangan foto utama: Indonesia menyetujui paket bantuan keamanan dari Amerika senilai miliaran dolar. (Foto: RFA)

DPR Setujui Paket Bantuan Keamanan Drone dan Helikopter AS