Berita Politik Indonesia Hari Ini

Bikin Heboh, Eks Panglima TNI Gatot Nurmantyo Siap-Siap Incar Kursi RI 1?

Panglima TNI saat itu Gatot Nurmantyo, memberi isyarat kepada para wartawan di Jakarta, 5 Januari 2017. (Foto: Reuters/Beawiharta)
Berita Internasional > Bikin Heboh, Eks Panglima TNI Gatot Nurmantyo Siap-Siap Incar Kursi RI 1?

Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo diduga menimbulkan kehebohan politik, yang bertujuan untuk melemahkan pemerintah Indonesia dan membawanya ke kursi kepresidenan, tulis John McBeth.

Membantah slogan “tentara tua menghilang begitu saja”, mantan Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Gatot Nurmantyo kembali ke belantara politik dalam upaya nyata untuk terjun ke ajang Pilpres 2024, Asia Times melaporkan.

Baca Juga: Ogah Terjebak Konflik AS-China, Indonesia Berani Katakan ‘Tidak’

Sebagai anggota paling vokal dari Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Gatot baru-baru ini diserang karena klaim bahwa organisasi tersebut berada di balik gelombang demonstrasi yang disertai kekerasan baru-baru ini terhadap RUU Cipta Kerja Omnibus Law yang baru saja disahkan.

Gelombang protes nasional yang sebagian besar diarahkan pada perubahan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang ramah pekerja, belakangan ini telah menimbulkan spekulasi di kalangan intelijen pemerintah. Diduga pasukan bayangan melakukan upaya awal untuk melemahkan pemerintahan Presiden Joko “Jokowi” Widodo yang tengah bergulat menangani pandemi COVID-19 dan menjaga perekonomian tetap berjalan.

Hal itu tampaknya menjadi sasaran bagi Gatot (60 tahun), yang secara tiba-tiba membingungkan rekan-rekan KAMI saat mengaku mendukung RUU Omnibus Law dan serangkaian reformasi yang bertujuan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang lebih baik dan lebih mudah untuk bisnis dan investasi.

Seorang pejabat pemerintah mengatakan kepada Asia Times, Gatot akhirnya mundur dari pernyataannya setelah seorang menteri senior kabinet memperingatkan pengusaha berpengaruh Tomy Winata (62 tahun), seorang rekan jenderal tersebut, bahwa Gatot bisa mengalami masalah serius.

Delapan aktivis KAMI di Jakarta dan Medan sudah menghadapi hukuman penjara lima tahun karena diduga menggunakan ujaran kebencian untuk menghasut kekerasan selama protes, yang melanggar Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Lebih dari 130 orang menghadapi dakwaan setelah serangkaian kerusuhan pecah di Jakarta Pusat pada pekan kedua Oktober 2020.

Pertama Kali: Panglima TNI Hadi Tjahjanto Batalkan Rotasi Perwira Tinggi TNI oleh Jenderal Gatot

Mantan komandan militer Indonesia Panglima TNI Gatot Nurmantyo (kanan) dan Panglima TNI Baru Marsekal Hadi Tjahjanto pada upacara pelantikan, pada 8 Desember 2017. (Foto: Reuters)

Baca Juga: Bikin Jalan Jokowi, UEA Rayu Indonesia Jalin Hubungan dengan Israel

Sumber-sumber politik menuturkan, meski sang jenderal purnawirawan yang berlimpah kekayaan itu telah dipaksa mundur secara strategis, ia tampaknya masih memosisikan dirinya sebagai kandidat oposisi yang lebih layak daripada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk ajang pemilihan presiden 2024.

Menurut para anggota KAMI, Gatot mungkin merasa rentan karena dua kontroversi yang menyita perhatian publik dalam masa jabatannya yang singkat selama setahun sebagai Panglima TNI pada 2014-2015.

Salah satunya adalah gagalnya skema US$350 juta bagi para insinyur militer untuk merehabilitasi sawah di seluruh negeri. Hal lainnya adalah pembelian 150 kendaraan lapis baja pengangkut personel Belgia M113A1 yang sudah tua, bersama dengan perangkat pengapung Italia yang dirancang untuk sepenuhnya amfibi.

Ada sedikit keraguan Gatot akan kembali ke kancah politik. “Dia masih bagian dari KAMI, tapi sekarang dia telah secara terbuka menerima gagasan undang-undang tersebut. Penguasa tidak menganggapnya sebagai ancaman, dia mungkin telah memberi dirinya sendiri kelonggaran,” menurut salah satu sumber KAMI.

Meski dia hanya diberi kesempatan dari luar untuk bersaing dalam pilpres 2024 pada titik ini, jenderal purnawirawan lainnya, Menteri Pertahanan dan pemimpin Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Prabowo Subianto (68 tahun) saat ini dianggap sebagai calon unggulan.

Beberapa pensiunan jenderal mundur dari kubu Prabowo ketika dia menerima undangan Jokowi untuk bergabung dengan kabinet. Mereka termasuk mantan Kepala Badan Intelijen Strategis TNI Yayat Sudradjat, yang pernah menjadi anggota lingkaran dalam Prabowo dan teman sekelas Gatot di akademi militer.

Yayat sekarang menjadi bagian dari KAMI, gerakan moral yang didirikan bersama para Agustus 2020 oleh kritikus Jokowi Mantan Menteri Keuangan dan Menteri Koodinator Bidang Perekonomian Rizal Ramli dan mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin.

“Kami ingin memastikan bahwa kami mewakili seluruh rakyat Indonesia,” tegas Rizal, yang mengesampingkan afiliasi partai politik apa pun. “Terutama kami adalah sekelompok pensiunan intelektual yang ingin mendorong Indonesia yang lebih baik, daripada terjun berpolitik.”

Disengaja atau tidak, akronim kelompok tersebut di Indonesia cocok dengan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia, organisasi mahasiswa anti-komunis yang didukung militer yang memimpin protes 1965-1966 yang menjatuhkan bapak pendiri bangsa dan mantan Presiden Soekarno.

Gatot tidak akan menjadi Panglima TNI jika Jokowi tidak membutuhkan sosok tentara yang kuat di belakangnya dalam perselisihannya dengan pemimpin Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang berkuasa Megawati Soekarnoputri atas calon yang disukai untuk kepemimpinan kepolisian.

Ketika Panglima TNI itu dipilih untuk jabatan tersebut pada Juli 2015, Jokowi mengabaikan komandan angkatan udara yang biasanya berada di urutan berikutnya sebagai bagian dari konvensi informal untuk merotasi jabatan melalui masing-masing cabang TNI secara bergantian.

Selama 18 bulan berikutnya, Jokowi mungkin menyesali ketika Gatot memulai pidato publik dan wawancara media yang pada akhirnya menimbulkan kecurigaan bahwa dia menggunakan posisinya untuk memajukan ambisi kursi RI 1 ketika dia pensiun pada Maret 2018.

Gatot akhirnya dicopot dari jabatannya pada akhir 2017, tiga bulan sebelum waktunya. Sebelumnya Gatot secara terbuka mendekati kelompok-kelompok Islam konservatif yang berkampanye untuk tuduhan penistaan agama terhadap mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, sekutu Jokowi.

Ini bukan pertama kalinya Gatot mengambil sikap yang berlawanan dengan kepemimpinan. Awal tahun itu, karena kesal, Sang Panglima TNI saat itu secara sepihak memutuskan hubungan militer-ke-militer dengan Australia tanpa memberi tahu presiden atau para penasihat keamanannya.

Itu terjadi setelah seorang perwira TNI menemukan materi pengajaran yang tampaknya anti-Indonesia di Barak Campbell Resimen Angkatan Udara Khusus di Australia Barat, termasuk satu dokumen yang mengecam ideologi negara Pancasila.

“Kami sangat terkejut,” ujar seorang mantan menteri yang berbicara tanpa menyebut nama. “Kami memberi tahu Jokowi bahwa dia (Gatot) harus dipecat dan tidak boleh membuat pernyataan politik. Namun, presiden ingin memastikan penggantinya akan diterima oleh parlemen.”

Ternyata, komandan baru yang dipilihnya adalah Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Hadi Tjahjanto, seorang teman dari masa lalu yang dengan cepat membasmi para loyalis Gatoto yang dipromosikan sang jenderal yang akan lengser itu ke posisi strategis di hari-hari terakhirnya menjabat.

Terlepas dari beberapa pertemuan yang tidak dipublikasikan dengan Prabowo menjelang pilpres 2019, Gatot tampaknya tidak memiliki afiliasi politik apa pun.

Para analis percaya sebagian besar partai besar cenderung menghindari pria yang pandangannya sering aneh tentang berbagai topik. Gatot konon banyak dianggap tidak terkendali dan berpotensi meluncurkan serangan ke serangkaian teori konspirasi dan paranoia nasionalistik.

Selama masa jabatannya sebagai panglima militer, Gatot mengaku yakin bahwa pelatihan Marinir Amerika Serikat di Australia utara dilakukan untuk mempersiapkan pengambilalihan Papua suatu saat nanti. Dia juga mengungkapkan kecurigaan bahwa beberapa perwira militer yang dilatih di luar negeri adalah agen yang menanamkan pengaruh bagi kekuatan asing.

Sejak menjabat sebagai Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad), klaimnya yang paling umum adalah bahwa orang asing pada umumnya terlibat dalam perang proksi untuk melemahkan Indonesia sehingga mereka dapat mengeksploitasi sumber daya Tanah Air.

Gatot kemudian menyatakan keyakinannya bahwa meski Amerika Serikat menginginkan kekayaan pertambangan Indonesia, China memperhatikan potensi pangan Indonesia yang besar karena produksi pertaniannya sendiri pasti akan gagal, sehingga mengirimkan “pengungsi makanan” membanjiri Asia Tenggara.

Gatot juga tidak segan memainkan kartu agama, seperti yang sering dilakukannya sebagai Panglima TNI. “Dia sering menggambarkan dirinya sebagai pelindung Islam,” ucap seorang politisi senior. “Dia mencoba memanfaatkan koneksi Islam dan ketidaksukaan umum terhadap Jokowi.”

Pastinya, ini adalah masa-masa sulit bagi Presiden Jokowi. Survei surat kabar Kompas baru-baru ini menunjukkan peringkat ketidaksetujuan terhadap Jokowi sekarang berada di 52,5 persen, terendah sejak ia mengambil alih kekuasaan pada pilpres 2014 dan turun dari 72 persen pada Maret 2020 ketika krisis COVID-19 dimulai.

Dilansir dari Asia Times, Jokowi secara hukum tidak dapat mencalonkan diri kembali untuk masa jabatan ketiga, tetapi dia menyadari warisannya. Setelah mendapatkan gelar “Presiden Infrastruktur” untuk program pembangunannya yang luar biasa, RUU Omnibus Law dipandang berpotensi sebagai pencapaian puncaknya dalam membangun kembali perekonomian.

Jokowi juga membantu menentukan arah politik untuk putra tertuanya, Gibran Rakabuming Raka (33) yang mencoba mengikuti jejak ayahnya dengan mencalonkan diri pada Pilkada 2020 sebagai calon wali kota Solo, Jawa Tengah dengan diusung PDI-P Desember ini.

Di Sumatera Utara, PDI-P telah mencalonkan menantu Jokowi, Muhammad Bobby Nasution (29) untuk mengikuti pemilihan wali kota Medan, kota terbesar keempat di Indonesia. Bobby juga mendapat dukungan dari Partai Golkar, Gerindra dan Partai Nasional Demokrat (NasDem).

Baca Juga: [Berita Foto] Intip Kunjungan PM Jepang Yoshihide Suga ke Indonesia-Vietnam

Gatot bukan satu-satunya tokoh yang layak disalahkan karena memicu kerusuhan jalanan belakangan ini. Mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga berada di ujung tanduk dalam apa yang dipandang sebagai upaya memajukan ambisi politik putranya, Agus Harimurti Yudhoyono (42), pemimpin Partai Demokrat yang berhaluan sentris.

Menurut catatan Asia Times, gejolak politik pada titik awal siklus pemilu ini tidak masuk akal selain untuk menjaga kehadiran kandidat potensial di hadapan publik.

“Permainannya sederhana,” tutur seorang pejabat senior pemerintah. “Itu dilakukan untuk menempatkan nama mereka di media sosial, sehingga ketika waktunya tiba dalam dua atau tiga tahun, rakyat Indonesia akan mengingat mereka.”

 

Penerjemah: Fadhila Eka Ratnasari

Editor: Aziza Larasati

Keterangan foto utama: Panglima TNI saat itu Gatot Nurmantyo, memberi isyarat kepada para wartawan di Jakarta, 5 Januari 2017. (Foto: Reuters/Beawiharta)

Bikin Heboh, Eks Panglima TNI Gatot Nurmantyo Siap-Siap Incar Kursi RI 1?

BERLANGGANAN

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top