Tindakan keras Indonesia di wilayah Papua Barat konon melibatkan pasukan kontraterorisme terlatih Australia, Densus 88.
Dua perwira militer Indonesia telah dibunuh oleh pejuang kemerdekaan di Papua seiring kekerasan yang terus berkobar di provinsi paling timur Indonesia itu. Imbasnya, sebanyak 400 tentara telah dikerahkan ke wilayah yang diperebutkan setelah Presiden Joko Widodo menyerukan tindakan keras, dengan pihak berwenang Indonesia menangkap pemimpin kemerdekaan Papua Victor Yeimo atas tuduhan mendalangi kerusuhan sipil.
Lebih dari 30 kelompok masyarakat sipil, termasuk Human Rights Watch dan Amnesty International, telah menyerukan pembebasan Yeimo, sementara Tentara Pembebasan Papua Barat mengatakan pada ABC, beberapa anggotanya terbunuh dan desa-desa diserang oleh militer Indonesia dalam beberapa hari terakhir.
Itu terjadi hanya beberapa minggu setelah pihak berwenang Indonesia secara resmi melabeli pejuang kemerdekaan Papua dan anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM) sebagai teroris, label yang menurut para kritikus dapat memperburuk kekerasan dan pelanggaran HAM oleh pasukan keamanan.
Menteri Mahfud MD mengatakan, label baru itu ditujukan untuk mereka yang mendorong pemisahan di Provinsi Papua dan Papua Barat di Indonesia.
“Pemerintah melihat organisasi atau orang Papua yang melakukan kekerasan masif dapat dikategorikan sebagai teroris,” kata Mahfud.
“Terorisme adalah setiap tindakan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk menciptakan suasana teror atau ketakutan yang meluas yang dapat menimbulkan korban jiwa atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran,” tambahnya.
Sebagai informasi, Undang-undang kontraterorisme Indonesia memberi otoritas yang ditingkatkan kekuasaan, termasuk menahan tersangka selama beberapa minggu tanpa dakwaan resmi. Sayangnya, pemerintah dan militer Indonesia tidak menanggapi permintaan ABC untuk informasi tentang jumlah pasukan di Papua Barat.
Bisakah pasukan terlatih Australia terlibat?
Penunjukan anggota Gerakan Papua Barat Merdeka sebagai teroris - setelah mereka sebelumnya dicap sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata atau KKB oleh Indonesia - telah memungkinkan peningkatan penempatan pasukan elit kontra-terorisme yang dilatih oleh Australia ke wilayah yang diperebutkan.
Kombes Pol Ahmad Ramadhan menuturkan, unit yang disebut Detasemen 88 itu “pasti akan terlibat” dalam menangani kasus terorisme terhadap warga Papua.
Detasemen 88 menerima beberapa pelatihan dari Polisi Federal Australia (AFP) melalui fasilitas penegakan hukum gabungan Australia-Indonesia yang berbasis di Jakarta.
Fasilitas tersebut juga memberikan pelatihan kepada pasukan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
“AFP memberikan bantuan pembangunan kapasitas untuk mendukung Polri, termasuk Detasemen 88,” kata seorang juru bicara AFP kepada ABC.
“AFP memberikan program pelatihan dengan cara yang mencerminkan dan mendukung dukungan kuat Australia terhadap hak asasi manusia.”
Unit ini pernah mendapat kecaman di masa lalu oleh orang Papua, yang mengklaim bahwa mereka adalah “pasukan pembunuh” yang terlibat dalam penyiksaan dan pembunuhan di luar hukum di wilayah tersebut.
Jason MacLeod, pendiri kampanye Make West Papua Safe berujar, “tidak menentang pelatihan” pasukan Indonesia oleh AFP, tetapi mengatakan Australia perlu berbuat lebih banyak untuk memastikan anggota Detasemen 88 tidak melakukan kejahatan di wilayah yang diperebutkan.
“Kami hanya perlu memperjelas bahwa pendanaan kami tidak memberikan kontribusi untuk memperburuk situasi hak asasi manusia, bahwa pejabat publik Australia, seperti petugas AFP, tidak melatih orang-orang yang terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia,” ungkap MacLeod.
AFP mengatakan kepada ABC, pihaknya tidak akan mengomentari penempatan Detasemen 88 karena itu “adalah masalah pihak berwenang Indonesia”.
Richard Chauvel, peneliti di Universitas Melbourne dan ahli dalam hubungan Australia-Indonesia menyebutkan, masalah pelatihan Australia pasukan Indonesia yang mungkin ditempatkan ke Papua “sensitif di kedua sisi”.
“Baik para pemimpin Papua pro-kemerdekaan dan kelompok pendukung mereka di Australia dan di tempat lain, telah mencoba berkampanye tentang masalah ini,” kata Dr Chauvel.
“Karena publisitas yang dihasilkan olehnya, itu merupakan masalah yang berpotensi memalukan bagi Pemerintah Australia.”
Kelompok hak asasi takut penunjukan teroris, dan peningkatan aksi militer, akan menekan peluang negosiasi untuk mengakhiri permusuhan di bekas jajahan Belanda, yang mendeklarasikan kemerdekaan pada 1961.
Negara tetangga, Indonesia, menguasai wilayah kaya mineral itu dua tahun kemudian dengan janji mengadakan referendum kemerdekaan.
Para pendukung kemerdekaan Papua Barat sering mengklaim bahwa mereka dirampok oleh pemungutan suara berikutnya untuk mendukung tetap bersama Indonesia. Pasalnya, itu hanya sedikit lebih dari seribu orang Papua yang diizinkan untuk memberikan suara mereka.
Yuliana Langowuyo, pengacara dan direktur Franciscan Justice, Peace and Integrity of Creation (KPKC) di Papua, khawatir label tersebut akan menyebabkan lebih banyak kekerasan.
“Sudah banyak personel di sini di Papua… Sekarang setelah ini label teroris, akan ada pasukan baru yang datang, Detasemen Khusus 88, ” kata Langowuyo.
“Jumlah pasukan di luar kendali. Jika mereka berada di desa-desa terpencil, jika ada kekerasan terhadap warga sipil atau orang lain, itu sama sekali di luar kendali dan pengetahuan lembaga HAM, termasuk lembaga gereja seperti kami.”
Namun, Dr Chauvel tidak percaya label itu sendiri “akan mengubah sifat kekerasan”, yang terus meningkat sejak 2018, tetapi dia mengatakan itu berfungsi untuk lebih memperkuat aktivitas militer di provinsi Papua dan Papua Barat.
“Saya akan melihatnya lebih dalam hal melegitimasi operasi militer Indonesia,” ungkap Dr Chauvel.
“Menyebut mereka teroris adalah perluasan dan pengerasan bahasa dari menyebut mereka KKB, atau kelompok kriminal bersenjata.”
Pasukan keamanan Indonesia telah bertahun-tahun dirundung oleh tuduhan pelanggaran hak yang meluas terhadap penduduk etnis Melanesia di Papua, termasuk pembunuhan di luar hukum terhadap aktivis dan pengunjuk rasa damai dalam upaya mereka untuk menghancurkan kelompok-kelompok bersenjata kemerdekaan.
Dalam beberapa pekan terakhir, pasukan keamanan meningkatkan operasi militer di distrik terpencil di mana kelompok bersenjata membunuh tentara dan guru, serta membakar beberapa sekolah.
Penerjemah: Anastacia Patricia
Editor: Purnama Ayu Rizky
Keterangan foto utama: Anggota polisi anti-teror Densus 88 konon bakal diterjunkan ke Papua. (Foto: AP Photo/Tatan Syuflana)
Habis-habisan Perangi Papua, Pasukan Terlatih Australia Terlibat?