isu pangan
Berita Politik Indonesia Hari Ini

Indonesia Seharusnya Meneladani Program Ketahanan Pangan China

Berita Internasional > Indonesia Seharusnya Meneladani Program Ketahanan Pangan China

Meskipun mengalami pertumbuhan ekonomi yang solid selama dekade terakhir, Indonesia masih belum dapat memenuhi kebutuhan pangan hampir 20 juta orang penduduknya. Indonesia dapat menutup kesenjangan dengan mengikuti model ketahanan pangan China untuk penggunaan lahan serta dengan memperkenalkan kemajuan teknologi dan reformasi kelembagaan.

China dan Indonesia sama-sama menggunakan kebijakan pembangunan pedesaan terpadu sebagai bagian atau program keseluruhan pengurangan kemiskinan mereka, namun kedua negara telah mencapai hasil yang saling berbeda.

Negeri Tirai Bambu telah mampu meminimalisasi kemiskinan melalui implementasi program-programnya, tetapi Indonesia belum mampu menerapkannya efektif. Indonesia berada di peringkat ke-62 dari 113 negara dalam Indeks Ketahanan Pangan Global dari The Economist Intelligence Unit, yang mengukur ketahanan pangan secara global.

Meskipun Indonesia telah mengalami pertumbuhan ekonomi yang kuat selama dekade terakhir, rata-rata 4,9 hingga 5,3 persen per tahun, Program Pangan Dunia (WFP) telah melaporkan 19,4 juta orang di Tanah Air belum mampu memenuhi kebutuhan makanan sehari-hari dan masih banyak lagi yang menderita kelaparan sehari-hari.

Baca Juga: Krisis Pangan Asia, Butuh Rp11 Kuadriliun untuk Mengatasinya

Indonesia juga sangat menderita akibat degradasi lahan. Kementerian Lingkungan Hidup telah memperkirakan jumlah lahan kritis 14 juta hektar pada 2019, dengan tingkat tahunan pertumbuhan erosi tanah diperkirakan dari 7 persen menjadi 14 persen.

Memanfaatkan tanah yang subur

Tarif Impor China

China sebelumnya merespons tarif hukuman Trump dengan tarif impor AS, dimulai dengan kedelai dan produk pertanian lainnya. (Foto: Reuters)

Di China, yang telah melihat populasinya tumbuh dari 650 juta pada 1960 menjadi sekitar 1,4 miliar saat ini, pemerintah telah menghadapi tekanan terus-menerus untuk memenuhi permintaan pangan dengan memperluas produksi pertanian melalui teknologi baru, perubahan kelembagaan, dan restrukturisasi pasar.

Hasilnya sangat mengejutkan. China sekarang dapat memberi makan setara dengan 22 persen populasi dunia dengan hanya 9 persen dari tanah yang dapat ditanami di dunia, bahkan ketika menghadapi keterbatasan lingkungan yang signifikan, seperti distribusi sumber daya air yang sangat tidak merata.

Seperti China, Indonesia sangat bergantung pada sektor pertaniannya untuk memberi makan populasi yang terus bertumbuh cepat. Namun, ketahanan pangan tetap menjadi masalah sehingga Indonesia mengandalkan impor untuk memenuhi sekitar 10 persen dari kebutuhan pangan domestik.

Muhammad Zulfikar Rakhmat dan Dikanaya Tarahita dari South China Morning Post berpendapat, untuk memaksimalkan potensi pertanian, Indonesia perlu melakukan perubahan kebijakan yang berdampak luas dan berjangkauan jauh seperti China, termasuk transformasi kelembagaan, penyesuaian kebijakan struktural, dan kemajuan teknologi.

Menurut akademisi Jikun Huang dan Scott Rozelle dalam artikel mereka “40 Tahun Pembangunan dan Reformasi Pertanian China”, reformasi kelembagaan China dari 1979 hingga 1984, yaitu dekolektivisasi dan alokasi lahan pedesaan, telah menyebabkan ledakan di sektor pertanian.

Di luar reformasi institusional, Huang dan Rozelle mengidentifikasi kemajuan teknologi sebagai pendorong utama pertumbuhan produksi pertanian China hingga 2010. Saat itu China telah menumbuhkan 95 persen dari produk biji-bijiannya sendiri.

Selain itu, reformasi ekonomi China pada 1979 mengubah unit produksi dasar dari tim kolektif menjadi pertanian keluarga mandiri yang mengerjakan bidang tanah kontrak mereka sendiri. Hal itu memberi insentif pada pekerjaan individu dan mengarah pada produksi yang lebih besar.

Memperbaiki lanskap pertanian

Sistem serupa telah diadopsi di Indonesia. Pemerintah pada 2017 meluncurkan Program Kehutanan Sosial, menawarkan petani total 12,7 juta hektar di hutan nasional untuk ditanami. Namun, program ini lebih terfokus pada penyediaan pekerjaan daripada peningkatan ketahanan pangan, dengan para petani bebas memilih target produksi mereka.

Jika pemerintah dapat mengintegrasikan program ke dalam tujuan ketahanan pangan negara, masing-masing dari 34 provinsi di Indonesia dapat membantu upaya untuk meningkatkan ketersediaan pangan. Misalnya, program itu dapat memberi setiap petani hak untuk menanam produk-produk tertentu yang bermanfaat bagi seluruh Nusantara.

Di China, pengenalan penggunaan mesin dalam praktik pertanian juga telah menjadi kunci untuk meningkatkan produktivitas, dengan 65 persen dari semua tanaman dibudidayakan secara mekanis pada 2016, bukan dengan tangan. Pengenalan teknologi irigasi baru juga memainkan peran utama, dengan sekitar 40 persen dari tanah irigasi sekarang menghasilkan 75 persen dari pasokan produk biji-bijian China.

China juga telah memperkenalkan tanaman rekayasa genetika untuk meningkatkan produktivitas, termasuk jenis kapas yang telah menyelamatkan petani sekitar 4,12 miliar yuan (US$590 juta) dari penggunaan pestisida dan 8,70 miliar yuan pada biaya tenaga kerja.

WTO Tolak Pembatasan Ekspor Indonesia, Amerika Menangkan Sengketa Perdagangan Pangan

Pemerintah Indonesia—yang membatasi impor pertanian dari Amerika Serikat—mengatakan bahwa mereka harus melindungi para konsumennya dari makanan yang tidak memenuhi standar wajib halal. (Foto: AFP/Bay Ismoyo)

Mengingat lingkungannya, yang sebagian besar merupakan tanah kering, Indonesia dapat belajar dari metode irigasi China untuk meningkatkan produksi pertanian dalam jangka pendek. Dalam jangka panjang, Indonesia dapat mengakhiri kekurangan pangan dengan mengadopsi mekanisasi dan kemajuan teknologi China.

Baca Juga: PBB: Krisis Pangan Zimbabwe adalah Masalah Keamanan Nasional

Menangani masalah lingkungan

Mencapai ketahanan pangan seringkali mengakibatkan kerusakan parah pada lingkungan, memengaruhi lanskap, sumber daya air, dan keanekaragaman hayati di suatu negara. Sumber polusi yang terkait dengan pertanian termasuk penyalahgunaan atau penggunaan bahan kimia yang berlebihan, air limbah dari produksi ternak yang tidak dikelola dengan baik, dan kontaminasi dari irigasi air limbah.

China telah menangani masalah ini secara langsung. Pada 2015, pemerintah China memperkenalkan Zonasi Berorientasi Fungsi Utama (MFOZ), menggambarkan tanah menjadi zona yang berbeda, misalnya zona yang dioptimalkan untuk pengembangan dan zona yang diprioritaskan untuk pengembangan untuk urbanisasi besar dan industrialisasi. Kemudian terdapat pula zona terbatas pengembangan untuk keamanan ekologis dan produksi pangan serta zona larangan pembangunan untuk perlindungan warisan alam dan budaya.

Selain itu, pada 2015, Kementerian Pertanian menetapkan tujuan untuk pengendalian penggunaan bahan kimia pertanian, yang bertujuan untuk membatasi pertumbuhan penggunaan pupuk dan pestisida pada 2020. Kementerian Pertanian mengaku telah mencapai tujuan tersebut pada 2017. Pada Maret 2018, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral didirikan untuk mengakhiri fragmentasi birokrasi dalam perencanaan lahan, kemudian Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang baru mengambil alih tanggung jawab pengaturan terkait dengan pengendalian polusi, merampingkan kebijakan lingkungan China.

Indonesia juga dapat memperkuat berbagai kementerian dan badan pemerintahannya seperti Kementerian Lingkungan Hidup untuk mencapai kesuksesan yang sama dengan yang telah dicapai China.

Muhammad Zulfikar Rakhmat dan Dikanaya Tarahita dari South China Morning Post menyimpulkan, Indonesia saat ini menghadapi sejumlah masalah pertanahan, sehingga praktik China dapat berfungsi sebagai model yang berguna dan berkelanjutan untuk Indonesia dan juga dapat membuka peluang baru untuk hubungan Indonesia-China.

 

Penerjemah: Fadhila Eka Ratnasari

Editor: Purnama Ayu Rizky

Keterangan foto utama: Ilustrasi stok pangan Indonesia. (Foto artikel Indonesia Seharusnya Meneladani Program Ketahanan Pangan China: agribisnis.co.id)

Indonesia Seharusnya Meneladani Program Ketahanan Pangan China

BERLANGGANAN

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top