Obsesi Presiden Amerika Serikat Donald Trump terhadap tarif perdaganga, telah memperburuk penanganan atas pandemi COVID-19. Tak hanya di Amerika, situasi perdagangan dunia di tengah urgensi ekspor-impor alat medis telah diperumit oleh keberadaan tarif Trump.
Perdagangan berada jauh di bawah daftar prioritas selama krisis kesehatan masyarakat. Namun, masih penting untuk memastikan kebijakan yang diambil tidak benar-benar memperburuk situasi. Dalam kasus pandemi COVID-19, sejumlah pemerintah negara-negara di dunia sayangnya justru membuat situasi krisis saat ini menjadi jauh lebih buruk.
Banyak negara, misalnya Italia, berpikiran pendek dengan memberlakukan larangan ekspor pada pasokan medis kritis dan memperburuk kekurangan pasokan di ranah yang mungkin memiliki kebutuhan terbesar.
Di Amerika Serikat, kebijakan perdagangan Presiden Donald Trump tampaknya berjalan secara autopilot, dengan tarif yang terus berlanjut kurang lebih seperti sebelumnya. Tarif tetap berlaku meskipun itu mempersulit respons terhadap pandemi dan mengancam akan merusak pemulihan ekonomi di masa depan. Larangan ekspor merupakan langkah berbahaya, meski tetap dapat dipahami di lingkungan saat ini. Namun, menurut analisis Kimberly Ann Elliott dari World Politics Review, tindakan pemerintahan Trump sulit untuk dipahami bahkan dengan alasan politik yang sempit.
Ketika pandemi COVID-19 telah menyebar di seluruh dunia dan jumlah infeksi baru telah melampaui kapasitas sistem kesehatan, setidaknya dua puluh negara termasuk China, Rusia, dan Turki, ditambah anggota-anggota Uni Eropa, membatasi ekspor alat pelindung diri (APD) seperti masker, sarung tangan, dan kacamata. Meskipun UE seharusnya menjadi pasar tunggal tanpa hambatan internal untuk perdagangan, Republik Ceko, Prancis, dan Jerman mengambil langkah pada awal Maret 2020 untuk membatasi ekspor pasokan medis tertentu, termasuk ke negara-negara anggota UE lainnya.
Untuk mengurangi tekanan untuk pembatasan perdagangan di dalam blok, otoritas Uni Eropa akhirnya memberi wewenang kepada negara-negara anggota untuk membatasi ekspor ke seluruh dunia. Jerman merespons dengan mencabut persyaratan baru untuk persetujuan pemerintah atas ekspor alat pelindung untuk sesama anggota UE, tetapi tidak untuk negara-negara lain di dunia.
Namun, hanya sedikit negara yang memproduksi semua pasokan yang mereka butuhkan. Para produsen beberapa peralatan yang lebih canggih seperti ventilator seringkali mengandalkan rantai pasokan di mana barang setengah jadi melintasi perbatasan beberapa kali dan inputnya berasal dari berbagai negara. Pembatasan ekspor, terutama jika terus menyebar, dapat dengan mudah menjadi bumerang dengan mengganggu rantai pasokan dan memperburuk situasi. Banyak negara termiskin dan paling rentan di dunia bergantung pada impor peralatan medis dari Uni Eropa.
Beberapa negara telah membenarkan pembatasan ekspor yang diperlukan untuk mengatasi upaya menaikkan harga secara gila-gilaan, tetapi larangan ekspor tidak dapat secara efektif mengatasi masalah itu. Selain mengejar kenaikan harga secara langsung, pemerintah negara-negara dunia akan jauh lebih baik menemukan cara untuk merangsang peningkatan produksi dan berkoordinasi dengan pemerintah lain untuk memastikan pasokan sampai ke pihak yang paling membutuhkannya.
Koordinasi eksplisit semacam itu juga akan membantu meyakinkan pemerintah yang mengizinkan ekspor ketika mereka relatif kurang membutuhkan pasokan sehingga mereka dapat mengimpornya kelak ketika kebutuhannya lebih besar. Koordinasi dan kerja sama sangatlah penting dalam menghadapi pandemi karena tidak ada negara yang benar-benar aman sampai semua orang sudah terjamin aman.
Di Amerika Serikat, Trump tampaknya baru menyadari minggu lalu, pandemi COVID-19 adalah ancaman serius yang memerlukan respons serius. Namun, dia masih belum memahami strategi “semua pihak harus siap bekerja” berarti semua elemen dalam pemerintah AS perlu bekerja bersama dengan sektor swasta dan masyarakat sipil untuk mengatasi krisis kesehatan dan krisis ekonomi yang menghantam Amerika saat ini. Dalam hal perdagangan, meskipun dalam keadaan darurat nasional, Trump dan para penasihatnya bertindak seolah-olah tidak ada situasi yang berubah sama sekali.
Gedung Putih telah diam-diam mengurangi tarif impor medis dari China. Namun, pengurangan tarif itu berhasil dengan baik ketika pandemi berlangsung dan setelah terlihat nyata permintaan untuk produk-produk medis itu akan melonjak. Semua langkah itu menimbulkan pertanyaan: Bagaimana mungkin masuk akal untuk menaikkan tarif pasokan medis kapan saja?
Pada 2019, pemerintahan Trump memberlakukan tarif baru 25 persen terhadap impor medis yang mencakup pembersih tangan, termometer, dan konsentrator oksigen. Pemerintahan Trump juga memberlakukan tarif 15 persen bagi banyak alat pelindung diri (APD) yang sekarang tengah kekurangan pasokan, seperti masker dan baju medis, meskipun telah diturunkan awal 2020 menjadi 7,5 persen sebagai bagian dari kesepakatan dagang fase satu dengan China.
Donald Trump berbicara selama konferensi pers tentang wabah virus corona di Gedung Putih pada 29 Februari. (Foto: Reuters)
Selama beberapa hari pada pertengahan Maret 2020, pemerintahan Trump akhirnya menangguhkan beberapa tarif itu selama setahun. Namun, pada saat itu, China telah mengalihkan penjualan produk-produk itu ke pasar lain. Uni Eropa dan para pemasok potensial lainnya membatasi ekspor, sehingga pasokan semakin sulit dan mahal untuk ditemukan.
Sementara itu, Trump masih tidak menunjukkan tanda-tanda memahami bagaimana tarif bekerja atau bagaimana tarif merugikan ekonomi Amerika Serikat. Dalam jumpa pers 18 Maret 2020, Trump ditanya tentang surat dari koalisi Americans for Free Trade yang meminta penangguhan tarif impor senilai US$350 miliar dari China untuk mengurangi dampak ekonomi pandemi.
Trump secara keliru menegaskan, seperti yang telah dilakukannya selama berbulan-bulan, China membayar miliaran dolar AS karena tarif dan berkata, “Saya tidak bisa membayangkan orang Amerika meminta pengurangan tarif.” Faktanya, banyak bisnis dan asosiasi perdagangan telah menyerukan keringanan tarif sejak perang dagang Trump dimulai. Trump kemudian mempertanyakan apakah kelompok perdagangan khusus itu mungkin dipimpin oleh orang asing dan bukan oleh orang Amerika.
Para penasihat perdagangan Trump juga terus bertindak seolah-olah situasi ekonomi global belum berubah secara fundamental. Perwakilan Perdagangan AS Robert Lighthizer mengizinkan kenaikan tarif impor pesawat Airbus yang sebelumnya direncanakan, yang diberlakukan dalam perselisihan mengenai subsidi Eropa untuk perusahaan itu, mulai berlaku pada 18 Maret. Kenaikan tarif itu tidak akan banyak berpengaruh sekarang ketika penerbangan dibatasi selama wabah.
Namun, tarif itu akan menambah kesulitan yang dihadapi berbagai maskapai ketika mereka akhirnya melanjutkan operasi normal. Kenaikan tarif itu juga lebih lanjut merusak peluang kerja sama dengan Eropa, yang telah rusak parah akibat kegagalan Gedung Putih untuk berkonsultasi dengan para pejabat Uni Eropa sebelum memberlakukan larangan perjalanan dari negara-negara Eropa pada Maret 2020.
Para pejabat perdagangan AS baru-baru ini juga mengumumkan 1 Juni 2020 sebagai batas memberlakukan Perjanjian AS-Meksiko-Kanada (USMCA), setelah Parlemen Kanada meratifikasinya awal bulan ini. Bahkan sebelum mereka harus menghentikan sementara produksi karena wabah virus corona baru, tiga produsen mobil utama Amerika Serikat, General Motors, Ford, dan Fiat Chrysler telah meminta lebih banyak waktu untuk mengimplementasikan aturan baru terkait asal barang dalam kesepakatan itu untuk menghindari gangguan pada rantai pasokan mereka. Sejauh ini, belum ada tanggapan dari kantor Lighthizer.
Kepemimpinan negara yang baik berarti menempatkan kepentingan publik di atas kepentingan dan prioritas politik sempitnya sendiri. Sedihnya, Kimberly Ann Elliott dari World Politics Review menyimpulkan, kepemimpinan semacam itu tampaknya minim di semua tempat pada saat sangat dibutuhkan untuk mengatasi pandemi COVID-19 kali ini.
Penerjemah: Fadhila Eka Ratnasari
Editor: Purnama Ayu Rizky
Keterangan foto utama: Dolar AS dan yuan China terlihat dalam gambar ilustrasi. (Foto: Reuters/Thomas White)