Para pejuang pemberontak Suriah dari Provinsi Quneitra, berjalan dengan senapan mereka ketika mereka menunggu di titik persimpangan Morek untuk dipindahkan ke daerah yang dikuasai pemberontak di Provinsi Idlib dan Aleppo, pada tanggal 21 Juli 2018. Pemerintah Suriah merebut kembali wilayah barat daya negara itu dalam serangan kilat melawan pemberontak dan jihadis yang mencari dukungan internasional. (Foto: AFP/Getty Images/Aaref Watad)
Jihadis transnasional Uighur yang bertempur di Suriah telah menjadi pengganda kekuatan bagi pemberontak di sana. Tanpa intervensi substansial oleh Amerika Serikat, para militan Uighur dapat memperoleh tempat di Idlib, satu-satunya provinsi Suriah di mana masih ada banyak jihadis lokal dan asing.
Jihadis Uighur di Suriah menimbulkan masalah keamanan regional dan internasional yang sering diabaikan, namun sebenarnya signifikan, menurut analisis jurnalis asal Deir ez-Zor, Abdullah Al-Ghadhawi, yang dimuat di Center for Global Policy.
Mereka cenderung menjadi ancaman yang lebih besar jika pertempuran di Idlib berakhir, dan provinsi itu tidak dikendalikan oleh negara atau aktor non-negara yang bermusuhan dengan kelompok-kelompok jihadis.
Kehadiran Militan Uighur di Suriah
Setelah rezim Suriah merebut kembali bagian selatan dan tengah negara itu dari berbagai kelompok pemberontak, Idlib menjadi satu-satunya provinsi Suriah di mana masih ada banyak jihadis asing dan lokal.
Militan Uighur beroperasi dalam lingkungan yang semakin bergantung dan diperkuat oleh hubungan mereka dengan cabang al-Qaeda, Hayat Tahrir al-Shaam (juga dikenal sebagai HTS, sebelumnya dikenal sebagai Jabhat al Nusra).
Menurut laporan Al-Ghadawi, militan Uighur dikenal di Suriah karena kesetiaan ideologis dan kecakapan pertempuran mereka. Mereka memainkan peran penting dalam pertempuran melawan rezim selama bertahun-tahun, seperti pertempuran di Jisr al-Shughur dan pangkalan udara Abu al-Duhur, yang mengkonsolidasikan kontrol pemberontak atas seluruh provinsi Idlib pada 2015.
Kehadiran Uighur di Idlib dimulai dengan kedatangan sekitar 700 keluarga. Populasi ini membentuk cabang Suriah dari partai salafi-jihad, Turkistan Islamic Party (TIP), yang mengerahkan sekitar 1.500 militan di Suriah pada awal 2015 (menurut perkiraan kasar dari sumber-sumber di lapangan).
Meskipun jumlah pastinya tidak diketahui dan banyak diperdebatkan, Al-Ghadhawi melaporkan TIP memiliki sekitar 4.300 militan, mengutip petugas keamanan Suriah. Sedangkan Duta Besar Suriah untuk China memperkirakan para militan China berjumlah antara 4.000 hingga 5.000 di negara itu.
TIP melawan rezim di beberapa daerah, terutama Kabani di pedesaan timur laut Latakia (sebagian karena TIP lebih suka bertempur di medan yang terisolasi dan rumit) dan pedesaan Aleppo di Suriah tenggara.
Pemerintah China mengatakan bahwa kamp “pendidikan ulang” di Xinjiang menyediakan pelatihan kejuruan. (Foto: Reuters/Thomas Peter)
TIP sebagai Perantara
Para militan Uighur memiliki reputasi puritan ideologis yang setia kepada Al-Qaeda. Banyak warga Suriah yang berafiliasi dengan HTS menganggap mereka sebagai militan asing yang paling cakap.
Untuk beroperasi di Suriah, para militan Uighur mengembangkan hubungan yang kompleks dengan kelompok-kelompok jihadis lokal, termasuk ISIS. Mereka cenderung menghindari konfrontasi dengan ISIS pada prinsip afinitas ideologis dan cenderung mengagumi kecakapan pertempuran ISIS.
Secara lebih luas, mereka telah membangun itikad baik di antara para militan jihad di Suriah: menengahi antara HTS dan Jund al Aqsa di Idlib pada 2016-2017 dan HTS dan afiliasi Al-Qaeda, Huras al-Din, pada 2019. Adanya sejumlah orang Uighur di jajaran kepemimpinan ISIS mungkin telah memfasilitasi upaya mediasi TIP.
Pendekatan canggih TIP terhadap manajemen hubungan militan Uighur dan kelompok-kelompok jihadis lokal kemungkinan akan memfasilitasi kehadiran jihadis yang lebih luas di Suriah, sebagian dengan membantu mencegah kecenderungan kelompok-kelompok semacam itu terhadap pertikaian, menurut Al-Ghadhawi.
Reputasi jihadis Uighur sebagai militan yang berkomitmen dan selalu menghidari perselisihan yang telah menelan sebagian besar milisi Suriah, berkontribusi pada kekuatan bertahan mereka. Sementara kekuatan militer dan reputasi kelompok-kelompok jihadis telah melemah, kaum Uighur tetap relatif bertahan.
Hubungan antara beberapa militan asing Uighur dan ISIS adalah hal yang tidak biasa, mengingat permusuhan antara Al-Qaeda dan ISIS. Ketika ISIS menguasai sebagian besar wilayah Suriah timur, sekitar 400 keluarga Uighur memasuki Raqqah (termasuk sekitar 1.200 militan yang awalnya ditempatkan di “Qurain Reserve”, yang juga disebut sebagai “kamp Abu Musab al-Zarqawi”).
Sejumlah keluarga Uighur kemudian dipindahkan ke desa Deir ez-Zor yang dikuasai ISIS dan ditugaskan sebagai pemimpin dan pengawas pelatihan. Militan Uighur juga berperang bersama ISIS di Latakia dan Hama pada 2013-2014 (meskipun mereka membatasi operasi semacam itu di Suriah dan tidak membantu ISIS di Irak).
Beberapa militan Uighur tetap bergabung dengan ISIS sampai kelompok itu kehilangan wilayah terakhir mereka di Baghuz, Suriah, pada 19 Maret 2019. Para militan itu saat ini ikut ditahan bersama anggota ISIS di penjara yang dikontrol AS. Anggota keluarga militan Uighur kemudian dipindahkan ke kamp Al-Hol di timur laut Suriah, di mana sekarang diperkirakan ada 2.000 orang yang berasal dari China, menurut sumber resmi dari kamp tersebut.
Status Uighur di Suriah
Hubungan ISIS-Uighur telah melemah di tengah kemunduran strategis perantara mereka, TIP. Namun, TIP tetap aktif dan berpengaruh di barat laut Suriah.
Menangkap dan menahan ekstremis Uighur akan sulit, menurut Al-Ghadhawi. Selain hambatan militer, para militan Uighur kekurangan bukti identitas, setelah membuang dokumen identitas mereka saat memasuki Suriah.
Para petugas di kamp Al-Hol mengatakan, orang-orang yang mengaku sebagai warga negara China tidak memiliki dokumen untuk membuktikannya, mempersulit upaya untuk memulangkan mereka ke China.
Situasi ini bertepatan dengan meningkatnya ketegangan sosial dan politik antara Muslim Uighur dan pemerintah China, yang menghadapi kecaman internasional karena menindas kaum Uighur. Dalam iklim seperti itu, pemerintah China cenderung tidak selera untuk memulangkan jihadis Uighur atau keluarga mereka.
Uighur memiliki pengaruh yang tidak proporsional dalam lanskap militer Suriah barat laut, dan masuknya mereka ke medan perang Suriah telah menjadi pengganda kekuatan bagi pemberontak anti-rezim.
Seiring kontes untuk mendapatkan kendali atas Idlib semakin sengit, kepentingan mereka akan terus meningkat. Seperti yang telah disebutkan Al-Ghadhawi, kuatnya kehadiran jihadis Uighur di barat laut Suriah dibangun atas dasar kombinasi keterampilan militer, itikad baik lokal, dan manajemen hubungan yang efektif.
Ini membuat Uighur berada di posisi yang tepat untuk berpartisipasi dalam serangan internasional, atau melindungi dan memberdayakan kelompok yang melakukan serangan tersebut.
Selain itu, para militan ini (dan keluarga mereka) sudah tidak memiliki tempat untuk pulang, memastikan masalah akan tetap ada di mana mereka berada. Upaya bersama antara AS, Rusia, dan Turki untuk menenangkan Idlib tampaknya sangat tidak memungkinkan.
Penerjemah: Nur Hidayati
Editor: Aziza Fanny Larasati
Keterangan foto utama: Para pejuang pemberontak Suriah dari Provinsi Quneitra, berjalan dengan senapan mereka ketika mereka menunggu di titik persimpangan Morek untuk dipindahkan ke daerah yang dikuasai pemberontak di Provinsi Idlib dan Aleppo, pada tanggal 21 Juli 2018. (Foto: AFP/Getty Images/Aaref Watad)