Maduro
Amerika

Kembalikan Ekonomi Pasar Bebas Venezuela, Maduro Akui Delusi Sosialis

Berita Internasional > Kembalikan Ekonomi Pasar Bebas Venezuela, Maduro Akui Delusi Sosialis

Presiden Venezuela Nicolas Maduro merupakan pemimpin sosialis yang dibanggakan sebagai penerus mantan Presiden Hugo Chavez, sosialis garis keras. Sejak terpilih kembali dalam pemilu 2018 dianggap curang dan pemimpin oposisi Venezuela Juan Guaido didukung dunia termasuk Amerika Serikat, ekonomi negara itu mulai terpuruk. Maduro kini secara tidak terduga melakukan pendekatan terhadap ekonomi pasar bebas.

Langkah diam-diam Presiden Venezuela Nicolas Maduro untuk mengembalikan elemen-elemen ekonomi pasar bebas (free enterprise) di negaranya harus menjadi peringatan bagi siapa pun yang mendengarkan seruan sosialis Senator Bernie Sanders di pemilihan pendahuluan Partai Demokrat selama kampanye Pemilihan Presiden Amerika Serikat 2020 atau siapa pun yang masih tergoda oleh janji-janji kesejahteraan ala sosialisme.

Langkah Maduro merupakan upaya putus asa untuk meredam kemarahan publik. Dengan demikian, Maduro berharap dapat mempertahankan cengkeramannya pada kekuasaan di tengah keruntuhan ekonomi yang mengejutkan yang dipandang para ekonom sebagai yang terburuk di dunia dalam beberapa dasawarsa tanpa adanya perang.

Kisah sosialis Venezuela bukan yang satu-satunya terjadi di dunia. Dalam beberapa dekade terakhir, negara-negara sosialis di seluruh dunia telah membatalkan visi yang mereka doktrinkan dan memasukkan unsur-unsur ekonomi pasar bebas untuk menyelamatkan ekonomi mereka yang terpuruk. Mungkin yang paling mengejutkan, China pasca-Mao Zedong memilih ekonomi yang lebih berbasis pasar ketika Deng Xiaoping mengakui bahwa bangsanya tidak bisa bersaing dengan Amerika Serikat.

Baca Juga: Menyerah, Produksi Minyak Venezuela Diserahkan pada Swasta

Tunduknya Maduro terhadap kenyataan sangatlah instruktif. Hal itu terjadi satu dekade setelah Resesi Hebat dan keruntuhan keuangan pada 2008 dan 2009 mengguncang kepercayaan terhadap kapitalisme dan menguatkan para pendukung sosialisme dan model-model alternatif lainnya. Namun, setelah krisis itu berakhir, kapitalisme sekali lagi membuktikan keberaniannya dengan mempertahankan lebih banyak kesejahteraan dan standar hidup yang lebih tinggi sementara ekonomi Venezuela terus memburuk pada tingkat yang mengkhawatirkan.

“Perjuangan untuk bertahan hidup telah memaksa pemerintah Venezuela untuk bersikap pragmatis,” tutur Ramiro Molina, ekonom di Universitas Katolik Andres Bello Caracas, kepada The New York Times. “Hanya narasinya yang masih sosialis.”

Menurut analisis Lawrence J. Haas dari The Hill, langkah ini adalah pergeseran yang mencolok bagi Maduro karena ia adalah penerus mantan Presiden Venezuela Hugo Chavez yang berpikiran sama, sosialis garis keras yang berusaha menyalakan semangat “revolusi Bolivarian” di seluruh kawasan hingga kematiannya pada 2013.

Chavez terpilih pada 1998 karena gelombang penolakan publik terhadap korupsi pemerintah. Dia dengan cepat menasionalisasi industri, merampas pertanian dan bisnis, mendorong perubahan konstitusi untuk meningkatkan kekuatannya. Sebagai penguasa lalim yang pemberani, Chavez telah menindak perbedaan pendapat.

Meskipun ia mulanya telah menggalang dukungan populis dengan menggunakan pendapatan minyak untuk mendanai program-program bagi kaum miskin, visi sosialis yang mendorong kesalahannya dalam mengurus ekonomi telah menyebabkan melonjaknya inflasi, meledaknya utang publik, dan kekurangan kebutuhan seperti makanan, obat-obatan, air, dan listrik. Maduro, yang mengambil alih negara setelah Chavez meninggal, menggandakan visi sosialis itu dan memperburuk masalah ekonomi.

venezuela

Seorang demonstran anti-pemerintah di Caracas menunjukkan papan yang bertuliskan permintaan bantuan kemanusiaan dan sebuah pesan dalam bahasa Spanyol: “Warga Venezuela mati karena kekurangan obat-obatan. Maduro adalah seorang pembunuh.” (Foto: AP/Rodrigo Abd)

Baca Juga: Putin Dukung Rezim Maduro di Venezuela

Saat ini, Venezuela menjadi contoh kasus proporsi epik. Ekonomi negara telah menyusut lebih dari dua pertiga sejak 2013. Pendapatannya telah jatuh ke level terendah dalam beberapa dekade, sementara hiperinflasi menimbulkan kekacauan atas tabungan dan pembelian. Orang-orang kesulitan mencari makanan dan mengumpulkan kayu bakar untuk bertahan hidup.

Sementara makanan, obat-obatan, air, dan gas tetap mengalami kekurangan pasokan di seluruh Venezuela, layanan publik telah runtuh. Berbagai kelompok geng mengendalikan kota-kota dan para penjarah merampok bisnis. Listrik tak lagi mengaliri kota-kota yang tidak mendapatkan layanan perbankan, ponsel, dan layanan lainnya selama berhari-hari. Para pemilik toko mencoba bertahan dalam bisnis dengan memperbaiki kabel listrik sendiri. Para tukang daging menjual jeroan, lemak, dan kaki sapi karena konsumen tidak mampu membeli daging. Setidaknya tiga juta orang Venezuela telah meninggalkan negara itu.

Namun, setelah bertahun-tahun menasionalisasi bisnis dan menetapkan harga konsumen, Maduro kini berubah arah sambil mempertahankan retorika sosialisnya. Untuk mendorong aktivitas bisnis, ia berupaya memotong birokrasi. Dengan mata uang bolivar pada dasarnya tidak berharga, Maduro menyambut arus masuk dolar Amerika kembali ke dalam pasar mata uang.

Tidak ada usahanya yang lebih mencolok daripada di sektor minyak yang sejak lama dianggap sebagai harta berharga dalam ekonomi Venezuela karena pada masa yang baik menghasilkan pendapatan yang dapat membiayai kebutuhan publik. Berbagai perusahaan swasta pada dasarnya menjalankan bisnis minyak mulai dari memompa minyak hingga membayar para pekerja.

Langkah Maduro menuju ekonomi pasar bebas telah menimbulkan pengaruh berupa menstabilkan ekspor minyak, menghidupkan kembali ibu kota Venezuela, Caracas, dan memberi peluang baru bagi kelas atas negara itu untuk menimbun dan membelanjakan uang. Namun, masih belum pasti apakah hal itu cukup bagi Maduro untuk mempertahankan kekuasaan.

Upaya penjangkauan Maduro terhadap perusahaan-perusahaan minyak swasta telah menimbulkan masalah rumit bagi Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang memberikan sanksi atas perusahaan minyak milik negara Venezuela Petroleos de Venezuela, S.A, (PdVSA) pada Januari 2019 setelah Maduro menyatakan dirinya pemenang dalam pemilu 2018 yang dipandang curang oleh banyak orang.

Amerika segera mengakui pemimpin oposisi Venezuela Juan Guaido sebagai penguasa sah negara itu. AS juga menyerukan pemecatan Maduro dan menjatuhkan sanksi untuk melemahkan cengkeramannya pada kekuasaan. Namun demikian, raksasa minyak AS Chevron termasuk di antara perusahaan-perusahaan minyak (selain Rosneft yang dikelola negara Rusia serta perusahaan-perusahaan Eropa dan China) yang menghidupkan kembali sektor minyak Venezuela.

Sementara menyatakan keprihatinan tentang kegiatan perdagangan Chevron dengan Venezuela, pemerintah AS telah memberikan pembebasan perusahaan itu dari sanksi. Amerika mengakui, keluarnya Chevron dari Venezuela hanya akan meninggalkan kekosongan untuk diisi oleh perusahaan minyak non-AS.

Saat mempertimbangkan langkah selanjutnya, Lawrence J. Haas dari The Hill menyimpulkan, Amerika Serikat seharusnya tidak melakukan apa pun untuk mencegah pendekatan baru Maduro dengan ekonomi pasar bebas. Penyebabnya, dunia ekonomi yang lebih bebas menawarkan lebih banyak peluang perdagangan dan investasi bagi AS serta menciptakan lebih banyak kesejahteraan di dalam negeri Amerika.

 

Penerjemah: Fadhila Eka Ratnasari

Editor: Purnama Ayu Rizky

Keterangan foto utama: Presiden Venezuela Nicolas Maduro mengidap delusi sosialisme. (Foto: Reuters/Carlos Barria)

Kembalikan Ekonomi Pasar Bebas Venezuela, Maduro Akui Delusi Sosialis

BERLANGGANAN

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top