Kerusuhan Manado Soroti Risiko COVID-19 di Penjara Indonesia
Para tahanan yang mendekati akhir masa hukumannya dibebaskan untuk menghindari kemungkinan peningkatan infeksi COVID-19 di penjara-penjara yang penuh sesak di Depok, 2 April 2020. (Foto: Antara Foto/Asprilla Dwi Adha via Reuters)
Berita Internasional > Kerusuhan Manado Soroti Risiko COVID-19 di Penjara Indonesia
Para tahanan di Penjara Tuminting di Manado mengamuk dan melakukan pembakaran, di tengah kekhawatiran wabah COVID-19 di penjara yang penuh sesak.
Sebuah kerusuhan di sebuah penjara di provinsi Sulawesi Utara di Indonesia, di mana setidaknya satu penjaga dilaporkan menunjukkan gejala mirip COVID-19, telah menyoroti risiko yang ditimbulkan oleh virus corona yang dialami oleh 524 penjara di Indonesia yang penuh sesak.
Pada Sabtu (11/4) sore, para narapidana di Penjara Tuminting di kota Manado mengamuk dan membakar gedung-gedung. Ratusan polisi dan tentara kemudian menyerbu penjara dengan peluru tajam yang ditembakkan dan setidaknya satu tahanan ditembak di dada, menurut sumber di fasilitas itu dan berbagai laporan media setempat, dilansir dari Al Jazeera.
Pada Minggu (12/4) pagi, kepolisian Manado mengatakan kepada Al Jazeera bahwa situasi di Penjara Tuminting telah dikendalikan. Sumber tersebut tidak mengetahui penyebab kerusuhan dan menolak berkomentar lebih lanjut.
Namun, surat kabar onlineSindo Manado melaporkan, kerusuhan dimulai setelah desas-desus menyebar di antara para tahanan bahwa seorang penjaga diduga terjangkit virus corona. Ketika tuntutan untuk pengujian massal oleh tahanan lain tidak dijawab oleh otoritas penjara, mereka menjadi marah dan menuntut untuk dibebaskan.
Belum ada kasus COVID-19 yang dikonfirmasi di dalam lembaga pemasyarakatan Indonesia. Namun seorang sumber di dalam Penjara Tuminting (yang berbicara dengan syarat anonim karena takut akan pembalasan), mengatakan para pejabat berusaha untuk menyembunyikan awal wabah.
“Ada tahanan lain dengan gejala tetapi tidak ada alat tes sehingga mereka tidak dapat mengkonfirmasi apa pun. Mereka tidak ingin keluar, tetapi penjara mungkin penuh dengan corona,” ujar sumber itu, dikutip Al Jazeera.
Hotel K
John McLeod dari Tora Solutions, sebuah perusahaan keamanan Australia yang membantu narapidana asing di seluruh dunia, mengatakan situasinya juga bergejolak di dalam Penjara Kerobokan Bali. Dikenal sebagai Hotel K, fasilitas ini dirancang untuk 352 napi tetapi saat ini menampung 1.670, termasuk 76 orang asing.
“Para pejabat penjara di Kerobokan benar-benar berusaha. Mereka tidak hanya duduk santai. Mereka membuat para tahanan berjemur di matahari dan membasmi kuman di tanah,” ujar McLeod kepada Al Jazeera.
“Namun sumber daya di Indonesia sangat terbatas. Tidak ada alat uji, dan tidak mungkin untuk menerapkan jarak sosial di penjara yang memiliki empat atau lima kali populasi yang seharusnya. Jadi ada ketakutan yang sah, terutama di kalangan tahanan asing karena semua staf konsulat telah pergi dan tidak ada bantuan konsuler.”
Petugas pemadam kebakaran menyemprotkan cairan disinfektan di fasilitas umum di sepanjang ruas jalan Sudirman hingga Antasari, Jakarta Selatan, Minggu, 22 Maret 2020. Pemperintah Provinsi DKI Jakarta telah meminta seluruh kegiatan perkantoran dihentikan sementara demi mencegah penyebaran pandemi COVID-19. (Foto: Tirto/Bhagavad Sambadha)
Pejabat di Penjara Kerobokan juga telah melarang pengunjung sejak 31 Maret dan memberlakukan pemindai suhu tubuh inframerah untuk mencegah penjaga membawa penyakit itu ke dalam.
Namun menurut John Miller, ahli epidemiologi matematika di Universitas La Trobe Australia, mengukur suhu manusia “tidak memberikan banyak keamanan, karena bukti menunjukkan bahwa terdapat jumlah besar penularan COVID-19 yang berasal dari orang yang terinfeksi yang belum menunjukkan gejala”.
Di Jakarta, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly menandatangani keputusan pada awal April untuk membebaskan lebih dari 30.000 narapidana untuk mengurangi kepadatan napi dan tingkat infeksi COVID-19.
Namun itu masih meninggalkan penjara di negara itu dengan sekitar 100.000 narapidana lebih dari yang mereka rencanakan. Keputusan tersebut tampaknya tidak berlaku untuk 627 narapidana dan tahanan asing di Indonesia, termasuk Donya Louise Preston, seorang wanita Afrika Selatan yang dihukum 20 tahun penjara untuk perdagangan narkoba di Penjara Tuminting.
Tidak ada penangguhan hukuman bagi tahanan asing
Kembali di Penjara Kerobokan, di mana sekitar 300 tahanan Indonesia telah dibebaskan di tengah beberapa tahanan pria dan wanita yang menunjukkan gejala mirip COVID-19, McLeod mengatakan kepada kliennya untuk tidak berharap banyak.
“Saya telah melihat dokumentasi di mana dikatakan 53 orang asing telah menyelesaikan dua pertiga dari hukuman mereka dan telah diidentifikasi untuk pembebasan awal, tetapi dalam dokumen yang sama juga dikatakan orang asing tidak termasuk, jadi itu menyebabkan sedikit kegelisahan,” ujarnya kepada Al Jazeera.
“Hal yang paling sulit bagi saya adalah memberi tahu mereka, terutama orang-orang seperti Matty,” imbuhnya, merujuk pada Matthew Norman, seorang penyelundup narkoba Australia yang menjalani hukuman seumur hidup tanpa memenuhi syarat untuk pembebasan bersyarat.
“Matty adalah seorang remaja ketika dia ditangkap. Dia tahu apa yang dia lakukan salah dan telah berada di balik jeruji besi selama hampir 17 tahun sekarang. Dia melakukan pekerjaan luar biasa di penjara dan sangat bermanfaat bagi semua orang di sana. Sipir telah menulis surat kepada Presiden Indonesia selama bertahun-tahun untuk mencoba membebaskannya.”
Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia tidak segera menanggapi pertanyaan. McLeod mengatakan, upayanya untuk melibatkan departemen atas nasib Norman dan lima tahanan Australia lainnya di Kerobokan yang diwakilinya belum berhasil.
“Perasaan saya adalah saya tidak berpikir ada orang yang akan datang dan menyelamatkan mereka. Mereka harus menanggungnya kecuali jika angka kematian naik begitu tinggi sehingga menjadi tak tertahankan bagi pemerintah Indonesia untuk membiarkan semua tahanan bebas.”
Craig Cumming, rekan peneliti di Sekolah Kependudukan dan Kesehatan Global di Universitas Australia Barat yang mempelajari kesehatan mental para tahanan di penjara Australia, mengatakan pemerintah Australia harus meminta grasi bagi warganya yang dipenjara di Indonesia mengingat keadaan luar biasa.
“Di mana penjara sangat padat dan mereka tidak bisa secara fisik menjauhkan orang, saya bisa membayangkan bahwa akan ada tingkat kecemasan yang tinggi, dan tahanan akan mengambil risiko yang biasanya tidak akan mereka ambil dengan melancarkan kerusuhan dan membuat senjata,” ujarnya kepada Al Jazeera.
“Saya curiga penjara-penjara itu tidak memiliki staf yang cukup, sehingga jika terjadi sesuatu di sana, akan jauh lebih sulit dikendalikan.”
Cumming menambahkan: “Saya pikir mungkin juga ada risiko tinggi penyebarannya ke penjara lain di Indonesia.”
Ross Taylor, Presiden Indonesia Institute, sebuah wadah pemikir kebijakan luar negeri di Universitas Monash Melbourne, setuju.
“Penjara Indonesia unik karena banyak tahanan memiliki ponsel dan akses ke dunia luar, dan yang mengkhawatirkan kami adalah bahwa apa yang terjadi di Manado tadi malam akan menyebar ke seluruh negeri,” tuturnya.
“Ini adalah perkembangan yang sangat mengganggu, tetapi tidak mengejutkan karena kami telah mengetahui selama sebulan sekarang bahwa penerapan tes di Indonesia tidak memadai,” imbuh Taylor, mencerminkan data oleh situs pandemi Woldometer yang menunjukkan Indonesia memiliki salah satu tingkat pengujian terburuk di dunia.
Hanya 71 dari setiap satu juta orang di negara ini telah diuji, dibandingkan dengan 1.030 per satu juta di Thailand, 8.068 di Amerika Serikat, dan 15.730 per satu juta di Jerman.
“Ketika tes rendah seperti itu dikombinasikan dengan kepadatan di penjara, daerah miskin di Jakarta, dan bahkan di rumah sakit, tidak dapat dihindari bahwa itu akan menyebabkan masalah besar bagi pemerintah dan hampir meledak,” ungkapnya.
Penerjemah dan editor: Aziza Fanny Larasati
Keterangan foto utama: Para tahanan yang mendekati akhir masa hukumannya dibebaskan untuk menghindari kemungkinan peningkatan infeksi COVID-19 di penjara-penjara yang penuh sesak di Depok, 2 April 2020. (Foto: Antara Foto/Asprilla Dwi Adha via Reuters)
Kerusuhan Manado Soroti Risiko COVID-19 di Penjara Indonesia