KTT ASEAN: Perpecahan soal China Tempatkan Thailand di Kursi Panas
Asia

KTT ASEAN: Sejarah dan Evolusi

Berita Internasional > KTT ASEAN: Sejarah dan Evolusi

Pada praktiknya, para pengamat ASEAN akan memeriksa dokumen hasil dari KTT ASEAN, terutama Pernyataan Ketua, untuk mengukur posisi ASEAN tentang isu-isu strategis dan ekonomi penting yang mempengaruhi kawasan ini.

Sejarah dan evolusi

Mengutip makalah Asean Studies Centre, pada dekade pertama ASEAN setelah didirikan pada 8 Agustus 1967, Pertemuan Para Menteri Luar Negeri ASEAN (AMM) dan Pertemuan Para Menteri Ekonomi ASEAN (AEM) adalah forum utama untuk diskusi tentang isu-isu regional. Kerja sama regional masih terbatas seiring negara-negara anggota saling mengenal, belajar untuk bekerja sama, dan memelihara organisasi ASEAN yang baru dibentuk melalui beberapa kekeliruan awal, tulis Hoang Thi Ha dan Termsak Chalermpalanupap di ISEAS Yusof Ishak Institute.

Pertengahan 1970-an datang dengan kejutan geopolitik tektonik: Perang Vietnam berakhir pada 1975, dengan Vietnam bersatu di bawah pemerintahan komunis. Kemungkinan AS (yang dikalahkan dan dilemahkan secara moral) melepaskan diri dari wilayah itu sangat nyata. Dalam menghadapi tantangan seperti itu, negara-negara anggota ASEAN dipaksa untuk bersatu untuk solidaritas dan ketahanan kolektif.

ASEAN mengambil peluang baru untuk menjangkau melampaui ideologi ke negara-negara Indocina untuk membangun Asia Tenggara yang diperluas, damai, dan stabil. Pada Februari 1976, para pemimpin ASEAN berkumpul untuk pertama kalinya di Bali, Indonesia. Mereka menandatangani Treaty of Amity and Cooperation (TAC) yang meletakkan prinsip-prinsip koeksistensi damai dan penyelesaian perselisihan secara damai, memberikan landasan bagi perdamaian dan stabilitas regional yang masih relevan hingga saat ini.

Baca Juga: [Berita Foto] KTT ASEAN 2019 di Thailand Fokuskan Multilateralisme

Mereka juga mengadopsi Deklarasi ASEAN Concorde pada 1976, menegaskan kembali komitmen mereka untuk mengkonsolidasikan dan memperluas kerja sama multi-pihak ASEAN, memperkuat solidaritas politik melalui posisi terkoordinasi dan tindakan bersama jika memungkinkan, serta meningkatkan organisasi ASEAN melalui pembentukan Sekretariat ASEAN dan mengadakan pertemuan para pemimpin ASEAN bila perlu.

Bali Summit (yang menempatkan para pemimpin negara sebagai pemimpin ASEAN bukannya menteri luar negeri) “menandai titik balik bagi ASEAN. Sejak saat itu, ASEAN berlalu dari tahap formatif menjadi kelompok dan juru bicara yang berorientasi aksi untuk Asia Tenggara.”

KTT kedua para pemimpin ASEAN adalah satu tahun kemudian di Kuala Lumpur untuk merayakan peringatan 10 tahun ASEAN. Kesempatan ini juga menandai pertama kalinya para pemimpin ASEAN secara kolektif bertemu dengan Mitra Dialog mereka: Perdana Menteri Australia, Selandia Baru dan Jepang. Itu akan menjadi sepuluh tahun lagi sebelum para pemimpin bertemu lagi di KTT ketiga mereka di Manila pada Desember 1987 untuk merayakan peringatan 20 tahun ASEAN, dikutip dari ISEAS Yusof Ishak Institute.

Akhir dari Perang Dingin dan Kesepakatan Damai Paris 1991 yang menyelesaikan konflik Kamboja, memberi ASEAN kesempatan baru untuk merangkul integrasi ekonomi untuk mempertahankan relevansi ASEAN di era baru. KTT ASEAN ke-4 di Singapura pada Januari 1992 sepakat untuk membentuk Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN (AFTA) dengan tujuan menghilangkan semua jalur tarif dalam perdagangan intra-regional.

KTT Singapura menyuntikkan tujuan baru untuk ASEAN, di mana kerja sama ekonomi sekarang menjadi pusat agenda regional. Pada KTT ini, para pemimpin ASEAN juga sepakat untuk bertemu secara formal setiap tiga tahun, dengan pertemuan informal yang akan diadakan di antaranya.

Sepanjang 1990-an, kerja sama ASEAN terus berlanjut dan berkembang luas dan mendalam. Kebutuhan untuk mengadakan KTT ASEAN secara teratur untuk memungkinkan para pemimpin untuk memenuhi dan mengatasi tantangan yang muncul yang dihadapi kawasan itu sangat menarik. Mulai dari 2001, KTT ASEAN diadakan setiap tahun.

Piagam ASEAN sorot pentingnya KTT

Mengapa Pandangan Indo-Pasifik Indonesia untuk ASEAN Penting?

Presiden Indonesia Joko “Jokowi” Widodo, ketiga dari kanan, menyerahkan kunci simbolis kepada Sekretaris Jenderal ASEAN Lim Jock Hoi, kedua dari kanan, disaksikan oleh Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi, ketiga dari kiri, dan Menteri Luar Negeri Thailand Don Pramudwinai, kedua dari kiri, selama upacara peresmian gedung Sekretariat ASEAN yang baru di Jakarta, Indonesia, 8 Agustus 2019. (Foto: Anadolu Agency/Getty Images/Kyodo News)

Baca Juga: KTT ASEAN ke-34: Ini Semua yang Anda Perlu Tahu

Piagam ASEAN mulai berlaku pada 15 Desember 2008. Piagam ini mengharuskan para pemimpin untuk mengadakan dua KTT ASEAN setiap tahun. Tujuannya adalah untuk memberikan dorongan yang lebih besar bagi regionalisme ASEAN dan memperdalam integrasi regional, lanjut Hoang Thi Ha dan Termsak Chalermpalanupap.

KTT pertama dimaksudkan bagi para pemimpin untuk membahas pembangunan komunitas ASEAN dan menetapkan agenda untuk tahun tersebut.

Pada kesempatan ini, para pemimpin ASEAN juga bertemu dengan perwakilan para pemuda ASEAN, masyarakat sipil, dan Majelis Antar-Parlemen ASEAN (AIPA), sesuai dengan tujuan ASEAN sebagai organisasi yang berorientasi pada orang, yang berpusat pada orang. KTT kedua (biasanya diadakan pada kuartal keempat dalam satu tahun) berfokus pada arsitektur regional dan hubungan eksternal ASEAN.

Para pemimpin ASEAN juga melibatkan rekan-rekan Mitra Dialog mereka di KTT ASEAN Plus One, KTT ASEAN Plus Three, dan KTT Asia Timur. Dengan demikian, KTT pertama memiliki agenda “domestik”, sementara KTT kedua berorientasi pada hubungan eksternal ASEAN. Sejak 2009, para pemimpin ASEAN telah bertemu dua kali di tingkat KTT setiap tahunnya.

Namun, jadwal yang padat dapat membebani para pemimpin ASEAN, dan beberapa negara anggota terbatas sumber daya, terutama dalam hal tenaga kerja dan logistik. Dengan demikian, Laos sebagai Ketua pada 2016 secara inovatif menjadi tuan rumah KTT ASEAN ke-28 dan 29 di Vientiane pada September. Filipina sebagai Ketua pada 2017 kembali untuk menyelenggarakan dua KTT terpisah seperti yang dibayangkan dalam Piagam ASEAN.

Ada aspek-aspek lain dari KTT yang perlu dijabarkan:

(a) Di bawah Piagam ASEAN, KTT adalah “badan pembuat kebijakan tertinggi ASEAN” (Pasal 7.2 (a)), yang memimpin seluruh spektrum institusi ASEAN. Juga dipercayakan untuk mengatasi situasi darurat yang memengaruhi ASEAN. Dalam semangat ini, para pemimpin mengadakan pertemuan darurat pada Desember 2004 untuk membahas tanggapan ASEAN terhadap gempa bumi dan tsunami yang sebelumnya melanda negara-negara Lingkar Samudera Hindia.Pertemuan tersebut mengarah pada penandatanganan Perjanjian ASEAN tentang Penanggulangan Bencana dan Tanggap Darurat pada 2005.

(b) KTT ini juga diharapkan menjadi jalan akhir untuk keputusan ketika konsensus tidak dapat dicapai (Pasal 20.2), ketika ada pelanggaran serius terhadap Piagam atau ketidakpatuhan (Pasal 20.4), atau ketika sengketa di ASEAN tetap tidak terselesaikan setelah mode penyelesaian lainnya telah habis (Pasal 26).

Keputusan apa yang akan dibuat oleh KTT dalam keadaan ini dan bagaimana keputusan itu akan diambil, yaitu melalui konsensus atau tidak, akan dibuka. Sampai saat ini, belum ada kasus seperti itu dibawa ke KTT untuk preseden.

(c) KTT (yang melekat antar-pemerintah ASEAN) bukan badan peradilan. Perannya sebagai “wasit terakhir” tidak harus dilihat dari kacamata legalistik, tetapi dari apresiasi yang bernuansa bobot politik dan ikatan pribadi serta persahabatan di antara para pemimpin. Kehadiran dan pengaruh KTT ASEAN memiliki dampak di mana para pihak yang terkait akan memilih pendekatan memberi dan menerima dan menghasilkan solusi win-win untuk masalah-masalah mereka, sehingga tidak mempengaruhi kesatuan dan kredibilitas ASEAN.

Seperti yang dikomentari oleh mantan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono, “sebagai anggota keluarga ASEAN, kadang-kadang kita memberi, kadang kita menerima, dan kadang kita harus mempertimbangkan dalam mencapai kompromi.”

Kesimpulan

Mewakili kemauan politik dan komitmen tingkat tinggi dari negara-negara anggota kepada ASEAN, KTT memainkan peran penting dalam sejarah dan spektrum kelembagaan ASEAN, Hoang Thi Ha dan Termsak Chalermpalanupap menyimpulkan.

Signifikansi dan keunggulannya terus berkembang seiring dengan perkembangan ASEAN sebagai organisasi regional.

Faktanya, evolusi KTT ASEAN mencerminkan tonggak penting ASEAN dan transformasi dari asosiasi pemula menjadi organisasi kuat, yang kemudian mendefinisikan regionalisme di Asia Tenggara.

 

Penerjemah: Aziza Fanny Larasati

Editor: Purnama Ayu

Keterangan foto utama: Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha, ketua dari KTT ASEAN ke-34, berbicara dalam upacara pembukaan di Athenee Hotel di Bangkok, Thailand, 23 Juni 2019. (Foto: Reuters/Athit Perawongmetha)

 

KTT ASEAN: Sejarah dan Evolusi

BERLANGGANAN

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top