Hasrat Gibran Maju Pilkada, Aji Mumpung Jokowi Bangun Dinasti Politik
Berita Politik Indonesia Hari Ini

Langgengkan Dinasti Politik, Pencalonan Gibran Laik Dikritik

Berita Internasional > Langgengkan Dinasti Politik, Pencalonan Gibran Laik Dikritik

Selain dipandang tak etis, pencalonan Gibran Rakabuming sebagai Wali Kota Solo juga dipandang sebagai lompatan Jokowi untuk melanggengkan praktik dinasti kekuasaan.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz mendesak Jokowi melarang anaknya, Gibran Rakabuming maju ke kancah politik. Pasalnya, itu dikhawatirkan akan memicu anggapan bahwa bekas Gubernur DKI Jakarta itu tengah membangun dinasti.

“Ketika justru anaknya terlibat di dalam politik praktis, mencalonkan diri menjadi calon kepala daerah pada saat Jokowi sedang berkuasa, maka kemudian dianggap akan muncul tudingan Jokowi sedang membangun politik dinasti,” kata Donal kepada Tirto di kawasan Cikini, Jakarta Pusat.

Donal menambahkan, selama ini, jarang ada politikus yang mau memisahkan anaknya dari urusan politik dan proyek pemerintah. Mulanya, Jokowi adalah contoh yang berhasil untuk hal itu. Namun, pencalonan Gibran dipandang sebagai noda, sehingga tak ada lagi perbedaan antara Jokowi dan politikus lainnya.

Baca Juga: Pengamat: Jangan Ada Legalisasi Arak Jika Ekosistem Belum Jelas

“Kalau justru juga dilakukan oleh Pak Jokowi maka kemudian kita tidak akan punya contoh atau role model,” katanya kepada sumber yang sama.

Niat Gibran sendiri untuk maju Pilkada Solo sudah bulat. Ini didukung dengan hasil survei yang dirilis Universitas Slamet Riyadi Surakarta terkait bursa calon Wali Kota Solo. Hasilnya, dua putra Jokowi Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep masuk ke dalam daftar. Keduanya bersaing dengan Wakil Wali Kota Solo Achmad Purnomo dan Ketua DPRD Surakarta Teguh Prakosa. Berdasarkan survei itu, Achmad Purnomo mendapatkan elektabilitas 38 persen, Gibran mengantongi elektabilitas 13 persen, Teguh Prakosa 11 persen, sedangkan Kaesang hanya 1 persen.

Kendati mengantongi prediksi elektabilitas yang lumayan, pencalonan Gibran tetap ditentang oleh politikus lainnya, bahkan yang berangkat dari PDI-P, partai yang mengantarkan Jokowi ke RI-1.

Politikus PDIP Erwin Moeslimin misalnya menyebutkan, akan lebih elok jika Gibran terjun ke politik usai Jokowi menjabat sebagai presiden. Dia menilai akan lebih elok jika Gibran maju setelah orang tuanya tidak lagi ada dalam kekuasaan.

“Kalau untuk PDIP dari kepentingan politik saya kira akan selalu hasil-hasil riset dulu Pak Jokowi kita dukung itu kan hasil hasil survei, tapi ini saya dalam konteks nepotisme,” kata Erwin kepada Detik.

Baca Juga: 4 Alasan Pentingnya Legalisasi Arak Bali

Dinasti politik, latah pemimpin

Nicollo Machiavelli dalam salah satu magnum opus-nya Il Principe (Sang Pangeran) berujar, kekuasaan harus digapai dan dipertahankan, meski harus membuang bab etika ke tong sampah. Jika filsuf era Renaisans itu masih hidup kini, barangkali ia akan tertawa melihat cara pemimpin mempertahankan kekuasaannya. Petuah Machiavelli rupanya masih abadi hingga sekarang. Ia dilanggengkan lewat dinasti politik, nepotisme jabatan, tukar guling, dan bagi-bagi kue kepada para rente.

Terkait dinasti politik, Esty Ekawati dalam tulisannya Dilema Politik Dinasti di Indonesia (2015) menjelaskan, praktik ini jadi kian masif lantaran ada kebijakan otonomi daerah yang melahirkan demokratisasi di tingkat lokal, di mana pemimpin daerah dipimpin langsung oleh warganya. Masalahnya, tingginya ongkos politik dan besarnya “keuntungan” yang diperoleh jika menjadi kepala daerah, akhirnya membuat angan-angan demokrasi daerah itu berbelok. Kini, mereka yang duduk sebagai kepala daerah tak bisa dilepaskan dari para pejabat petahana, atau dinasti politik yang sudah ada sebelumnya.

Praktik ini makin subur setelah Majelis Konstitusi (MK) pada 8 Juli 2015 secara tak langsung melegalkan dinasti politik. MK saat itu membatalkan Pasal 7 huruf (r) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada, yang menerangkan, syarat calon Kepala Daerah (Gubernur, Bupati atau Walikota) tak mempunyai konflik kepentingan dengan petahana.

Di era Presiden Jokowi-Ma’ruf Amin, wacana anak dan menantunya untuk ikut berlaga di Pilkada 2020 jadi bukti kecil betapa kekuasaan memang harus dipertahankan bagaimanapun caranya.

Baca Juga: Ramai-ramai Bela Begpackers Bali: Mereka Bukan Pengemis

Baca Juga: Marak Begpackers di Bali, Pemulangan Jadi Langkah Tepat

Penulis dan editor: Purnama Ayu Rizky

Keterangan foto utama: Majunya Gibran di Pilkada 2020 buka peluang besar pelanggengan dinasti politik Jokowi. (Foto: Suratkabar)

Langgengkan Dinasti Politik, Pencalonan Gibran Laik Dikritik

BERLANGGANAN

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top