28 Oktober 1928 di halaman depan Gedung IC, Jl. Kramat 106, Jakarta. Tampak duduk dari kiri ke kanan antara lain (Prof.) Mr. Sunario, (Dr.) Sumarsono, (Dr.) Sapuan Saatrosatomo, (Dr.) Zakar, Antapermana, (Prof. Drs.) Moh. Sigit, (Dr.) Muljotarun, Mardani, Suprodjo, (Dr.) Siwy, (Dr.) Sudjito, (Dr.) Maluhollo. Berdiri dari kiri ke kanan antara lain (Prof. Mr.) Muh. Yamin, (Dr.) Suwondo (Tasikmalaya), (Prof. Dr.) Abu Hanafiah, Amilius, (Dr.) Mursito, (Mr.) Tamzil, (Dr.) Suparto, (Dr.) Malzar, (Dr.) M. Agus, (Mr.) Zainal Abidin, Sugito, (Dr.) H. Moh. Mahjudin, (Dr.) Santoso, Adang Kadarusman, (Dr.) Sulaiman, Siregar, (Prof. Dr.) Sudiono Pusponegoro, (Dr.) Suhardi Hardjolukito, (Dr.) Pangaribuan Siregar dan lain-lain. (Foto: Dok. Kompas)
Setiap tanggal 28 Oktober, pemuda se-Indonesia merayakan Hari Sumpah Pemuda. Namun, apakah hari bersejarah ini benar-benar telah merasuk dalam diri setiap pemuda di Indonesia? Telahkah pemuda generasi saat ini mewujudkan janji-janji pemuda di masa perjuangan?
Sembilan puluh dua tahun yang lalu, Sumpah Pemuda dengan lantang disuarakan oleh para pemuda seluruh Indonesia dari berbagai suku. Pada 28 Oktober 1928, digelar Kongres Pemuda II yang melahirkan Sumpah Pemuda.
Sumpah Pemuda menandai bersatunya masyarakat Indonesia terutama pemuda, untuk bersatu dan melawan musuh yang sama, di saat maraknya perpecahan di antara masyarakat.
Mulai 1915, para pemuda Indonesia telah mengalami kebangkitan, meski mereka masih terpecah-pecah dalam kelompok suku.
Dilansir dari Kompas.com, sebelum deklarasi Sumpah Pemuda, para pemuda sebagian besar terpecah ke dalam beberapa organisasi kedaerahan, misalnya Jong Sumatra, Jong Java, Jong Ambon, dan sebagainya. Namun kemudian, akhirnya tumbuh kesadaran di kalangan pemuda bahwa mereka sama-sama melawan musuh bersama yaitu Belanda, dan karenanya mereka harus bersatu.
Pada 1926, digelar Kongres Pemuda I. Dan dua tahun kemudian, pada 27-28 Oktober 1928, digelar Kongres Pemuda II, yang turut melahirkan deklarasi Sumpah Pemuda. Pada saat itu, bahasa Melayu telah banyak digunakan di seluruh Nusantara, walau statusnya belum kuat. Bahasa Melayu ini yang kemudian akan menjadi cikal bakal bahasa Indonesia.
Pada Kongres Pemuda II, tokoh yang berjasa, Moh Yamin, menuliskan gagasan Sumpah Pemuda di atas kertas, dan memberikannya kepada Ketua Kongres, Soegondo Djojopoespito. Kertas itu bertuliskan “Ik heb een eleganter formulering voor de resolutie (Saya punya rumusan resolusi yang elegan),” dikutip dari Kompas.com.
Pada akhirnya, teks Sumpah Pemuda itu lahir setelah para peserta menyatakan kesepakatan bersama mengenai pentingnya persatuan pemuda di seluruh Nusantara.
Berikut adalah isi dari teks Sumpah Pemuda:
“Kami Putra dan Putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.”
“Kami Putra dan Putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.”
“Kami Putra dan Putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Makna Sumpah Pemuda
Tak hanya kata-kata kosong, dalam setiap kata dan baris dari teks Sumpah Pemuda mengandung maknanya tersendiri.
Di alinea pertama, ‘mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia’, para pemuda bersumpah akan memperjuangkan kemerdekaan dan kedaulatan negara Indonesia.
Kemudian di alinea kedua, ‘mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia’, para pemuda bersumpah bahwa meski berasal dari suku, latar belakang, agama, dan ras yang berbeda-beda, mereka tetap bersatu dalam satu bangsa, yaitu bangsa Indonesia.
Sementara itu di alinea ketiga, ‘menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia’, para pemuda bersumpah bahwa bahasa Indonesia menjadi bahasa persatuan yang menyatukan seluruh identitas.
Dilansir dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Sumpah Pemuda juga mengandung sejumlah nilai-nilai yang patut kita resapi. Nilai-nilai tersebut adalah nilai persatuan, nilai demokrasi, nilai patriotisme, serta nilai kemandirian dan tanggung jawab.
Lalu, apakah pemuda Indonesia saat ini telah benar-benar memaknai dan menerapkan Sumpah Pemuda yang dideklarasikan oleh para pendahulu?
Jelas dari sejarahnya, bahwa Sumpah Pemuda dibuat untuk menyatakan dan berjanji bahwa pemuda Indonesia akan bersatu menjunjung tinggi martabat negara dan bersatu memajukan bangsa, terlepas dari latar belakang, ras, dan etnis.
Sayangnya hingga saat ini, masih banyak perpecahan yang terjadi. Penindasan terhadap mahasiswa Papua misalnya, atau diskriminasi terhadap minoritas atas dasar agama masih kerap kita temukan.
Namun, tidak ada kata terlambat. Sekarang saatnya mulai benar-benar menerapkan sumpah yang telah dengan lantang dideklarasikan oleh para tokoh berjasa sebelum kita. Saatnya generasi muda saat ini mewujudkan sumpahnya: menjaga persatuan dan kesatuan, terlepas dari identitas, agama, dan suku… atau pandangan politik.
Penulis dan editor: Aziza Larasati
Keterangan foto utama: 28 Oktober 1928 di halaman depan Gedung IC, Jl. Kramat 106, Jakarta. Tampak duduk dari kiri ke kanan antara lain (Prof.) Mr. Sunario, (Dr.) Sumarsono, (Dr.) Sapuan Saatrosatomo, (Dr.) Zakar, Antapermana, (Prof. Drs.) Moh. Sigit, (Dr.) Muljotarun, Mardani, Suprodjo, (Dr.) Siwy, (Dr.) Sudjito, (Dr.) Maluhollo. Berdiri dari kiri ke kanan antara lain (Prof. Mr.) Muh. Yamin, (Dr.) Suwondo (Tasikmalaya), (Prof. Dr.) Abu Hanafiah, Amilius, (Dr.) Mursito, (Mr.) Tamzil, (Dr.) Suparto, (Dr.) Malzar, (Dr.) M. Agus, (Mr.) Zainal Abidin, Sugito, (Dr.) H. Moh. Mahjudin, (Dr.) Santoso, Adang Kadarusman, (Dr.) Sulaiman, Siregar, (Prof. Dr.) Sudiono Pusponegoro, (Dr.) Suhardi Hardjolukito, (Dr.) Pangaribuan Siregar dan lain-lain. (Foto: Dok. Kompas)