Perang Korea
Asia

Analisis: Mengapa Korea Utara (Masih) Membenci Amerika?

Pasukan Marinir AS menyerang Hagaru-ri, Korea Utara, Desember 1950. (Foto: Fotosearch/Getty Images)
Berita Internasional > Analisis: Mengapa Korea Utara (Masih) Membenci Amerika?

Perang Korea masih menyisakan trauma di benak sebagian besar rakyat dan pemerintah Korea Utara. Pada perang berdarah tersebut, hanya dalam tiga tahun, jutaan nyawa terenggut, dan Semenanjung Korea tidak pernah sama lagi. Trauma tersebut masih cukup kuat hingga membuat Korea Utara masih membenci Amerika Serikat. Tapi, separah apa? Berikut ini sejarah singkat perang Korea dan dampak perang Korea yang masih dirasakan hingga saat ini.

Baca Juga: Militer Amerika Diam-diam Bersiap untuk Langkah Terakhir: Perang dengan Korea Utara

Oleh: Joshua Berlinger (CNN)

Peringatan berakhirnya Perang Korea terjadi pada Hari Kamis (27/7), tepat 64 tahun yang lalu. Namun, warisan berupa kerusakan akibat perang tersebut masih tetap berlangsung hingga hari ini.

Hanya dalam tiga tahun, perang tersebut merenggut jutaan nyawa dan mengubah Semenanjung Korea untuk selamanya.

“Kami pergi ke sana, berperang, dan akhirnya membakar semua kota di Korea Utara, entah bagaimana, dan beberapa di Korea Selatan,” kata mantan Komandan Angkatan Udara AS Jenderal Curtis LeMay pada tahun 1988, dalam sebuah wawancara untuk Angkatan Udara edisi sejarah.

Pada saat gencatan senjata ditandatangani pada tanggal 27 Juli 1953, Korea Utara—yang memulai perang dengan populasi penduduk 9,6 juta—telah kehilangan sekitar 1,3 juta korban masyarakat sipil dan militer, menurut angka yang dikutip oleh Angkatan Udara Amerika Serikat (AS).

Korea Selatan, sementara itu, kehilangan hingga tiga juta korban masyarakat sipil dan 225 ribu tentara, dari jumlah penduduk sekitar 20,2 juta di tahun 1950.

Jenderal Douglas MacArthur, seorang tokoh legendaris di militer AS yang kemudian menjadi panglima tertinggi Komando Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada awal perang, mengatakan dalam sebuah sidang kongres pada tahun 1951 bahwa dia tidak pernah melihat kehancuran semacam itu.

“Saya bergidik dengan ngeri karena saya tidak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata—pada pembantaian terus menerus terhadap masyarakat di Korea ini,” kata MacArthur. “Saya telah melihat sangat banyak darah dan bencana, dan itu hanya membuat perut saya terkungkung, terakhir kali saya berada di sana.”

Perang Korea adalah perang melawan Amerika yang merupakan peristiwa yang tidak diinginkan banyak orang, mengingat perang tersebut terjadi hanya lima tahun setelah berakhirnya Perang Dunia II.

Baca Juga : Bagaimana Pengungsi Korea Utara yang Lama Menetap di Korsel Melihat Olimpiade Gabungan

Lebih dari 33 ribu orang Amerika terbunuh dalam pertempuran tersebut dan 600 ribu dari militer Cina–yang bergabung untuk melindungi negara tetangga komunis mereka—ditinggalkan atau hilang.

Tentara Cina dan Amerika pulang ke rumah setelah pertempuran, namun orang-orang Korea Utara tinggal di tengah reruntuhan pertempuran—seluruh infrastruktur mereka hancur, kota-kota mereka benar-benar dilenyapkan.

Meskipun tanggal terjadinya gencatan senjata memegang beberapa arti penting di Amerika Serikat—AS akan memberlakukan pelarangan bagi rakyat Amerika yang akan melakukan perjalanan ke Korea Utara pada hari Kamis ini—warisan penghancuran tetap merupakan bagian penting dari propaganda untuk Kim Il Sung, anaknya Kim Jong Il dan cucunya Kim Jong Un, yang sekarang memegang kendali Korea Utara.

Jenderal Douglas MacArthur, pusat, kepala Komando U.N dalam Perang Korea, dan personil militer lainnya mengamati tembakan di Incheon dari USS Mount McKinley pada bulan September 1950.

Dosa Awal Amerika pada Perang Korea

Bagi orang Korea Utara, kehancuran datang dari atas. Konflik ini dilihat sebagai kampanye udara skala besar pertama yang dilakukan oleh Angkatan Udara AS.

Pesawat Amerika menjatuhkan sekitar 635 ribu ton bahan peledak di Korea Utara (lebih besar dibanding tiga tahun bom di seluruh area Pasifik pada Perang Dunia II), termasuk 32 ribu ton napalm, menurut seorang sejarawan Charles Armstrong.

Kecemasan yang terus berlanjut terhadap serangan udara militer AS yang mematikan membantu pemerintah Korea Utara untuk menggambarkan orang Amerika sebagai karikatur dari jauh, musuh tak berwajah yang meratakan negara mereka dan sewaktu-waktu dapat melakukannya lagi.

“Pengeboman tersebut dianggap sebagai dosa awal Amerika dalam propaganda Korea Utara dan tentu saja sangat biadab,” ujar Robert E. Kelly, seorang profesor ilmu politik di Universitas Nasional Pusan Korea Selatan. “Ini menjadi alat politik untuk membenarkan keadaan darurat negara secara permanen. Kolonisasi Jepang juga menggunakan hal yang sama.”

makalah perang korea

Jenderal Curtis LeMay pada bulan September 1965

Lautan Darah Perang Korea

Sebagian besar sejarawan menyatakan bahwa perang dimulai saat Kim tertua menyerang wilayah selatan, namun Korea Utara mengindoktrinasi warganya bahwa Amerika Serikat memulai perang—dan hanya keluarga Kim yang dapat melindungi mereka.

Negara Korea Utara mencoba menimbulkan kebencian mendalam terhadap Amerika Serikat. Taman kanak-kanak menggambar perjuangan anti-Amerika. Berita di media-media menampilkan video dari militer AS yang terbakar. Peringatan 25 Juni dimulainya Perang Korea adalah “hari perjuangan melawan imperialisme AS.”

berita perang korea

Sebuah poster propaganda anti-AS dipasang di taman kanak-kanak pada tahun 2012 di Pyongyang, Korea Utara. Karakter Korea tersebut mengatakan “kami senang bermain militer, menjatuhkan bajingan-bajingan Amerika itu”. (Foto: AP)

Orang yang memimpin mereka melewati perang, Kim Il Sung, dipuja sebagai dewa di Korea Utara dan dipuji dengan banyak prestasi: terutama karena menemukan ideologi sebagai petunjuk mereka, juche—yang berarti kemandirian—dan membebaskan Semenanjung Korea dari Pendudukan Jepang

Karya puisi dan seni juga dikaitkan dengannya—daan disuarakan oleh orang Korea Utara.

Baca Juga : Korea Utara Segera Ancam Amerika dengan Rudal Berhulu Nuklir

Contohnya adalah permainan drama, “Lautan Darah” yang dianggap sebagai karya budaya terpenting di negara itu. Drama ini menceritakan tentang seorang petani miskin yang bergabung dalam perang melawan pendudukan Jepang. Dia terbunuh, namun istrinya, yang bergabung dengan perlawanan komunis, terus membantu mengalahkan orang Jepang.

Permainan drama—yang cukup keras dan membawa nada etnosentris yang kuat, menurut analis Korea Utara—menggambarkan Juche, karena tokoh protagonisnya yang berani, independen dan patriotik.

berita terbaru perang korea

Puluhan ribu pria dan wanita menaikkan kepalan tanga mereka ke udara dan berteriak “Lawan!” sambil membawa papan yang berisi slogan-slogan propaganda anti-Amerika di Alun-Alun Kim Il Sung pada Minggu (25/6) di Pyongyang, Korea Utara—peringatan satu tahun dimulainya Perang Korea. Di Korea Utara, hari itu disebut dengan “hari perjuangan melawan imperialisme AS”. (Foto: CNN)

Ideologi juche telah ditanamkan ke dalam jiwa Korea Utara sejak Kim pertama kali mengenalkannya pada tahun 1950an. Karya propaganda seperti “Lautan Darah”—dan fakta bahwa hampir tidak mungkin bagi orang-orang di dalam negara itu untuk mendapatkan informasi dari dunia luar—membantu memperkuat mentalitas orang-orang yang kurang berprestasi, yang merupakan inti dari gagasan juche.

Perang Korea adalah Perang Senjata Nuklir

Mentalitas untuk bertahan tersebut meluas ke pemerintahan juga. Konstitusi negara tersebut menyatakan bahwa “pertahanan nasional adalah tugas tertinggi dan kehormatan warga negara,” dan negara ini diatur oleh “songun” - atau kebijakan militer-pertama, yang menempatkan angkatan bersenjata di atas segalanya.

dampak perang korea

Seorang anak menggambar tank dan senjata saat mengikuti kelas seni di Pyongyang, Korea Utara. Bagi anak-anak di Korea Utara, indoktrinasi yang sistematis terhadap paham anti-Amerika dimulai sejak taman kanak-kanak. (Foto: CNN)

Ketika berbicara mengenai program nuklir dan rudal Korea Utara, rezim Kim melihat pemimpin seperti Moammar Gadhafi Libya—yang menyerah dalam membangun senjata nuklirnya demi menjamin keamanan dan demi pembebasan sanksi, namun akhirnya digulingkan dan dibunuh—dan percaya bahwa senjata tersebut adalah Kunci sebuah rezim untuk bertahan hidup.

Sehingga negara ini mengeluarkan sebagian besar anggarannya untuk sektor pertahanan, dan mengatakan kepada masyarakatnya bahwa pengeluaran tersebut sangat penting untuk mencegah invasi AS.

Dengan uji coba rudal balistik antar benua yang sukses dilakukan awal bulan ini, mereka semakin dekat dengan tujuan mereka.

“Sekarang kapabilitas DPRK (Republik Demokratik Korea, nama resmi Korea Utara) untuk menyerang pusat AS kapanpun telah terbukti secara fisik, AS akan kesulitan untuk menyerang DPRK,” Kementerian Luar Negeri Korea Utara mengatakan dalam sebuah pernyataan segera setelah peluncuran rudal tersebut.

“Inilah satu-satunya cara untuk membela diri dan menjaga martabat bangsa di dunia yang saat ini penuh dengan permusuhan dan berlakunya hukum rimba.”

Sejarah Singkat Perang Korea

Perang Dunia II membagi Korea menjadi negara bagian utara yang menganut paham Komunis, dan bagian selatan yang diduduki Amerika, terbagi pada paralel 38.

Paralel 38 adalah lingkaran lintang pada 38 derajat di utara dari bidang ekuator Bumi. Paralel tersebut melintasi Eropa, Laut Mediterania, Asia, Samudra Pasifik, Amerika Utara, dan Samudra Atlantik. Paralel 38 utara membentuk perbatasan antara Korea Utara dan Selatan sebelum Perang Korea.

perang korea selatan

Paralel 38 utara membentuk perbatasan antara Korea Utara dan Selatan sebelum Perang Korea. (Foto: Wikimedia)

Perang Korea (1950-1953) dimulai ketika tentara Komunis Korea Utara melintasi Paralel 38 dan menginvasi Korea Selatan yang bukan Komunis. Ketika tentara Korea Utara Kim Il-sung, dipersenjatai dengan tank-tank Soviet, dengan cepat menyerbu Korea Selatan, Amerika Serikat datang membantu Korea Selatan.

Jenderal Douglas MacArthur, yang telah mengawasi pendudukan Jepang pasca-Perang Dunia II, memerintahkan pasukan AS yang pada saat itu mulai menghalau kekuatan Korea Utara di Pusan, di ujung paling selatan Korea.

Walaupun Korea secara strategis tidak esensial bagi Amerika Serikat, lingkungan politik pada tahap Perang Dingin ini cukup penting, sehingga pembuat kebijakan tidak ingin terlihat bersikap “lunak terhadap Komunisme.”

Secara nominal, AS melakukan intervensi sebagai bagian dari “tindakan militer non-formal” yang dijalankan oleh pasukan penjaga perdamaian internasional PBB (PBB); dalam kenyataannya, PBB hanya dimanipulasi oleh kepentingan anti-komunis AS dan NATO.

Dengan pasukan AS, PBB, dan Korea Selatan (ROK) disematkan ke laut di Pusan, MacArthur mengatur serangan amfibi yang berani di Inchon, sebuah pelabuhan di pantai barat Korea. Setelah melakukan pendaratan ini, MacArthur menumpas tentara Korea Utara dan merebut kembali Seoul, ibukota Korea Selatan.

Alih-alih puas dengan penaklukan kembali Korea Selatan yang cepat, MacArthur melintasi Paralel 38 dan mengejar tentara Korea Utara sampai ke provinsi paling utara Korea Utara. Khawatir bahwa AS tertarik mengambil Korea Utara sebagai pangkalan untuk operasi melawan Manchuria, Republik Rakyat China (RRC) secara diam-diam mengirim pasukan ke seberang Sungai Yalu.

Tentara Tiongkok pada saat itu menyerang pasukan AS/PBB/ROK. Hanya setelah penunjukan Letnan Jenderal Matthew Ridgway sebagai komandan pasukan darat, moral Amerika meningkat dan mulai ada inisiatif untuk bergerak melawan Komunis China.

Meskipun Presiden Truman berharap untuk mengakhiri perang dengan cepat dan menekan MacArthur untuk menjadi lebih bijaksana, ahli strategi yang brilian tersebut menentang perintah presiden dan terus melontarkan kata-kata prpvokatif tentang harapannya untuk menyatukan kembali Korea.

Setelah mendapatkan dukungan dari Kepala Staf Gabungan (JCS), Truman menurunkan MacArthur dari komando. Langkah itu sangat tidak populer di Amerika, karena MacArthur dianggap sebagai pahlawan perang populer. Hanya dukungan JCS yang menyelamatkan Truman dari pemakzulan setelah penembakan.

Ridgway mengambil alih komando MacArthur dan menahan pasukan Komunis dengan benteng dan kubu yang kuat di utara Paralel 38, sesekali melancarkan serangan terhadap Iron Triangle, di mana Komunis mengumpulkan kekuatan untuk melancarkan serangan terhadap Korea Selatan.

Negosiasi damai berlanjut di Kaesong, kemudian bergerak dan terus tertatih-tatih hingga mencapai Panmunjom hingga tahun 1951 dan 1952. AS mencoba menggunakan misi pengeboman strategis untuk mengintimidasi pasukan Komunis dalam menegosiasikan perjanjian damai, tetapi mereka tidak mau mengalah, terutama pada masalah POW (Repatriasi Tahanan Perang).

sejarah singkat perang korea

Jenderal Douglas Macarthur di atas Jeep. Macarthur ditunjuk sebagai komandan pasukan PBB saat pecahnya Perang Korea. Namun, dia secara terbuka menunjukkan ketidaksetujuannya atas kebijakan Amerika Serikat, dan pada bulan April 1951, Presiden Truman mencabutnya dari komando, yang memicu badai kontroversi. (Foto: Bettmaan/CORBIS)

Tidak ada pihak yang ingin terlihat lemah, dan pembicaraan berlanjut, kadang-kadang mandek selama berbulan-bulan. Hanya setelah Eisenhower—yang adalah pahlawan perang dan tidak takut akan kritikus dari Partai Republik (karena ia sendiri adalah seorang Republik)—menjadi Presiden, maka AS dapat memberikan konsesi besar kepada Komunis.

Pada tahun 1953 sebuah perjanjian perdamaian ditandatangani di Panmunjom yang mengakhiri Perang Korea, mengembalikan Korea kepada status yang terbagi, yang pada dasarnya sama saja dengan sebelum perang. Baik perang Korea maupun hasilnya tidak banyak mengurangi ketegangan Perang Dingin di era itu.

Analisis: Mengapa Korea Utara (Masih) Membenci Amerika?

BERLANGGANAN

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top