
Usulan perubahan nama Jabar yang terakhir disampaikan pada 2013, mencuat lagi pada akhir 2019. Berikut alasannya kenapa ini muncul lagi.
Koesoemadinata, pria yang dijululi Bapak Geologi Indonesia menjelaskan, sudah sewajarnya jika Provinsi Jawa Barat bersalin nama jadi Pasundan Raya. Dalam diskusi bertajuk “Nama Provinsi: Tinjauan Sejarah, Sosiologi, Antropologi, Ekonomi, dan Hukum Tata Negara” yang digelar Dewan Kebudayaan Jawa Barat, 28 September 2019, literatur geologi itu telah jamak menggunakan istilah Sunda yang tidak ada hubugannya dengan etnis Sunda.
Baca juga: Pengamat: Nihil Implikasi, Perubahan Nama Jabar Tak Perlu
Misalnya Sunda Island Arc yang membentang dari Sumatra sampai Timor, Sundaland atau Sunda Shield untuk anak benua Asia Tenggara, Sunda Trench yang mencakup palung sebelah barat Sumaatra dan Selatan Jawa, maupun Sunda Fold, suatu pelipatan tektonik yang khas di perairan Natuna.
“Sampai sekarang, dalam istilah ilmu kebumian, Sunda Island lebih dikenal daripada Indonesian Island. Nama Sunda itu tidak diketahui oleh orang Sunda sendiri. Hanya dinamakan oleh orang Eropa dan Amerika yang diduga tidak mengetahui adanya orang etnis Sunda,” tutur Koesoemadinata kepada Inilah.
Menurutnya, penamaan daerah di Indonesia tidak memiliki sistem. Misalnya secara geografis ada nama Jawa Barat yang ternyata di ujung barat Pulau Jawa ada Banten. Selain itu, ada nama Sumatra Utara, tetapi di atasnya masih ada Aceh. Padahal, pemberian nama harus mempertimbangkan asal usul maupun sosiografis penduduk.
“Secara geografis, Banten tidak masuk Jabar. Jadi Jabar itu utara pegunungan, lalu ada Tasikmalaya sampai Bogor yang disebut Priangan. Secara istilah, dari sejarah hanya mengenal Pajajaran yang merupakan wilayah Jabar sekarang,” jelasnya kepada sumber yang sama.
Dukungan untuk mengganti nama provinsi itu juga dilontarkan Reiza D Dienaputra, Guru Besar Universitas Padjadjaran Bandung. Ia mengatakan, nama Jawa Barat merupakan warisan kolonial sejak 1925 dan berlaku pada Januari 1926. Kemudian pada 4-7 November 1956, Kongres Pemuda Sunda menginginkan nama Jawa Barat diganti menjadi Pasundan. Apalagi nama Sunda itu muncul ketika ada penamaan delapan provinsi pertama di Indonesia.
“Ada namanya Sunda Kecil yang terdiri dari Bali, Nusa Tenggara dengan gubernurnya I Gusti Ketur Pudja. Memang bukan orang Sunda karena wilayahnya sendiri kan di Bali. Persoalannya, kemunculan Pasundan selalu identik dengan pemberontakan,” tuturnya lagi.
Baca juga: PKS: Pengadaan Helikopter Jabar Tak Masuk Akal
Wacana perubahan nama Provinsi Jawa Barat sendiri adalah lagu lama. Bahkan itu digulirkan sejak provinsi ini didirikan, merujuk pada Staatblad Nomor 378 yang dibentuk melalui UU Nomor 11 Tahun 1950.
Salah satu alasan pergantian nama, dinukil dari Inilah, adalah mempertegas identitas masyarakat Sunda. Perubahan tersebut demi mengikat budaya yang mulai terkikis dan sulit didapati di daerah asal akibat globalisasi. Secara yuridis, penggantian nama wilayah sudah biasa terjadi di Indonesia dan tidak bertentangan dengan kaidah hukum. Misalnya Irian Jaya menjadi Papua, Aceh menjadi Nangroe Aceh Darussalam.
Ganjar Kurnia, akademisi dari kampus yang sama menyatakan, “Ada pemikiran sejak lama dan perubahan nama ini di tempat lain biasa-biasa aja. Peluangnya ada juga karena daerah lain pernah menggunakan. Diharapkan nanti ada semacam tim yang melakukan pengajian dari berbagai aspek. Perubahan bukan hanya identitas diri, tapi memiliki harapan banyak memberikan manfaat,” katanya.
Ganjar mengakui, ada sejumlah nama yang muncul, di antaranya Pasundan, Sunda, Parahyangan, Pajajaran, Siliwangi. ia sendiri mengaku cukup heran ketika orang Sunda memunculkan kesundaannya, seringkali dicap sebagai sukuisme dan provinsialis. Padahal itu penciri, Sunda itu kebhinekaan.
“Bukan hal aneh, ketika daerah lain menggunakan identitasnya sebagai nama provinsi. Kenapa Sunda enggak boleh? Kita harus membangun, lalu meyakinkan kepada pihak lain, termasuk kepada Cirebon atau Bogor Raya melalui sebuah diskusi dan kajian. Cirebon bisa disentuh secara psikologis dan kultural. Artinya, penggunaan nama harus mencakup semua. Selanjutnya kita akan ada diskusi lanjutan. Kalau pun ganti nama, jadi apa,” jelasnya.
Di tempat terpisah, tokoh politik Sunda, Tjetje Hidayat Padmadinata menyampaikan, perlu ada revolusi Budaya Sunda. Hal ini demi menunjang perkembangan zaman yang terus berubah. Meski demikian, Tjetje amat menghargai pergerakan dari warga Sunda yang kini akhirnya mau bersatu.
“Sebelumnya orang Sunda itu sulit diajak untuk berkumpul dan kompromi. Namun, kali ini orang Sunda berkumpul demi tujuan yang sama. Karenanya kelompok kerja harus segera dibentuk setelah acara ini,” katanya kepada Radar Bogor.
Mengamini pendapat-pendapat tersebut, Adji Esa Putra, Koordinator Penulis/Pembuat Kajian Akademis Perubahan Nama Provinsi Sunda berujar, perubahan nama akan mengembalikan kearifan lokal masyarakat Sunda. Apalagi bila merujuk pada sejumlah daerah yang sudah melakukan perubahan nama, seperti Aceh, Makasar, Gorontalo, Papua.
“Kearifan lokalnya tumbuh dahsyat. Saya pernah jadi juri Bintang Radio Nasional di Papua. Teman saya buang sampah kecil, ditegur anak kecil Papua. Anak itu bilang jangan buang sampah sembarangan karena leluhurnya melarang hal itu. Mereka mengingatkan dari kearifan lokalnya,” ungkapnya seraya mengingatkan selama ini ada 200 lagu Sunda yang hilang.
“Perubahan ini sangat relevan. Kita mempertahankan genetika kekuatan Sunda. Daripada Jabar yang tidak memiliki sangkut paut apa-apa. Pak Rizal Ramli bilang nama Sunda itu bagus. Jabar tidak eksotis, tidak laku dijual. Lalu Burhanudin Abdulllah menyebutkan Sunda menguatkan jati diri, meningkatkan persaingan ekonomi. Semua setuju perubahan nama tersebut,” bebernya kepada Inilah.
Baca juga: Bank Emok Menjamur, Satgas Anti-Rentenir Saja tak Cukup
Sementara itu, anggota DPRD Jabar Buky Wikagoe menyatakan, usulan perubahan nama Provinsi Jabar diterima karena memiliki kajian akademik. Sebagai anggota DPRD Jabar, dirinya melihat hal ini sebagai bagian dari aspirasi. Politisi Partai Gerindra ini mengaku telah mengkomunikasikan usulan ini dengan Fadly Zon dan disambut antusias.
Layak ditunggu hasil diskusi para pakar dan sesepuh Sunda berikutnya. Nama apa yang akan diusulkan? Sunda, Pasundan, Parahyangan, Pajajaran, Siliwangi? Apakah Anda setuju jika Jabar ganti nama jadi Pasundan Raya?
Penulis: Anastacia Patricia
Editor: Aziza Larasati
Keterangan foto utama: Ridwan Kamil. (Foto: Bloomberg/Patrick T. Fallon)
