
Jika miras dilarang di supermarket atau cafe-cafe, maka peredaran miras oplosan justru rentan akan bertambah subur.
Kendati mengapresiasi usulan DPRD Jawa Timur soal Raperda Pengendalian Minuman Keras (Miras), Gubernur Jawa Timur saat itu, Pakde Karwo Soekarwo pernah enggan menindaklanjuti raperda ini. Pasalnya, ujar dia, peraturan daerah tersebut adalah wewenang kabupaten/kota.
“Perda pengendalian miras itu bagus, tetapi itu domain kabupaten/kota, sanksi itu ada di wilayah kabupaten/kota. Pemprov Jatim hanya berlaku kanalisasi terhadap ketentuan peraturan daerah,” tutur Soekarwo kepada Kompas.
Soekarwo menjelaskan, pengawasan minuman beralkohol diatur dalam Perpres Nomor 47 Tahun 2011 dan Permendagri Nomor 43/M-DAG/PER/9/2009 tentang Pengadaan, Pengedaran, Penjualan, Pengawasan dan Pengendalian Minuman beralkohol. Aturan tersebut menunjukkan, pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol merupakan kewenangan bupati/wali kota dan gubernur untuk Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta.
Sehingga, Soekarwo menolak raperda usulan DPRD Jatim tentang pengendalian miras. Atas penolakan itu, dia sempat disebut sebagai kepala daerah yang tidak memperhatikan kenyamanan masyarakatnya.
Baca Juga: Lika-liku Warga Tolak Tambang Tumpang Pitu
“Gubernur Soekarwo jelas tidak mementingkan kenyamanan rakyat, padahal Perda ini sangat penting untuk melindungi rakyat dari bahaya miras,” kata Ketua Badan Legislasi Daerah DPRD Jatim, RB Zainal Arifin kepada Kompas.
Politisi Partai Golkar itu pun menuding, Biro Hukum Pemprov Jatim tidak memberikan informasi utuh terkait kepentingan raperda tersebut, sehingga gubernur menganggap usulan raperda ini sebagai hal yang tidak urgen.
Sebenarnya, jika dikaji dari segi legal, sejumlah Perda Larangan Miras di Jatim juga tak memiliki payung hukum jelas di atasnya. Dalam jumpa Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dengan perwakilan pemerintah Pamekasan akhir Januari silam, misalnya, diketahui, pembahasan Perda terganjal karena belum ada legislasi yang lebih tinggi di atasnya.
Ini diakui DPRD Pamekasan, sehingga mereka berharap DPR RI dapat segera merampungkan pembahasan Rancangan Undang-Undang Minuman Beralkohol (RUU Minol) yang pada tahun ini masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas.
Sebagai informasi, sebagaimana dilansir dari laman resmi DPR, hingga kini regulasi yang mengatur tentang minol hanya Peraturan Presiden (Perpres).
“Saat ini, tidak ada satupun Undang-undang yang mengatur tentang minuman beralkohol. Yang mengatur hanyalah Peraturan Presiden. Maka kita menginginkan peraturan itu setingkat Undang-Undang, sehingga kita rumuskan dalam Prolegnas satu-satunya RUU Minuman Beralkohol. Selain itu, bisa menjadi payung hukum yang menyelesaikan polemik terkait peredaran miras di seluruh indonesia. Kami bertekad RUU ini bisa selesai di periode ini. Karena sudah dua periode tertunda,” ungkap politisi PPP Baidowi kepada sumber yang sama.
Baca Juga: Alasan Pemerintah Ngotot Pertahankan Tambang Tumpang Pitu
Terkait ini, Koordinator lembaga nonprofit East Java Action, di Surabaya, Rudhy Wedhasmara mengungkapkan, jika miras dilarang di supermarket atau cafe-cafe, maka peredaran miras oplosan justru rentan akan bertambah subur.
Ia mengutip data Kementrian Perdagangan (Kemendag) yang menunjukkan, saat ini jumlah total minimarket dan supermarket di seluruh Indonesia mencapai 23.000 unit. Jumlah tersebut mengalami peningkatan sebesar 14 persen dalam tiga tahun terakhir.
“Memang peredaran minuman berlalkohol itu harus dikendalikan tapi tidak lantas dilarang. Kami sepakat ketika yang membeli itu harus menunjukkan KTP (kartu tanda penduduk) sebagai bukti sudah cukup umur,” kata Rudhy kepada Tribun News.
Ia menambahkan, larangan miras di toko-toko modern, akan mendorong sejumlah warga berburu miras dengan cara-cara lainnya. Bisa jadi, ujarnya, mereka meminum minuman bersoda yang dicampur dengan bahan-bahan yang lain. Ujung-ujungnya, mereka meregang nyawa karena apa yang mereka minum adalah racun.
“Orang mengonsumsi minuman beralkohol kan ada banyak tujuan. Tak hanya untuk mabuk-mabukan, tapi juga karena faktor sosial dan juga rekreasi. Jadi, seharusnya peredaran minuman beralkohol ini jangan dilarang,” pungkas Rudhy.
Baca Juga: Kalah Saing, Jalan Khofifah Jadi Capres 2024 Kurang Mulus
Baca Juga: Banyak Didukung Sesama Politisi, Khofifah Layak Maju Pilpres 2024
Penulis: Anastacia Patricia
Editor: Purnama Ayu Rizky
Keterangan foto utama: Ilustrasi perwira Indonesia menghancurkan minuman beralkohol yang disita pada bulan suci Ramadhan. (Foto: EPA)
