Gencatan Senjata
Global

PBB Imbau Gencatan Senjata Global di Tengah Wabah Corona

Berita Internasional > PBB Imbau Gencatan Senjata Global di Tengah Wabah Corona

Apakah mungkin karantina konflik terlaksana? Bisakah gencatan senjata akibat virus corona membantu menyelesaikan konflik yang sebelumnya tidak bisa diselesaikan?

Sekretaris Jenderal PBB António Guterres pada 23 Maret mengimbau “gencatan senjata global segera” untuk memfasilitasi akses kemanusiaan ke populasi yang paling rentan di tengah wabah virus corona. Ini adalah permintaan gencatan senjata global pertama dalam 75 tahun sejarah PBB.

Responsnya cepat dan luas. Pihak-pihak yang berkonflik di 12 negara telah menyatakan gencatan senjata. Sekitar 70 negara telah mendukung seruan tersebut, bersama dengan tokoh-tokoh terkemuka seperti Paus, dan hampir 200 organisasi.

Di seluruh dunia, ada serangkaian komitmen simultan untuk menangguhkan permusuhan demi tujuan bersama. Di Kolombia, Sudan, Filipina, dan Yaman, gencatan senjata karena virus corona menjanjikan penghentian permusuhan untuk memungkinkan semua pihak memfokuskan upaya mereka dalam pertempuran melawan virus, serta memberikan bantuan kemanusiaan kepada mereka yang menderita krisis virus corona di daerah konflik.

Baca Juga: 100 Hari Pertama 2020: AS-Iran di Ambang Perang hingga Wabah Corona

Namun motivasi yang mendasari gencatan-gencatan itu bervariasi. Dalam beberapa kasus, komitmen untuk menunda pertempuran memenuhi tujuan praktis di luar mengatasi penyebaran global COVID-19.

Pertanyaan-pertanyaan besar yang menyertai keputusan gencatan itu adalah: Dapatkah jenis gencatan senjata itu efektif? Bisakah gencatan senjata itu membantu menyelesaikan konflik yang sebelumnya tidak bisa diselesaikan?

Gencatan senjata terkait penyakit pernah terjadi sebelumnya

Gencatan senjata virus corona bukanlah gencatan senjata pertama yang ditujukan untuk mengatasi penyebaran penyakit menular.

Berita Penting Pekan Ini

Virus corona di Iran telah membunuh banyak orang. (Foto: Al Monitor)

Data terbaru dari ETH/PRIO Ceasefire mencakup lebih dari 20 gencatan senjata yang berkaitan dengan penyakit menular sejak 1989, yang sebagian besar berurusan dengan program vaksinasi polio. Daftar ini termasuk gencatan senjata di daerah-daerah konflik di Afghanistan, Sri Lanka, El Salvador, Sudan, dan Suriah. Dalam kebanyakan kasus, gencatan senjata tampaknya relatif efektif untuk mencapai tujuan medis, di mana jutaan anak berhasil divaksinasi.

Tentu saja, ada perbedaan yang jelas antara ancaman virus corona dan bahaya tertular polio. COVID-19 tampaknya jauh lebih menular daripada virus lain, meskipun pemahaman kita tentang hal itu masih belum lengkap.

Studi USIP merinci upaya gencatan senjata yang berhasil karena netralitas organisasi internasional yang terlibat, dengan jelas menarik perbedaan antara program vaksinasi dan konflik yang lebih luas, dan pihak-pihak yang berkonflik tidak memanipulasi pengaturan untuk tujuan lain.

Ketika program vaksinasi dimanipulasi untuk tujuan strategis lainnya, mereka kehilangan legitimasi. Contohnya, pada 2011, orang-orang di Pakistan mengetahui CIA telah mendanai kampanye vaksinasi hepatitis B palsu untuk melacak pemimpin al-Qaeda Osama bin Laden. Hal itu menghambat upaya masa depan untuk mengatasi polio.

Memerangi penyakit menular juga terbukti sangat sulit di zona konflik. Wabah Ebola 2019, misalnya, menunjukkan efek pada upaya kesehatan masyarakat ketika pihak-pihak yang bertikai gagal mencapai pengaturan gencatan senjata. Pihak-pihak yang berkonflik di Republik Demokratik Kongo sengaja menargetkan kelompok-kelompok kemanusiaan dan PBB, merongrong upaya untuk menahan Ebola. Akibatnya, penyebaran penyakit meningkat dan penduduk sipil semakin menderita.

Tidak semua gencatan senjata sama

Dalam istilah formal, gencatan senjata adalah pengaturan di mana satu atau lebih pihak yang berkonflik berkomitmen untuk menghentikan permusuhan. Namun, di luar istilah general ini, gencatan senjata sangat bervariasi. Suatu gencatan senjata bisa sangat longgar aturannya, informal, dan unilateral. Gencatan senjata juga bisa multilateral dan melalui perjanjian formal.

Gencatan senjata memiliki berbagai fungsi yang mungkin, atau mungkin tidak, terhubung dengan proses perdamaian yang lebih luas. Meski beberapa gencatan senjata muncul dari negosiasi dan merupakan langkah penting menuju perdamaian, gencatan senjata lain bisa memiliki fungsi yang lebih terisolasi, seperti perayaan hari besar keagamaan, atau memungkinkan akses kemanusiaan.

Sejauh ini, ada kesamaan yang mencolok di antara gencatan senjata COVID-19. Hampir semua bersifat unilateral, tidak memiliki ketentuan yang merinci bagaimana kelompok lokal atau internasional dapat memantau kesepakatan gencatan senjata. Selain itu, tampaknya semua gencatan senjata tidak memiliki rincian yang jelas tentang tindakan yang dilarang, pengelolaan pelanggaran, atau kaitan dengan proses perdamaian yang lebih luas.

Ini tidak mengejutkan, menurut analisis Govinda Clayton di The Washington Post, karena gencatan senjata yang lebih rinci membutuhkan negosiasi antara para pihak dan peta jalan yang lebih luas untuk proses perdamaian selanjutnya. Sebaliknya, pengaturan sementara ini memungkinkan pihak-pihak yang berkonflik untuk mengkarantina konflik mereka tanpa berurusan dengan ruwetnya masalah politik.

Baca Juga: Pandemi Corona (COVID-19) di Mata Pengungsi Rohingya

Akankah gencatan senjata virus corona akan bertahan lama?

Jika gencatan senjata baru ini akan berlangsung selama wabah, pengaturannya perlu dikembangkan, kata Clayton.

Gencatan senjata yang komprehensif dan terperinci cenderung berlangsung lebih lama. Namun meningkatkan perjanjian unilateral menjadi perjanjian bilateral atau multilateral timbal balik yang lebih terperinci membutuhkan kepercayaan antar-pihak. Pihak-pihak yang terlibat dalam konflik kekerasan sering memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki kepercayaan dengan satu sama lain. Ini berarti mereka sering tidak mau berunding, apalagi terlibat dalam negosiasi serius.

Jika para pihak dapat membangun komunikasi dan kepercayaan melalui interaksi mereka dalam mengatasi ancaman virus corona, tujuan ganda (mengelola krisis langsung dan membangun kepercayaan) mungkin akan terpenuhi. Jika itu terjadi, peluang negosiasi yang signifikan dan gencatan senjata komprehensif di masa depan akan lebih besar.

Namun, selalu ada risiko, tegas Clayton. Jika gencatan senjata ini runtuh, atau dimanipulasi oleh salah satu pihak, prospek perdamaian mungkin akan memburuk. Demikian pula, upaya untuk membangun kepercayaan terlalu cepat dapat memicu risiko politisasi pengaturan kemanusiaan, yang kemudian dapat merusak upaya kemanusiaan.

Badan perdamaian internasional memiliki jaringan perwakilan di negara-negara yang terkena dampak konflik, dan tim mediator siaga PBB memiliki keahlian dalam membangun dan mengembangkan gencatan senjata. Pada prinsipnya, komunitas internasional telah memiliki badan dan tim terbaik untuk mendukung proses rumit gencatan senjata virus corona.

Seruan sekretaris jenderal PBB itu, menurut banyak analis, telah menciptakan momentum yang bermanfaat. Selama beberapa minggu dan bulan mendatang, akan terungkap lebih jelas apakah salah satu dari gencatan senjata baru ini dapat mencapai tujuan kemanusiaannya, dan bahkan menjadi langkah tentatif menuju perdamaian.

 

Penerjemah: Nur Hidayati

Editor: Purnama Ayu Rizky

Keterangan foto utama: Tentara Turki di kota perbatasan Suriah Tel Abyad pada Jumat (18/10). (Foto: Kementerian Pertahanan Turki/Reuters)

PBB Imbau Gencatan Senjata Global di Tengah Wabah Corona

BERLANGGANAN

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top