Global

Peluncuran Rudal Korut Jadi Pukulan Biden

Berita Internasional > Peluncuran Rudal Korut Jadi Pukulan Biden
Advertisements

Uji coba rudal balistik Korea Utara bertujuan untuk menekan pemerintahan baru Presiden Amerika Serikat Joe Biden yang tengah mengumpulkan sekutu dan bersiap untuk mengumumkan tinjauan kebijakan atas Korut.

Permainan kekuatan antara Korea Utara dan Amerika Serikat sedang memanas. Korut menguji coba rudal balistik ke Laut Jepang pada Kamis (25/3) pagi, meningkatkan ketegangan saat kegiatan diplomatik atas Semenanjung Korea semakin sengit, Asia Times melaporkan.

Menurut Kepala Staf Gabungan Korea Selatan, dua rudal diluncurkan pada pukul 07:06 dan 07:25 pada Kamis pagi dari pantai timur Korea Utara. Proyektil itu terbang 450 kilometer dan mencapai ketinggian 60 kilometer sebelum jatuh, yang merupakan karakteristik jangkauan dan ketinggian rudal balistik.

Berbeda dari uji coba rudal jelajah taktis lintasan datar pada Minggu (21/3), yang ditepis oleh Presiden AS Joe Biden, peluncuran pada Kamis (25/3) pagi merupakan pelanggaran resolusi Dewan Keamanan PBB dan menjadi tantangan bagi Biden. Uji coba rudal balistik Korea Utara terakhir kali dilakukan Maret 2020.

Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga mengatakan selama konferensi pers di Tokyo, peluncuran tersebut merupakan ancaman bagi keamanan dan perdamaian di kawasan. Suga menambahkan, dia akan membahasnya dengan Biden selama pertemuan puncak mereka pada April 2021.

Presiden Korea Selatan Moon Jae-in belum mengomentari peluncuran tersebut. Dewan Keamanan Nasional Korsel mengadakan pertemuan darurat, meskipun membatasi komentar hanya dengan mengungkapkan “kekhawatiran yang mendalam”.

Perkembangan tersebut dilatarbelakangi oleh aktivitas diplomatik yang intens. Menyusul kunjungan ke kawasan oleh Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengadakan pembicaraan di Seoul pada Kamis (25/3).

Pertemuan trilateral diperkirakan akan berlangsung pekan depan di Washington, D.C. di mana para pejabat keamanan nasional Jepang, Korea Selatan, dan Amerika Serikat akan membahas pendekatan mereka terhadap Korea Utara. Namun, pertemuan itu belum mendapat konfirmasi dari para pejabat Korsel.

Pemerintahan Suga Tokyo dan Perdana Menteri Jepang sebelumnya Shinzo Abe jauh lebih agresif terhadap Korea Utara daripada pemerintahan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in. Korsel dan Jepang juga berselisih tentang masalah terkait sejarah yang telah merusak hubungan bilateral kedua negara sejak 2018.

Sementara itu, Bire Investigasi Federal (FBI) Amerika Serikat telah mengambil langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk mengekstradisi dari Malaysia seorang tersangka pelaku pencucian uang Korea Utara.

Hal yang paling signifikan, tinjauan kebijakan pemerintahan Biden atas Korea Utara, yang akan menguraikan kontur kebijakan AS terhadap Korut selama empat tahun ke depan, diharapkan keluar pada April 2021.

Kim Jong-un tingkatkan taruhan

Saat komidi putar diplomatik semakin cepat, peluncuran rudal balistik pada Kamis (25/3) pagi adalah kalibrasi kenaikan terbaru dari tindakan Korea Utara sejak pemerintahan Biden mengambil alih kepresidenan AS. Setelah tanggapan lisan ringan terhadap latihan militer gabungan Korea Selatan-AS yang berakhir pekan lalu, Korut menembakkan dua rudal jelajah taktis ke Laut Kuning pada Minggu (21/3).

Sejauh ini, hasilnya sangat bisa ditebak. Apa yang mengkhawatirkan bagi para pemain politik dan pertahanan di Seoul, Tokyo, dan Washington, D.C. adalah apa yang mungkin terjadi dalam eskalasi berikutnya.

Di bawah Kim Jong-un, yang mengambil alih kekuasaan pada 2011, telah terjadi penembakan dan peledakan ranjau darat skala kecil di Zona Demiliterisasi (DMZ) Korea, tetapi tidak ada serangan yang signifikan di Korea Selatan. Peristiwa terakhir, dugaan tenggelamnya kapal korvet angkatan laut oleh kapal selam mini Korea Utara dan serangan artileri di sebuah pulau Korea Selatan, terjadi pada 2010.

Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un berpose untuk foto di Pyongyang pada 1 Januari 2019, foto ini dirilis oleh Kantor Berita Pusat Korea (KCNA) Korea Utara. (Foto: Reuters/KCNA)

Itu sebagian besar meninggalkan Korea Utara dengan uji senjata strategis sebagai unjuk kekuatan. Dari uji coba rudal balistik jarak pendek hari Kamis (25/3), langkah selanjutnya secara logis adalah uji rudal balistik jarak menengah, peluncuran satelit menggunakan teknologi penggunaan ganda, uji rudal balistik antarbenua, dan terakhir peledakan perangkat nuklir. Serangkaian tindakan itu, menurut kesepakatan para ahli, bukan sekadar tes rekayasa senjata, tetapi memiliki tujuan politik.

Di dalam negeri Korea Utara, mereka meningkatkan kohesi nasional. Secara internasional, mereka mengintimidasi, lantas menarik musuh ke meja perundingan untuk mengambil konsesi. Untuk kedua audiens di dalam dan luar negeri, mereka membuktikan relevansi Korut dalam urusan global.

Menyusul uji coba rudal balistik antarbenua (ICBM) dan uji coba nuklir yang berhasil, Kim Jong-un menerapkan moratorium yang diberlakukan sendiri pada 2017 dan keluar dari isolasi untuk memenangkan pencapaian diplomatik terbesar negaranya, yakni pertemuan dengan Presiden AS saat itu Donald Trump. Meski begitu, setelah dua KTT Trump-Kim dan meski adanya harapan tinggi, kedua belah pihak tidak dapat mencapai kesepakatan tentang pengurangan ketegangan dan denuklirisasi Korea.

Pertanyaan kuncinya sekarang, apakah Korea Utara dan Amerika Serikat siap untuk terlibat satu sama lain pada tingkat yang terlihat di bawah pemerintahan Trump sebelumnya, atau apakah mereka akan kembali ke status quo yang mendidih selama pemerintahan pendahulunya mantan Presiden AS Barack Obama.

Permainan senjata

Untuk saat ini, para ahli mengatakan Korea Utara berpegang teguh pada pedoman yang telah teruji dan dipercaya. “Ini adalah siklus atau ritme yang biasa karena mereka tahu jenis efek yang dapat mereka capai dengan tindakan tertentu, apakah mereka menembak ke timur atau barat laut, dan jenis rudal apa yang mereka gunakan,” tutur pensiunan mayor jenderal Korea Selatan Chun In-bum kepada Asia Times.

Namun, Chun memperingatkan, Korea Utara bisa salah perhitungan. “Korea Utara sangat lihai dalam hal ini, tapi saya pikir mereka memainkan permainan yang berbahaya. Mereka telah lolos sejauh ini, tetapi tidak ada jaminan itu akan berlanjut.”

Namun, militer Korea Utara memiliki alasan teknis serta politis untuk menguji senjata, yang telah mereka tingkatkan secara diam-diam sejak kegagalan KTT Kim-Trump di Hanoi, Vietnam pada 2019. Selama kongres partai tingkat tinggi pada Januari 2021, Kim secara mengejutkan mengumumkan perluasan gudang persenjataan.

Asia Times mencatat, aset yang berasal dari pabrik senjata Kim di antaranya adalah bom hidrogen “super-besar”, kapal selam nuklir, rudal balistik hulu ledak ganda, hulu ledak hipersonik, senjata nuklir taktis, satelit militer, dan drone.

Meski banyak dari senjata yang diumumkan kemungkinan masih direncanakan dan hanya bisa mewakili pion untuk dinegosiasikan sambil mempertahankan kemampuan inti, Korea Utara tidak diragukan lagi, meskipun ekonominya sangat kecil dan menderita sanksi berat, menawarkan kemampuan pengembangan senjata yang mengesankan, Asia Times mencatat.

“Korea Utara telah menunjukkan kemampuannya untuk meningkatkan kemampuannya dengan berkelit dari pengawasan komunitas internasional,” tegas Alex Neill, konsultan keamanan yang berbasis di Singapura.

“Mungkin saja Korut telah meningkatkan stok mereka sambil meningkatkan kemampuan mereka, sementara unjuk kekuatan adalah bagian tak terpisahkan dari pesan itu.”

Putaran diplomatik

Neill, spesialis atas Tentara Pembebasan Rakyat China China (PLA), mencatat pemerintahan Biden berusaha menekan China dan menekan para sekutunya untuk bergabung dengan upaya multilateral. Korea Utara, yang bisa bertahan berkat bantuan ekonomi China, kemungkinan besar akan diikutsertakan dalam upaya ini.

“Menekan China atas masalah Korea Utara akan menjadi salah satu alat yang akan digunakan oleh pemerintahan Biden. AS akan mengecam China karena mengabaikan kemampuan Korea Utara.”

Semua itu, ditambah meningkatnya ketegangan antara Korea Utara dan Amerika Serikat, dapat menjadi masalah bagi Korea Selatan, menurut laporan Asia Times.

“Jika Korea Utara berpikir AS akan diintimidasi, mereka mungkin salah. Saya pikir posisi AS akan menuju ke arah lain,” tukas Chun.

“Sementara itu, mereka akan meningkatkan kesulitan bagi pemerintahan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in, karena Moon ingin meningkatkan hubungan antar-Korea.”

Meskipun mendapat penolakan terus-menerus, Korea Selatan secara konsisten berusaha untuk menjalin keterlibatan kembali dengan Korea Utara. Awal pekan ini, Menteri Unifikasi Korea Selatan mengatakan kepada awak media lokal, mereka sedang mencari jalan untuk memberikan bantuan kemanusiaan ke Korut dengan cara yang “tidak terlalu kecil dan cukup besar”.

 

Penerjemah: Fadhila Eka Ratnasari

Editor: Purnama Ayu Rizky

Keterangan foto utama: Rudal balistik antarbenua terlihat di parade militer akbar yang merayakan ulang tahun ke-70 berdirinya Tentara Rakyat Korea di Lapangan Kim Il Sung di Pyongyang. (Foto: KCNA/Reuters)

Peluncuran Rudal Korut Jadi Pukulan Biden

BERLANGGANAN

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top