Rencana pemerintah Indonesia untuk memindahkan ibu kota dari Jawa ke Kalimantan telah terhenti di tengah pandemi COVID-19. Seorang pejabat tinggi mengatakan, akan “mengevaluasi” wacana ini setelah krisis berlalu.
Presiden Joko Widodo pada Agustus lalu mengumumkan proyek senilai US$33 miliar untuk membangun ibu kota baru di Kalimantan Timur, dengan alasan lalu lintas yang memburuk, penurunan tanah, banjir, dan sejumlah masalah lain di Jakarta.
Namun, fokus pemerintah saat ini pada penanganan wabah COVID-19 telah mengesampingkan proyek itu kini, menurut Luhut Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, dan orang kepercayaan utama presiden.
“Ini memang macet,” ujar Luhut kepada media lokal pada 14 April, disadur dari Mongabay. “Kami juga tidak dapat mengambil keputusan, presiden belum mengevaluasinya. Mungkin setelah kita selesai dengan COVID-19, kita akan mengevaluasinya atau apalah. Kami tidak tahu.”
Pemerintah sebelumnya telah merencanakan untuk memulai tahap pertama pengembangan infrastruktur untuk ibu kota baru, pada paruh kedua tahun ini dengan “terobosan lunak”.
Pemerintah telah menetapkan tenggat penyelesaian 2024 untuk tahap proyek ini; pada 2045, mereka mengharapkan ibu kota baru akan berfungsi penuh, tersebar di 200.000 hektar, atau hampir 500.000 hektar.
Di sisi lain, pemerintah telah banyak dikritik karena penanganan wabah COVID-19 yang telah membuat Indonesia memiliki tingkat kematian tertinggi di Asia di luar China. Pada 15 April, pemerintah pusat telah mencatat 5.136 infeksi virus corona dan 469 kematian; otoritas lokal dan ahli kesehatan setuju angka sebenarnya kemungkinan kali lebih tinggi.
Kurangnya pengujian telah menjadi masalah utama: hanya 36.000 tes telah dilakukan di negara dengan populasi lebih dari 260 juta jiwa ini. Sebaliknya, Korea Selatan (dengan seperlima populasi dan dua kali lebih banyak infeksi COVID-19 yang dikonfirmasi) telah melakukan hingga 15.000 tes per hari.
Baru-baru ini pada 24 Maret, persiapan untuk ibu kota baru “masih berada di jalurnya,” ungkap Luhut seperti dikutip dari Mongabay. Hal itu memicu kecaman luas terhadap prioritas pemerintah, diperburuk oleh fakta pada Maret, kementerian mengalokasikan Rp85 miliar hanya untuk menghasilkan rencana induk untuk ibu kota baru. Sementara, pemerintah telah mengalokasikan Rp405 triliun untuk responsnya terhadap COVID-19.
Para aktivis telah meminta pemerintah untuk fokus memerangi wabah, termasuk dengan mengalokasikan kembali dana untuk pengujian lebih lanjut, perawatan, alat pelindung diri untuk pekerja kesehatan, dan dukungan keuangan untuk masyarakat yang terpinggirkan.
“Rencana pemindahan ibu kota jelas tidak mendesak, jadi sebaiknya ditunda,” Nur Hidayati, Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), LSM lingkungan terbesar di negara ini, mengatakan kepada Mongabay. “Faktanya, organisasi kami selalu tidak setuju dengan rencana itu karena tidak memiliki alasan kuat untuk pindah.”
Keberatan Walhi untuk membangun ibu kota baru di Kalimantan Timur berpusat pada kekhawatiran tentang dampaknya terhadap lingkungan, masyarakat adat, dan satwa liar yang terancam, termasuk orangutan yang terancam punah.
Provinsi ini sudah menjadi lokasi pembukaan hutan skala industri untuk penambangan, pembalakan liar, dan budidaya kelapa sawit. Proyek pembangunan jalan berskala besar (yang sedang berlangsung dan direncanakan) semakin mengancam fragmen hutan hujan tropis di kawasan itu, memotong koridor hutan yang vital bagi pergerakan satwa liar.
Para ahli juga khawatir langkah ini (dengan masuknya ratusan ribu pegawai negeri sipil dan pekerja lainnya) akan memperburuk masalah sosial di Kalimantan Indonesia, yang memiliki sejarah panjang konflik mematikan antara penduduk asli dan pendatang dari beberapa wilayah di Indonesia.
Nur dari Walhi menegaskan, membangun ibu kota baru akan meningkatkan hilangnya habitat dan perusakan sumber daya alam, dan bahwa ini pada gilirannya akan meningkatkan risiko penularan penyakit zoonosis, seperti COVID-19.
Dia mengatakan, sejumlah besar beton, kayu, dan baja yang dibutuhkan untuk membangun kota baru itu akan menjadi bencana tidak hanya bagi hutan-hutan Kalimantan Timur, tetapi juga daerah lain di negara ini dari mana bahan-bahan itu bersumber.
Jika proyek dilanjutkan, pemerintah harus memasukkan analisis epidemiologis dalam penilaian dampak lingkungannya, ucapnya.
“Kita tidak bisa melanjutkan dengan model pembangunan normal,” tuturnya kepada Mongabay. “Model yang menyebabkan perusakan habitat.”
Penerjemah: Aziza Fanny Larasati
Editor: Purnama Ayu Rizky
Keterangan foto utama: Lokasi pembangunan jalan ibu kota baru di Kutai Kertanegara di Kalimantan Timur. (Foto: Reuters)
Pemindahan Ibu Kota Indonesia Ditunda karena COVID-19