Emmanuel Macron
Eropa

‘Penistaan Bukan Kejahatan’: Emmanuel Macron, di Tengah Sentimen Anti-Islam

Presiden Prancis Emmanuel Macron. (Foto: CNN)
Berita Internasional > ‘Penistaan Bukan Kejahatan’: Emmanuel Macron, di Tengah Sentimen Anti-Islam

Seorang siswi Prancis bernama Mila menerima ancaman pembunuhan setelah mengunggah hinaan anti-Islam di Instagram. Namun Presiden Prancis Emmanuel Macron membelanya, menyebut bahwa penistaan bukanlah kejahatan.

Emmanuel Macron telah terlibat dalam perdebatan tentang seorang siswi yang serangannya terhadap Islam telah memecah belah Prancis, bersikeras bahwa penistaan ​​“bukanlah kejahatan”.

Presiden Prancis tersebut membela remaja itu (yang bernama Mila) yang menerima ancaman pembunuhan dan dipaksa keluar dari sekolahnya setelah merekam kecaman anti-agama di media sosial, The Guardian melaporkan.

Intervensi Emmanuel Macron datang setelah Menteri Kehakimannya, Nicole Belloubet, dikritik karena mengklaim serangan Mila terhadap agama adalah “serangan terhadap kebebasan hati nurani”, walau mengatakan ancaman pembunuhan itu “tidak dapat diterima”.

Baca juga: Ambisi Emmanuel Macron untuk Uni Eropa pada 2020

Kasus ini memicu debat publik yang sengit di Prancis, sebuah republik yang sangat sekuler dengan populasi Muslim yang besar. Otoritas pendidikan sejak itu menemukan sekolah lain untuk remaja itu.

“Dalam debat ini, kita lupa bahwa Mila adalah seorang remaja. Kita berutang perlindungan di sekolah, dalam kehidupan sehari-hari, dalam gerakannya,” ujar Emmanuel Macron dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Le Dauphiné Libéré.

Emmanuel Macron menambahkan, dalam menemukan sekolah baru untuk Mila, “negara telah memenuhi tanggung jawabnya” dan bahwa anak-anak perlu “dilindungi dengan lebih baik” terhadap “bentuk-bentuk baru kebencian dan pelecehan online yang dapat merusak”.

“Kebutuhan itu terpisah dari kritik agama. Hukumnya jelas: kita punya hak untuk menghujat, mengkritik, mengkarikaturkan agama. Tatanan republik bukan tatanan moral, yang dilarang adalah menghasut kebencian dan menyerang martabat,” tambah Macron.

Presiden Prancis Emmanuel Macron berpidato di sesi ke-74 Majelis Umum PBB. (Foto: Reuters Carlo Allegri)

Mila (16 tahun) yang berasal dari dekat Lyon, menimbulkan kontroversi pada Januari setelah dia membuat siaran langsung di akun Instagram-nya di mana dia berbicara tentang homoseksualitasnya. Seorang komentator Muslim menjawab bahwa dia adalah “lesbian kotor” dan “pelacur kotor”. Dia menanggapi dengan mengunggah video hinaan terhadap Islam.

Penistaannya memicu ancaman kematian, dan para pengguna media sosial mengunggah informasi pribadinya secara online, termasuk di mana ia bersekolah. Jaksa penuntut umum telah membuka penyelidikan atas “ancaman kematian, ancaman untuk melakukan kejahatan, dan pelecehan” terhadap penyerangnya, dan penyelidikan terpisah apakah Mila telah “memprovokasi kebencian agama”, yang dapat dihukum, dinukil dari The Guardian.

Abdallah Zekri, delegasi jenderal French Council for the Muslim Faith (CFCM), mengatakan kepada radio Prancis: “Gadis ini tahu persis apa yang telah dilakukannya, mereka yang menabur, mereka akan menuai.”

Zekri menambahkan, komentar remaja itu tidak tercakup oleh kebebasan berekspresi tetapi menghina dan provokatif. Setelah itu, Mohammed Moussaoui, kepala baru CFCM, mengatakan bahwa kritik terhadap Islam harus diterima dan tidak ada pernyataan yang membenarkan ancaman pembunuhan. “Kita harus menerima semua perdebatan dan menolak semua kekerasan,” tulis Moussaoui.

Baca juga: Emmanuel Macron Ingin Mereorganisasi Islam di Prancis

Mila telah muncul di televisi Prancis untuk mengatakan bahwa dia tidak menyesali video tersebut dan membela hak untuk melakukan penistaan. Dia juga meminta maaf kepada mereka yang menjalankan agama mereka “dengan damai”.

Pemimpin sayap kanan, Marine Le Pen, membela remaja itu, dengan mengatakan apa yang dikatakannya “mungkin dianggap vulgar, tetapi kita tidak dapat menerima bahwa, di abad ke-21 Prancis, beberapa orang mengecamnya hingga ancaman kematian.”

Kasus ini telah mengingatkan pada pembantaian Charlie Hebdo pada 2015, yang menurut para pelaku adalah sebagai balasan atas surat kabar satiris yang menerbitkan kartun Nabi Muhammad beberapa tahun sebelumnya, yang dianggap ofensif oleh banyak umat Islam.

Dalam kasus hukum pada 2007 terhadap surat kabar tersebut, hakim menyatakan: “Di Prancis dimungkinkan untuk menghina sebuah agama, tokoh-tokohnya, dan simbol-simbolnya. Namun, menghina orang-orang yang mengikuti suatu agama dilarang.”

Penerjemah dan editor: Aziza Fanny Larasati

Keterangan foto utama: Presiden Prancis Emmanuel Macron. (Foto: CNN)

‘Penistaan Bukan Kejahatan’: Emmanuel Macron, di Tengah Sentimen Anti-Islam

BERLANGGANAN

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top