Dalam perang dagang AS-China, siapa yang paling menginginkan kesepakatan? Trump membutuhkan tercapainya kesepakatan segera untuk mengakhiri perang dagang yang merugikan perusahaan, petani, dan konsumen Amerika, dan yang akan mengganggu peluangnya untuk terpilih kembali pada Pilpres AS 2020. Dia juga menghadapi masa depan politik yang tidak pasti di tengah-tengah penyelidikan pemakzulan. Tapi Xi mungkin lebih bersemangat untuk membuat kesepakatan karena dalam politik China saat ini, tidak ada yang lebih penting daripada pertumbuhan ekonomi dan hubungan AS-China.
Negosiasi adalah soal memberi dan menerima. Dan pihak yang lebih bersemangat untuk menyelesaikan transaksi akan memberi lebih banyak. Itulah sebabnya China membuat lebih banyak konsesi daripada AS dalam kesepakatan tahap pertama yang baru saja disimpulkan, setelah perundingan perdagangan maraton mereka.
Harapan sempat meredup untuk tercapainya kesepakatan semacam itu dalam minggu-minggu menjelang perundingan putaran ke-13, di tengah adanya sejumlah kontroversi: kemarahan China atas dukungan manajer NBA terhadap protes Hong Kong; pengesahan UU Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong di DPR AS; pemerintahan Trump melaporkan diskusi seputar pembatasan aliran modal ke China; AS memasukkan lebih banyak perusahaan teknologi China ke dalam daftar hitam; dan larangan bepergian bagi para pejabat yang terkait dengan pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang.
Namun, guncangan politik ini tidak menghalangi para negosiator untuk mencapai kesepakatan, seiring kedua negara ingin mengakhiri perang tarif yang sangat merugikan ekonomi mereka. Secara politis, baik Presiden AS Donald Trump maupun Presiden China Xi Jinping juga menginginkan kesepakatan dalam menghadapi tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya ini.
Presiden Trump dan Presiden China Xi Jinping berpose di Kota Terlarang di Beijing pada 8 November 2017. Pada 3 Desember 2018, Trump membual bahwa hubungan AS telah mencapai “kemajuan BESAR” setelah pertemuannya di Argentina dengan Xi. (Foto: AFP/Getty Images/Jim Watson)
Trump membutuhkan tercapainya kesepakatan segera untuk mengakhiri perang dagang yang merugikan perusahaan, petani, dan konsumen Amerika, dan yang akan mengganggu peluangnya untuk terpilih kembali pada Pilpres AS 2020. Dia juga menghadapi masa depan politik yang tidak pasti di tengah-tengah penyelidikan pemakzulan di DPR.
Tapi Xi mungkin lebih bersemangat untuk membuat kesepakatan karena dalam politik China saat ini, tidak ada yang lebih penting daripada pertumbuhan ekonomi dan hubungan AS-China―dua masalah yang kritis dan saling terkait. Setelah menjadi ekonomi utama yang tumbuh paling cepat di dunia, China telah kehilangan momentum selama dekade terakhir, dengan penurunan yang stabil.
Pertumbuhan produk domestik bruto turun ke rekor terendah, 6 persen, untuk Juli-September, dan itu tentu saja berada di bawah tolok ukur politik. Meskipun memiliki status unik, namun kredibilitas politik Xi dan cengkeramannya pada kekuasaan dipertaruhkan jika ia gagal mengelola kedua masalah tersebut, mengingat bahwa hubungan AS-China sebagian besar stabil dan ekonomi menguat sebelum masa pemerintahan Xi.
Inti dari kesepakatan parsial tahap pertama adalah bahwa AS hanya membuat satu konsesi, setuju untuk menunda kenaikan tarif 15 Oktober―yang akan menaikkan bea atas barang-barang China senilai $250 miliar dari 25 persen menjadi 30 persen―dengan imbalan konsesi China yang substansial.
AS tidak setuju untuk menghentikan bea masuk baru 15 persen atas ekspor China senilai $160 miliar yang dijadwalkan pada bulan Desember. AS juga tidak membuat konsesi untuk Huawei, meskipun China telah mengajukan permintaan berulang kali.
Sebaliknya, konsesi China meliputi: pembelian besar-besaran produk pertanian AS; perlindungan kekayaan intelektual; tindakan untuk mengatasi masalah transfer teknologi; pembukaan pasar keuangan; reformasi rezim nilai tukar; dan pembentukan mekanisme penegakan hukum, menurut Gedung Putih.
Pembelian tahunan China atas produk pertanian AS senilai $40-50 miliar juga dua kali lipat dari biasanya, mengingat bahwa impor rata-rata China sekitar $21 miliar per tahun pada tahun-tahun puncak antara 2012 dan 2017. Impor turun tajam menjadi $8,6 miliar pada tahun 2018 dan $7,7 miliar dalam delapan bulan pertama tahun 2019.
Memang, China telah mulai mengambil tindakan untuk mengatasi kekhawatiran AS sebelum perundingan, menempatkan pesanan besar baru untuk produk pertanian AS, membuka pasar dan industrinya, memberlakukan hukum investasi asing yang melarang transfer teknologi paksa, menghidupkan kembali aturan untuk meningkatkan perlindungan kekayaan intelektual, dan mengambil tindakan untuk mengurangi subsidi negara kepada beberapa industri.
Namun, satu-satunya hal yang pasti tentang negosiasi adalah, bahwa negosiasi itu akan mengarah pada negosiasi lebih lanjut. Para negosiator AS dan China akan mengadakan perundingan yang lebih kritis, mengingat bahwa mereka masih jauh dari pencapaian kesepakatan perdagangan yang lengkap dan komprehensif untuk mengakhiri perang dagang.
Cary Huang adalah kolumnis veteran urusan China, ia telah menulis tentang topik ini sejak awal 1990-an.
Pandangan yang diungkapkan dalam artikel ini adalah milik penulis dan tidak mencerminkan kebijakan editorial Mata Mata Politik.
Keterangan foto utama: Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping. (Foto: Getty Images/Shutterstock/CNNMoney)
Perang Dagang AS-China: Siapa yang Paling Inginkan Kesepakatan?