Persetan America First, Pandemi COVID-19 Tak Kenal Batas Negara
Amerika

Persetan America First, Pandemi COVID-19 Tak Kenal Batas Negara

Berita Internasional > Persetan America First, Pandemi COVID-19 Tak Kenal Batas Negara

Amerika Serikat belakangan ini secara mencolok lebih mementingkan negeri sendiri dan mengabaikan peran globalnya dalam memimpin negara-negara di dunia. Satu-satunya cara AS dapat benar-benar mengalahkan pandemi COVID-19 adalah dengan mengatur ulang agenda diplomatiknya.

Dalam beberapa tahun terakhir, Gedung Putih tak lagi menjadi pemimpin dunia yang dapat diandalkan dalam urusan perdagangan, imigrasi, aliansi lama, dan lembaga internasional. Batas-batas pendekatan ini telah diungkapkan oleh pandemi COVID-19: Semboyan “America first” tidak berarti apa-apa di tengah wabah virus corona baru yang tidak mengenal batas negara.

Sisi utama strategi Amerika Serikat dalam memerangi pandemi bergantung pada kemampuan pemerintahan Presiden AS Donald Trump untuk memimpin negara-negara lain. Bahkan jika Amerika sesaat mengekang virus, wabah di beberapa sudut dunia yang dapat lebih cepat memulai kembali spiral infeksi baru Amerika sebelum vaksin disetujui.

Baca Juga: Masa Depan Kerja Sama ASEAN-Amerika di Tengah Pandemi

Sekarang, lebih dari sebelumnya, layanan kesehatan Amerika Serikat dan oleh karena itu keamanan tergantung pada sistem kesehatan dan pemerintah paling rapuh di dunia. Saling ketergantungan itu dan keharusan kerja sama yang diciptakan seharusnya mendorong upaya memikirkan kembali diplomasi unilateralis yang kacau. Namun, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo sebagian besar tidak mengubah agenda kebijakan yang telah diajukan sebelum pandemi.

Sebelum serangan COVID-19, kebijakan luar negeri AS berfokus terutama pada persaingan kekuatan besar dengan China dan Rusia. Kedua, Amerika juga dengan gencar meluncurkan kampanye tekanan maksimum untuk memaksa Iran, Korea Utara, dan Venezuela untuk mengubah arah negara. Dengan Korea Utara, tentu saja pemerintah AS telah menambah sanksi dengan pembicaraan langsung. Tantangan yang tidak lazim ini memerlukan kewaspadaan dan manajemen yang konstan. Namun saat ini, musuh yang tak terlihat dan mematikan juga menuntut agar diplomasi Amerika beradaptasi untuk membendung bahaya pandemi yang berada di mana-mana.

Ketika virus corona baru menyebar dengan kecepatan eksponensial di Amerika Serikat dan berbagai tempat lain, Departemen Luar Negeri AS tidak dapat menyesuaikan diri dengan cukup cepat. Sebaliknya, Pompeo tampaknya berfokus untuk menyulut ego Trump daripada menggalang komunitas internasional. Koordinasi kesehatan masyarakat dengan China, kekuatan dunia yang kian meningkat dengan sumber daya dan keahlian ilmiah yang melimpah, perlu menjadi pusat dari setiap upaya internasional. Sementara itu, organisasi seperti G7, Dewan Keamanan PBB, dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tidak dapat merespons secara efektif di tengah konfrontasi AS-China.

Sejauh ini, Trump dan Pompeo telah melibatkan China dalam permainan saling tuding yang sia-sia. China awalnya menyembunyikan informasi penting tentang tingkat masalah dari ahli epidemiologi, ilmuwan, dan WHO. Namun, China baru-baru ini telah membantu negara-negara berkembang dan para sekutu AS di Eropa yang diguncang wabah dan memfasilitasi sumbangan ventilator ke New York City. Para tokoh skeptis menyoroti, gerakan bantuan ini mungkin dilakukan dengan pamrih.

Namun saat ini, negara-negara yang sangat membutuhkan menghargai bantuan di mana pun mereka dapat menemukannya. Meskipun persaingan mereka semakin ketat, Amerika Serikat dan China perlu menemukan cara untuk bersatu melawan virus.

Trump

Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dan Presiden Trump berbagi tawa selama pertemuan di Ruang Kabinet Gedung Putih, 18 Juli 2018 di Washington. (Foto: Getty Images/Olivier Douliery)

Baca Juga: Trump Batal Cabut Pembekuan Dana Amerika untuk WHO

Pompeo juga berselisih dengan Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei, yang ia tuduh tidak jujur atas wabah yang menghancurkan di negara itu. Sementara suara-suara terkemuka AS dan Eropa mendesaknya untuk menghapus pembatasan yang mempersulit pengiriman bantuan yang tepat waktu kepada rakyat Iran, Pompeo telah menolak.

Di Afghanistan, setelah Pompeo tidak dapat menengahi perjanjian pembagian kekuasaan antarfaksi, ia mengumumkan penarikan bantuan AS sebesar US$1 miliar. Sejumlah laporan kemudian muncul tentang pemotongan bantuan Amerika untuk Yaman yang dilanda perang dalam menanggapi pembatasan distribusi bantuan oleh pemberontak Houthi yang didukung Iran. Alih-alih membantu menopang masyarakat yang rapuh, tindakan-tindakan tersebut mengancam untuk membuat rakyat Afghanistan dan Yaman lebih rentan terhadap virus, dampak yang pada akhirnya dapat menyebabkan gelombang infeksi sekunder COVID-19 di seluruh dunia.

Sekutu militer AS tidak bernasib lebih baik. Lebih dari 4.000 pekerja lokal di pangkalan Amerika Serikat di Korea Selatan menjalani cuti tidak berbayar pada April 2020 karena perbedaan pendapat tentang pembagian biaya pertahanan. Uni Eropa rupanya mengetahui rencana Trump untuk menutup perjalanan dari kawasan itu pada saat yang sama seperti yang dilakukan semua pihak, yang kian meningkatkan kegelisahan dan kebingungan.

Secara keseluruhan, ini adalah langkah-langkah yang tidak menghasilkan manfaat apa pun untuk membendung pandemi global yang terus menyebar.

Selama beberapa generasi, para diplomat terkemuka Amerika Serikat telah menunjukkan kepemimpinan di saat krisis, ketika negara-negara bersatu melawan ancaman global. Mereka mengoordinasikan koalisi Perang Teluk I melawan Presiden Irak Saddam Hussein dan memimpin tanggapan untuk menangkap epidemi AIDS di Afrika mulai 2003, menangani krisis keuangan 2008, dan melawan wabah Ebola pada 2014. Mantan Presiden AS George W. Bush dan Barack Obama seringkali tidak saling sepakat dalam hal kebijakan luar negeri, tetapi mereka berdua memahami, Amerika Serikat harus memimpin dalam memerangi ancaman global.

Meskipun salah langkah baru-baru ini, dunia masih haus akan kepemimpinan AS. Tidak ada negara lain yang berada pada posisi yang lebih baik untuk menyediakan kepemimpinan semacam itu. Dalam masa pandemi yang belum pernah terjadi sebelumnya ini, setiap negara di dunia tengah memerangi musuh bersama.

Fokusnya harus dipusatkan segera pada upaya menyelamatkan nyawa dengan memastikan sistem kesehatan dunia tidak akan kewalahan oleh penyebaran virus yang cepat. Menurut analisis Thomas R. Pickering dan Atman Trivedi dari Foreign Policy, hal itu berarti mendukung serta membangun program-program penelitian dan pengembangan untuk menyediakan pengujian skala luas yang lebih cepat, lebih akurat, pengobatan yang manjur, dan vaksin.

Departemen Luar Negeri AS harus melangkah maju untuk menyatukan komunitas internasional. Mereka harus meninjau kembali pemotongan bantuan asing, memberikan dukungan kepada para pengungsi dan populasi berisiko lainnya, lantas mempertimbangkan kembali dampak sanksi terhadap bantuan kemanusiaan. Dengan anggaran yang ketat, dana yang masih ada dapat dialihfungsikan untuk mengatasi tantangan pandemi yang paling mendesak.

Selain itu, para pemimpin di Washington juga harus berinvestasi lebih banyak di luar negeri justru karena tindakan itu akan memajukan kesehatan dan kesejahteraan ekonomi rakyat Amerika serta dapat mencegah kebutuhan untuk intervensi AS yang jauh lebih mahal di masa depan. Menurut salah satu perkiraan baru-baru ini, rekor stimulus US$2,2 triliun yang dikeluarkan pada Maret 2020 hanya mengucurkan 0,05 persen untuk bantuan asing.

Di bawah kepemimpinan AS, G20 dapat membantu negara-negara di dunia dalam memahami strategi nasional apa yang berfungsi serta menggarisbawahi sektor swasta dan upaya akademis untuk menguji lebih banyak orang terhadap infeksi virus corona baru serta menemukan terapi dan vaksin yang dibutuhkan. Tidak ada negara lain yang memiliki sumber daya, pengalaman internasional, atau keinginan untuk memimpin. Kelompok G20 dapat memupuk lebih banyak kolaborasi ilmiah internasional di antara negara-negara berpikiran serupa, membantu mengoordinasikan pembatasan perjalanan dan perbatasan, serta berbagi pengalaman nasional tentang cara mengurangi penguncian wilayah setelah melandaikan kurva.

Perbandingan Angka Kematian Akibat Corona dengan Tragedi Besar Lain

Presiden Amerika Serikat Donald Trump berbicara dalam sambutan melepas rumah sakit kapal angkatan laut USNS Comfort dari negara bagian Virginia dan bertolak menuju dermaga Pier 90 di Pulau Manhattan di negara bagian New York. (Foto: Getty Images)

Sejauh ini, sebagian besar diabaikan oleh para anggotanya yang paling kuat, PBB harus menyatakan pandemi COVID-19 sebagai ancaman bagi perdamaian dan keamanan dunia, seperti yang terjadi selama tanggapan Ebola pada 2014. PBB sebaiknya dapat mengukuhkan upaya Prancis di Dewan Keamanan PBB baru-baru ini untuk mempromosikan gencatan senjata dan pembangunan perdamaian di negara-negara yang dilanda perang seperti Suriah dan Yaman.

Sekadar kata-kata saja tidak akan menjinakkan wabah atau mengakhiri kekerasan internasional, tetapi dapat menginspirasi aksi global. Seperti yang ditunjukkan dalam 100 hari pertama infeksi virus corona baru (belum lagi memburuknya krisis global dari perubahan iklim hingga ancaman nuklir Iran ketika Amerika Serikat lebih mementingkan urusan dalam negeri beralih ke dalam), respons terkoordinasi tidak akan mungkin terjadi tanpa kepemimpinan AS. Ketika krisis Kesehatan telah mereda, Amerika Serikat harus mengatur pertemuan para pemimpin global untuk memahami hikmah dari wabah dan menyiapkan strategi bersama untuk masa depan.

Pandemi COVID-19 juga menimbulkan banyak kerugian ekonomi. Sementara para menteri keuangan dan gubernur bank sentral di setiap negeri bekerja keras untuk mengoordinasikan stimulus dan memberikan pinjaman kepada ekonomi yang sedang kesulitan, Departemen Luar Negeri AS harus mendorong negara-negara untuk mengurangi hambatan perdagangan pada makanan dan pasokan medis. Ketika pasokan domestik yang penting diamankan, Amerika dapat memberikan contoh positif dan memimpin dukungan antarlembaga untuk distribusi peralatan pengujian corona, ventilator, dan pasokan medis ke kawasan paling miskin dan paling parah di dunia.

Pembatasan ekspor hanya akan mengundang pembalasan satu sama lain terhadap impor-impor penting, yang membahayakan lebih banyak nyawa rakyat Amerika. Tindakan semacam itu akan menghasilkan kekurangan pasokan kebutuhan nasional, mempromosikan penimbunan, dan melambungkan harga secara tidak proporsional yang membahayakan negara berkembang.

Satu hal yang pasti: memanfaatkan pandemi untuk melipatgandakan persaingan antara kekuatan-kekuatan besar atau memberikan tekanan maksimum pada aktor jahat tidak akan mengatasi krisis kesehatan publik global. Tidak ada manfaatnya ketika apa yang terjadi di Ouagadougou di Burkina Faso, misalnya, dapat berdampak pada Washington. Kepemimpinan AS di luar negeri bukan pengganti untuk respons domestik yang dikelola dengan baik, tetapi merupakan pelengkap penting untuk tindakan efektif di dalam negeri dan dapat melindungi dari gelombang wabah virus berikutnya.

Dalam berbagai krisis dunia di masa lalu, Amerika Serikat biasanya dapat pulih kembali setelah tersandung sesaat. Itulah yang terjadi di Perang Dunia I dan II. Setelah memusatkan perhatian ke dalam negeri, Amerika Serikat dapat kembali memimpin komunitas bangsa-bangsa menuju kemenangan. Sejarah tersebut akan terulang kembali dalam perang global melawan COVID-19. Thomas R. Pickering dan Atman Trivedi dari Foreign Policy menyimpulkan, sudah waktunya mengatur ulang kebijakan diplomatik utama Amerika selama wabah.

 

Penerjemah: Fadhila Eka Ratnasari

Editor: Purnama Ayu Rizky

Keterangan foto utama: Ilustrasi cita-cita America First. (Foto: The Globe Post)

Persetan America First, Pandemi COVID-19 Tak Kenal Batas Negara

BERLANGGANAN

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top