Amerika

Pilpres AS 2020: Kelompok Sayap Kanan Siap Gugat Jika Trump Kalah

Berita Internasional > Pilpres AS 2020: Kelompok Sayap Kanan Siap Gugat Jika Trump Kalah

Kelompok sayap kanan Amerika Serikat di balik undang-undang penggunaan kekerasan untuk membela diri mulai bekerja pada Februari 2020 untuk menantang kemungkinan kekalahan Presiden AS Donald Trump dalam Pilpres AS 2020.

Sebuah organisasi sayap kanan yang kuat dan didanai banyak perusahaan, mencakup para anggota legislatif dan pelobi negara bagian sudah melakukan mobilisasi sejak awal tahun ini untuk melawan kemungkinan kekalahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump dalam Pilpres AS 2020, menurut rekaman video seorang pejabat yang membahas rencana tersebut, The Huffington Post melaporkan.

“Tentu saja kita semua ingin Presiden Trump menang,” tutur Lisa Nelson, ketua American Legislative Exchange Council (ALEC) yang kontroversial dan telah bertanggung jawab dalam memberlakukan undang-undang penggunaan kekerasan untuk membela diri bertajuk “stand your ground” yang terkadang mematikan di beberapa negara bagian Amerika.

“Hal yang benar-benar penting dalam pemilu adalah negara bagian dan para anggota legislatif negara bagian,” tegas Nelson dalam sambutannya pada Februari 2020. Pidato itu direkam dalam video yang diperoleh oleh Documented, kelompok pengawas yang melacak pengaruh berbagai perusahaan terhadap kebijakan publik di Amerika Serikat.

Nelson dan tiga pengacara Partai Republik sudah menyusun surat saat itu untuk “mempertanyakan keabsahan” kekalahan Trump dalam Pilpres AS 2020. Surat itu dapat diserahkan anggota legislatif negara bagian di ALEC ke para pejabat setempat untuk menantang hasil pemungutan suara.

“Mereka dapat menulis surat kepada menteri luar negeri untuk mempertanyakan validitas pemilihan dan mengatakan apa yang terjadi malam itu,” tutur Nelson selama sesi strategi pemilihan Council for National Policy yang berhaluan konservatif. “Jadi kami sedang menyusun banyak hal itu, mereka dapat mulai melatih otot politik mereka di bidang itu.”

Trump belum mulai mengajukan pertanyaan tentang keabsahan pemilu sampai berbulan-bulan kemudian, jauh sebelum terjadi pemungutan suara pendahuluan dalam rangkaian Pilpres AS 2020.

Kelompok sayap kanan ALEC mendapat kecaman karena merongrong kepentingan publik dalam koalisi antara para anggota legislatif negara bagian dengan kepentingan korporat dan sayap kanan di organisasi nirlaba yang kuat. Status bebas pajak organisasi itu seharusnya membatasinya untuk kegiatan non-partisan belaka.

Rencana ALEC untuk menantang hasil pemungutan suara dengan tujuan untuk membatalkan pemilihan jika Trump kalah dipandang konsisten dengan upaya kelompok itu untuk merusak demokrasi yang dikuasai oleh mayoritas, menurut penjelasan pakar ALEC dan asisten profesor Universitas Columbia Alexander Hertel-Fernandez kepada The Huffington Post. ALEC kini sedang “mencari cara untuk mengendalikan minoritas”.

Pejabat ALEC Bill Meierling mengatakan kepada The Huffington Post dalam sebuah pernyataan bahwa dengan “rencana pemungutan suara yang baru dan berkembang pesat, tidak mengherankan jika legislatif negara bagian akan meminta ‘serangkaian tindakan’ dan informasi untuk memastikan keamanan pemilu dan akses pemungutan suara”, yang disediakan Nelson.

Meierling menambahkan: “Negara bagian dan legislatif negara bagian memiliki kewajiban untuk memastikan bangsa kita memiliki pemilihan yang bebas dan adil.” Dia tidak menjelaskan mengapa ALEC secara otomatis bersiap sejak Februari 2020 untuk menantang kekalahan Trump atau mengapa kekalahan Trump tidak akan dianggap sebagai hasil pemilihan yang bebas dan adil.

ALEC paling dikenal sebagai “pabrik RUU” karena telah menulis undang-undang ramah perusahaan yang diserahkan kepada para politisi anggotanya untuk diperkenalkan di dewan legislatif negara bagian mereka. ALEC mengklaim bahwa hampir seperempat anggota legislatif negara bagian dan “pemangku kepentingan” kebijakan publik lainnya adalah anggota kelompok itu.

ALEC adalah sumber dari undang-undang “stand your ground” di beberapa negara bagian. UU itu secara hukum melindungi orang-orang yang menggunakan kekerasan, termasuk kekerasan yang mematikan, ketika menghadapi ancaman kejahatan serius.

Undang-undang tersebut memengaruhi keputusan juri untuk membebaskan George Zimmerman, warga kulit putih yang main hakim sendiri yang secara fatal menembak remaja kulit hitam yang tidak bersenjata Trayvon Martin di Florida pada 2012, setelah menghadapi sang bocah yang dianggapnya tampak “mencurigakan”. Remaja berusia 17 tahun tersebut sat aitu sedang berjalan kembali ke rumah kerabatnya dari toko serba ada.

Beberapa perusahaan besar anggota ALEC menarik diri setelah keterkaitan ALEC dengan undang-undang tersebut diungkap oleh Center for Media and Democracy, selain karena sejumlah alasan lain. Google mencabut keanggotaannya pada 2014 setelah pimpinan eksekutif Eric Schmidt menuduh organisasi tersebut “benar-benar berbohong” tentang realitas perubahan iklim.

Presiden Amerika Serikat Donald Trump berbicara selama Konvensi Partai Republik AS 2020. (Foto: Star Tribune)

ALEC merahasiakan keanggotaannya, tetapi catatan yang diperoleh dari 2017 oleh Documented menyebutkan Koch Industries, Honeywell, Exxon Mobil, UPS, Chevron, dan Southwest Airlines terdaftar sebagai anggota atau sponsor acara, di antara beberapa perusahaan pendukung lainnya.

Menurut Hertel-Fernandez, anggaran ALEC yang sebagian besar disediakan oleh anggota korporat dan individu kaya yang mengusung ideologi konservatif biasanya sekitar US$10 juta setahun.

ALEC melayani kepentingan perusahaan dan kalangan sayap kanan lainnya, mulai dari melawan peraturan lingkungan, memotong perlindungan konsumen, hingga melonggarkan pembatasan senjata. ALEC juga mengadopsi kebijakan yang bertujuan untuk mencabut Amandemen ke-17 yang mengatur pemilihan langsung senator Amerika Serikat.

ALEC juga tercatat aktif dalam masalah pemungutan suara dan pemilihan, termasuk penyusunan ulang distrik pemilu dan administrasi pemilihan dengan tujuan “meningkatkan pengaruh politik konservatif dalam jangka panjang”, ujar Hertel-Fernandez kepada The Huffington Post. “Mereka adalah pendukung awal undang-undang identitas pemilih dan pembatasan pendaftaran pemilih yang dianggap merugikan daerah pemilihan yang cenderung berhaluan sayap kiri.”

Kelompok itu juga mengejar pengaturan hak berserikat untuk “melemahkan sayap kiri politik dan Partai Demokrat dengan menyingkirkan salah satu penyandang dana dan penggerak akar rumput terkuatnya”, selain juga para pengacara pengadilan. Pengacara adalah “pendukung penting lainnya bagi Partai Demokrat dan gerakan sayap kiri di banyak negara bagian”, menurut penjelasan Hertel-Fernandez.

Sementara itu, Trump bersedia untuk mengalihkan penyusunan sebagian besar strategi dan pengembangan kebijakan kepada kelompok-kelompok seperti ALEC untuk memperkuat kekuatan sayap kanan, pungkas Hertel-Fernandez.

Penerjemah dan editor: Fadhila Eka Ratnasari

Keterangan foto utama: Presiden Amerika Serikat Donald Trump berbicara selama kampanye Pilpres AS 2020 untuk pertama kalinya dalam beberapa bulan usai pandemi COVID-19 merebak, di arena Bank of Oklahoma Center di Tulsa, negara bagian Oklahoma, Sabtu, 20 Juni 2020. (Foto: Reuters/Leah Millis)

Pilpres AS 2020: Kelompok Sayap Kanan Siap Gugat Jika Trump Kalah

BERLANGGANAN

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top