Dana AS untuk WHO
Global

Potongan Dana AS untuk WHO Jadi Berkah bagi China, Mengapa?

Para peserta pawai berbaris melewati Lapangan Tiananmen bersama kendaraan hias yang menunjukkan foto Presiden China Xi Jinping selama parade yang menandai peringatan ke-70 berdirinya Republik Rakyat China pada Hari Nasional di Beijing, China, Selasa, 1 Oktober 2019. (Foto: Reuters/Thomas Peter)
Berita Internasional > Potongan Dana AS untuk WHO Jadi Berkah bagi China, Mengapa?

Keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk memangkas kontribusi AS untuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah dipandang sebagai kritik yang tidak tepat sasaran. Tak hanya mengurangi kemampuan lembaga organisasi internasional itu untuk memerangi pandemi COVID-19, potongan dana AS untuk WHO itu juga memberikan manfaat tersendiri bagi ambisi China di kancah global.

Ketika ia pada Selasa (7/4) lalu menuduh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bersikap lunak terhadap China atas pandemi COVID-19 dan menangguhkan pembayaran Amerika Serikat kepada badan tersebut, Presiden AS Donald Trump mengajukan pertanyaan strategis abad ini di atas meja.

Apa cara terbaik untuk memenangkan persaingan global dengan China: Konfrontasi Amerika atau kerja sama multinasional? Perselisihan atas WHO menunjukkan mengapa jawaban yang benar adalah masalah hidup dan mati bagi ratusan juta orang.

Baca juga: Reaksi Pemimpin Dunia atas Penarikan Dana WHO Trump

Menurut Trump dan para sekutunya, WHO telah mengacaukan respons pandemi global dengan memuji penanganan krisis China, menirukan penolakannya terhadap ancaman wabah, dan menentang pembatasan perjalanan dari dan menuju negara tersebut.

“WHO bersedia mengambil jaminan China secara langsung,” kecam Trump pada Selasa (7/4), ketika ia mengumumkan penangguhan bantuan AS untuk WHO. “Ketergantungan pada pengungkapan China kemungkinan menyebabkan peningkatan 20 kali lipat dalam kasus di seluruh dunia.”

Bahkan beberapa kritikus Trump setuju, WHO terlalu menghormati China pada awal krisis. Namun, menurut para kritikus tersebut, memangkas dana bagi WHO pada akhirnya akan merugikan diri sendiri.

Persetan America First, Pandemi COVID-19 Tak Kenal Batas Negara

Ilustrasi cita-cita America First. (Foto: The Globe Post)

Sejak Perang Dunia II, AS dan negara-negara demokrasi liberal telah berjuang untuk mendefinisikan misi dan standar badan internasional seperti WHO. Memotong dana untuk lembaga tersebut di tengah krisis global, menurut para kritikus, hanya menjamin lebih banyak dukungan bagi China pada saat negara itu berusaha memperluas pengaruhnya terhadap badan-badan internasional.

“Jika kita menyerahkan arena permainan, jelas China akan mengisi ruang itu,” tegas Duta Besar Joseph DeTrani, mantan Direktur CIA untuk Operasi Asia Timur.

Bukan hanya WHO yang bernasib serupa. Menurut analisis Kimberly Dozier dari TIME, serangan terhadap lembaga tersebut juga sejalan dengan pola pemerintahan Trump yang mengancam akan menghapus pendanaan AS untuk beberapa organisasi internasional dan menarik keanggotaan dari sejumlah lembaga lain, seperti Dewan Hak Asasi Manusia PBB.

Langkah itu juga berperan dalam strategi China yang lebih luas untuk mengubah PBB “menjadi wahana untuk menegakkan kebijakan luar negerinya sendiri”, tutur Kristine Lee, rekan peneliti di Asia-Pacific Security Program di Center for New American Security. Partai Komunis China memandang pandemi COVID-19 sebagai “kesempatan untuk bersinar di panggung global” seiring negara itu telah “mengalami katalisasi ambisi yang diperbarui”.

Ambisi semacam itu relatif baru. Deng Xiaoping, penerus dari pendiri revolusioner China Mao Zedong, mengadopsi strategi isolasionis. Selama bertahun-tahun, China di bawah Deng telah menghindari keterlibatan internasional. Namun, Presiden China saat ini Xi Jinping telah mengusahakan perluasan pengaruh di badan-badan internasional.

China telah mengarahkan para pejabat partai ke posisi teratas di setidaknya empat dari 15 lembaga khusus PBB, sementara Amerika Serikat hanya memimpin satu lembaga. Upaya China untuk mempengaruhi WHO (organisasi kesehatan internasional PBB) adalah contoh yang baik dari strategi itu, menurut para ahli di kedua sisi perdebatan.

Kontribusi China untuk WHO telah tumbuh sebesar 52 persen sejak 2014 menjadi sekitar US$86 juta selama siklus pendanaan dua tahun lembaga itu, menurut Council on Foreign Relations. Angka itu masih merupakan jumlah yang sederhana jika dibandingkan dengan US$839 juta yang diberikan Amerika Serikat selama periode yang sama. Namun, hal itu mendukung gagasan pengaruh China yang kian meningkat, dibandingkan dengan pengaruh AS yang statis atau bahkan menurun.

China telah memberikan pengaruh politik tidak langsung pada saat yang sama. China adalah pendukung kuat pencalonan Direktur Jenderal WHO saat ini Tedros Adhanom Ghebreyesus, mantan pejabat senior pemerintah Ethiopia. China juga telah mengundang Dr. Tedros untuk berbicara di China sebelum pemilihannya pada 2017 untuk posisi tersebut.

Baca juga: Trump Batal Cabut Pembekuan Dana Amerika untuk WHO

Hingga kini masih belum jelas seberapa besar manfaat langkah tersebut bagi China di dalam WHO. Namun, tanggapan badan tersebut terhadap peran China dalam pandemi COVID-19 telah menuai kritik dari banyak pihak.

Ketika krisis dimulai awal 2020, WHO memuji transparansi China dalam memerangi pandemi. Dr. Tedros menolak untuk mengkritik langkah awal China untuk membungkam dan bahkan memenjarakan para profesional medis yang berani menyebutkan penyebaran penyakit tersebut.

WHO juga mendukung pengabaian China sejak awal atas ketakutan bahwa wabah virus itu sangat menular. WHO menulis di Twitter pada 14 Januari, tidak ada bukti penyebaran “manusia ke manusia”, istilah epidemiologis yang berarti mudah menular dari satu orang ke orang lain.

Ketika Trump memberlakukan pembatasan perjalanan dari AS ke China, Dr. Tedros memperingatkan pembatasan seperti itu dapat meningkatkan “ketakutan dan stigma, serta hanya menghasilkan sedikit manfaat kesehatan masyarakat”.

WHO telah gagal untuk mengamankan sampel DNA sebenarnya dari virus corona baru, yang dapat membantu menentukan di mana wabah dimulai, mungkin di “pasar basah hewan hidup yang kontroversial di China, dan seberapa banyak virus itu telah berkembang.”

Lebih dari dua juta orang telah terinfeksi oleh COVID 19 dan 136.908 telah terbunuh oleh infeksi virus tersebut hingga Rabu (15/4) malam, menurut Universitas Johns Hopkins.

“Seandainya WHO melakukan tugasnya untuk membawa para ahli medis ke China untuk menilai secara objektif situasi di lapangan dan menyoroti kurangnya transparansi China, wabah itu bisa saja terbendung di sumbernya,” tutur Trump dikutip TIME. “Hal itu akan menyelamatkan ribuan nyawa dan menghindari kerusakan ekonomi di seluruh dunia.”

Dalam pembelaannya, Direktur Eksekutif WHO Dr. Michael Ryan mengatakan kepada awak media dari Jenewa, organisasi tersebut telah memperingatkan dunia akan wabah “virus pernapasan yang benar-benar baru pada awal Januari”, tetapi butuh waktu untuk memastikan dengan pasti seberapa menularnya penyakit itu.

Maria Van Kerkhove yang mengepalai tim teknis COVID-19 WHO menambahkan, lembaga tersebut telah memperingatkan pada 11 Januari, virus itu menyebar melalui “percikan cairan pernapasan” (droplet) dan kontak fisik.

Dalam sambutannya dengan dua rekannya, Dr. Tedros mengaku menyesali keputusan Trump. Lembaganya sekarang “menilai” bagaimana beragam program seperti memerangi polio hingga memerangi kasus baru demam berdarah Ebola di Afrika Tengah akan dipengaruhi oleh pemotongan dana tersebut.

Dia menyambut baik penyelidikan oleh negara-negara anggota termasuk Amerika Serikat setelah pandemi terkendali. “Tidak diragukan lagi, area untuk perbaikan akan diidentifikasi. Akan ada pelajaran bagi kita semua.”

Sejak Januari 2020, pemerintahan Trump sendiri telah bimbang antara menyerang China karena penanganan atas pandemi COVID-19 atau mencoba mengambil manfaat dari kekuatan ekonomi China yang terus berkembang.

Amerika Serikat menandatangani fase pertama dari kesepakatan perdagangan besar-besaran dengan China pada 15 Januari, hanya sehari setelah WHO mendukung pernyataan China bahwa virus itu tidak menyebar dari manusia ke manusia.

Pada 7 Februari, Trump memberikan pujian pada Presiden Xi, mengatakan kepada wartawan ia telah menangani pandemi dengan sangat baik.

Trump juga menulis di Twitter: “Disiplin besar sedang terjadi di China ketika Presiden Xi dengan kuat memimpin apa yang akan menjadi operasi yang sangat sukses. Kami bekerja sama dengan China untuk membantu!”

Trump saat ini mengatakan, pendanaan AS untuk WHO akan dihentikan sementara respons pandemiknya ditinjau. Tidak jelas berapa banyak bantuan yang langsung terpengaruh karena banyak dari uang itu sudah ditentukan oleh Kongres AS. Amerika adalah pemberi dana terbesar WHO, saat ini menyumbang hampir 15 persen dari anggaran, menurut data WHO.

Ketika Trump membatasi bantuan AS, negara-negara lain telah melangkah untuk menjawab seruan PBB untuk memberikan lebih dari dua miliar dolar demi memerangi wabah virus. Para sekutu AS termasuk Inggris telah menjanjikan lebih dari US$80 juta kepada WHO, sementara Kanada menjanjikan US$50 juta.

Langkah Trump telah membuka pintu bagi China. Duta Besar China untuk PBB di Jenewa menjanjikan US$20 juta tambahan untuk memerangi pandemi COVID-19 pada awal Maret 2020, yang kembali dipuji-puji Dr. Tedros di Twitter. China juga telah mengirimkan bantuan medis ke Eropa, Timur Tengah, dan bahkan Amerika Serikat. China memosisikan dirinya sebagai pemimpin global dalam memerangi wabah.

Andrew Weber, mantan wakil koordinator Departemen Luar Negeri AS untuk respons Ebola, menyebut langkah Trump merupakan reaksi yang berlebihan. “WHO adalah CDC bagi dunia,” tegas Weber. “Dengan segala cara, gunakan pengaruh kita untuk mendorong reformasi, tetapi jangan potong dana mereka di tengah pandemi.”

Michael McCaul, anggota terkemuka Komite Urusan Luar Negeri DPR AS, menegaskan China adalah pengaruh jahat. Menurutnya, harus ada semacam investigasi bipartisan terhadap apa yang ia sebut sebagai “upaya penutupan kesalahan terburuk dalam sejarah” oleh China.

WHO, “melalui ketidakmampuan atau keterlibatan”, telah bertanggung jawab untuk perkembangan wabah menjadi pandemi global, menurut anggota Kongres AS dari Partai Republik itu kepada TIME.

Namun, McCaul meramalkan, berbagai penyelidikan Kongres AS yang akan datang kemungkinan akan beralih pada Partai Republik yang menempatkan semua kesalahan pada China, sementara Partai Demokrat menyerang apa yang mereka lihat sebagai respons yang sangat lambat dari pemerintahan Trump terhadap pandemi.

“Saya khawatir jika itu menjadi pengawasan partisan, hal itu kehilangan kredibilitas karena akan lebih fokus pada respons dan lebih ditargetkan pada pemerintahan Trump, daripada persekongkolan Partai Komunis China dengan WHO yang telah menyulut penyebaran wabah ini,” tandas McCaul.

Para kritikus Trump seperti anggota Kongres AS dari Partai Demokrat Adam Schiff setuju, China dan WHO telah mengatasi pandemi. Namun, Schiff menyebut pemotongan terhadap pendanaan WHO sebagai “tindakan yang mengganggu” di tengah “kegagalan spektakuler” Trump dalam menanggapi krisis.

Schiff adalah salah satu dari segelintir anggota parlemen senior yang mengusulkan komisi bipartisan untuk menyelidiki China, WHO, dan penanganan pandemi oleh pemerintahan Trump.

Schiff memperingatkan, serangan terhadap lembaga internasional tersebut dapat menjadi bumerang. “Ketika Amerika Serikat mengasingkan organisasi-organisasi internasional, mengancam pendanaan mereka, mengkritik pekerjaan mereka, Anda membiarkan China mulai menginvestasikan lebih banyak sumber dayanya.” Investasi itu menarik negara-negara sekutu AS, imbuh Schiff kepada TIME. “Beberapa dari para sekutu bertaruh pada China sebagai kekuatan yang meningkat. Mereka melihat Amerika di bawah Trump sebagai kekuatan yang menurun.”

Terdapat sejumlah bukti untuk mendukung gagasan bahwa pendekatan “America First” Trump telah membantu ambisi China. Ketika Amerika Serikat menarik keanggotaan dari badan hak asasi manusia PBB, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengutip “bias kronis terhadap Israel”. Menurutnya, Amerika tidak akan terlibat ketika organisasi itu “merusak kepentingan nasional dan sekutu kami”.

Namun, tanpa adanya tantangan lewat kehadiran AS di sana, China dapat melobi tanpa perlawanan untuk menambahkan rezim diktator Venezuela ke dewan, terlepas dari kampanye kekerasan yang meluas terhadap rakyatnya sendiri. Sementara itu, China telah mampu memblokir kritik terhadap penindasan di dalam negeri terhadap etnis minoritas Uighur di Provinsi Xinjiang.

Apa pun dampak jangka panjang dari langkah Trump, ia mungkin melihat keuntungan jangka pendek. Ahli strategi Partai Republik Alice Stewart mengatakan kepada TIME, gerakan anti-WHO akan didukung kuat oleh basis pendukung Trump.

“Presiden hanya berusaha memastikan, jika Amerika adalah pendukung yang sangat besar dari organisasi-organisasi internasional ini, mereka harus bersedia mendapatkan dukungan kita. Kita bukan mesin pencetak uang untuk WHO, dan Presiden Trump telah menegaskan hal itu.”

Sementara narasi Partai Demokrat akan didasarkan pada garis waktu terperinci dari kutipan dan tindakan Trump serta penjelasan tentang sarana kompleks kekuatan nasional seperti Undang-Undang Defense Production Act, narasi Partai Republik akan jauh lebih sederhana: China berbohong sehingga orang-orang mati.

Seorang sosok kepercayaan Trump yang telah bekerja pada kampanye Pilpres AS 2016 menyebut tindakan melawan badan internasional itu sebagai “kemenangan”, karena WHO “dipandang bersekutu” dengan Partai Komunis China.

China “dicitrakan untuk menjadi Meksiko baru” bagi para pemilih Trump pada Pilpres AS 2020, katanya, berbicara secara anonim untuk membahas strategi kampanye pemilihan ulang Trump. “Berkat pandemi COVID-19, China kini telah dikambinghitamkan demi keuntungan kita.”

Para kritikus Trump melihat logika politik dari tindakan membelokkan kritik atas tanggapan pandemi COVID-19 oleh Gedung Putih terhadap organisasi global WHO yang tidak bercela. Namun, dalam jangka panjang, menurut mereka, hal itu berisiko memajukan kepentingan politik, ekonomi, dan sosial China di seluruh dunia yang akan mengorbankan kepentingan Amerika Serikat.

 

Penerjemah: Fadhila Eka Ratnasari

Editor: Aziza Larasati

Keterangan foto utama: Para peserta pawai berbaris melewati Lapangan Tiananmen bersama kendaraan hias yang menunjukkan foto Presiden China Xi Jinping selama parade yang menandai peringatan ke-70 berdirinya Republik Rakyat China pada Hari Nasional di Beijing, China, Selasa, 1 Oktober 2019. (Foto: Reuters/Thomas Peter)

Potongan Dana AS untuk WHO Jadi Berkah bagi China, Mengapa?

BERLANGGANAN

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top