Klaim Kemenangan Prabowo
Berita Politik Indonesia Hari Ini

Prabowo Jadi Menteri Pertahanan Indonesia, Haruskah China Khawatir?

Kandidat presiden Prabowo Subianto, seorang pensiunan jenderal, menghadiri upacara peringatan hari jadi Kopassus ke-67 di Jakarta. (Foto: Reuters)
Berita Internasional > Prabowo Jadi Menteri Pertahanan Indonesia, Haruskah China Khawatir?

Setelah Prabowo Subianto ditunjuk sebagai Menteri Pertahanan Indonesia yang baru, haruskah China merasa khawatir? Jenderal purnawirawan Prabowo Subianto diduga kuat berperan dalam kerusuhan Mei 1998 yang menargetkan orang Indonesia keturunan Tionghoa. Sikapnya yang ambigu terhadap China mungkin akan berlanjut, tetapi dapatkah Prabowo meruntuhkan hubungan keamanan Indonesia-China yang semakin besar begitu saja?

Oleh: Evan Laksmana (South China Morning Post)

Presiden Indonesia Joko “Jokowi” Widodo menimbulkan keterkejutan dan kejengkelan ketika ia memilih lawan politiknya, pimpinan Partai Gerindra jenderal purnawirawan Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan di Kabinet Indonesia Maju.

Masa lalu militer Prabowo sangat penuh noda. Dia adalah salah satu jenderal yang paling kuat di Indonesia di bawah rezim otoriter Orde Baru Suharto, mantan ayah mertuanya. Beberapa bulan setelah kejatuhan Suharto bulan Mei 1998, sebuah dewan disipliner yang dibentuk oleh kepemimpinan militer secara efektif memberhentikan Prabowo karena diduga terlibat dalam penculikan para aktivis pro-demokrasi.

Baca Juga: Indonesia Ingin Percepat Kesepakatan Perdagangan dengan UE dan AS

Setelah pengasingan singkat, Prabowo kemudian mendirikan Partai Gerindra tahun 2008 dan sejak saat itu terus mengejar kursi kepresidenan. Tingginya jabatan Prabowo di puncak Kementerian Pertahanan—jabatan publik pertamanya sebagai warga sipil—akan menimbulkan konsekuensi besar bagi hubungan sipil-militer dan pembuatan kebijakan pertahanan di Indonesia.

Dikutip dari South China Morning Post, Selasa (29/10), Prabowo kemungkinan akan mempertahankan kepemimpinannya di Gerindra, partai terbesar ketiga di Dewan Perwakilan Rakyat dan kemungkinan akan mengajukan kandidat presiden pada Pilpres 2024. Prabowo juga dikelilingi oleh para jenderal purnawirawan yang berpengaruh. Mengingat ikatannya yang luas dengan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) Angkatan Darat yang dipimpinnya tahun 1995, Prabowo telah menjadi Menteri Pertahanan paling kuat dalam lebih dari dua dekade.

Meski jabatan Menteri Pertahanan sendiri tidak memiliki komando operasional dan kontrol atas militer, namun Kementerian Pertahanan mengontrol anggarannya dan merumuskan kebijakan strategis secara luas.

Dengan demikian, muncul kekhawatiran bahwa Prabowo akan mengubah kebijakan luar negeri Indonesia, terutama hubungannya dengan China.

Untuk satu hal, banyak pihak yang curiga bahwa Prabowo membantu memicu kerusuhan Mei 1998 yang menargetkan etnis keturunan Tionghoa. Prabowo juga telah menggaet para pemimpin agama dan politik yang menyalahkan krisis ekonomi Indonesia tahun 1996 pada kelompok etnis minoritas tersebut.

Retorika populisnya sebagai pimpinan Gerindra selama dekade terakhir telah dipenuhi dengan hiper-nasionalisme dan pidato kampanyenya yang menyinggung “antek asing” yang merusak ekonomi Indonesia. Prabowo juga menyerukan peninjauan kembali kebijakan perdagangan Indonesia dengan China dan telah mengkritik investasi besar dari China.

Namun, Prabowo terkadang juga tampak berdamai dengan China. Tahun 2018, ia menganggap hubungan Indonesia dengan China sebagai “sangat penting”. Selama salah satu sesi debat Pilpres 2019, ia mengatakan bahwa Indonesia bisa belajar dari China tentang cara mengurangi kemiskinan.

Dari Lawan Jadi Rekan: Bagaimana Prabowo Dirangkul ke Kabinet Baru Jokowi

Presiden Indonesia Joko “Jokowi” Widodo menerima ucapan selamat dari Ketua Partai Gerindra sekaligus mantan capres oposisi Prabowo Subianto upacara pelantikan di kompleks gedung DPR/MPR di Jakarta, Minggu, 20 Oktober 2019. (Foto: Reuters/Achmad Ibrahim)

Baca Juga: Prabowo Jadi Menhan, Bagaimana Masa Depan Hak Asasi Manusia di Indonesia?

Sebagai Menteri Pertahanan, ambiguitas sikap Prabowo seperti itu akan terus berlanjut. Di satu sisi, Prabowo menyadari bahwa kedatangan China sebagai kekuatan militer, perilaku hegemoniknya di kawasan itu, dan ketegangan perdagangan saat ini antara China dan Amerika Serikat, mengharuskan militer Indonesia untuk mempercepat transformasi organisasi dan modernisasi teknologinya. Faktanya, salah satu pidato kampanyenya mencatat betapa lemahnya militer Indonesia saat ini.

Di sisi lain, Prabowo juga akan mewarisi hubungan keamanan Indonesia yang sedang tumbuh pesat dengan China, bersama dengan kekuatan-kekuatan lain seperti Australia, Jepang, dan Amerika Serikat. Sebagai pimpinan diplomat pertahanan negara, Prabowo tidak dapat dengan mudah mengubah hubungan ini secara drastis.

Tetapi jika Amerika Serikat menjatuhkan sanksi atas pembelian senjata Rusia oleh Indonesia, atau jika Prabowo bahkan tidak dapat memasuki AS karena rekam jejak hak asasi manusianya, ia mungkin akan beralih ke China dan negara-negara lain di dunia. Mengingat proses transformasi pertahanan Indonesia yang lamban, diversifikasi keterlibatan strategis mungkin menjadi garis pertahanan pertama yang diperlukan.

Prabowo tidak mungkin memiliki kendali bebas dalam membentuk kebijakan China di Indonesia. Jokowi tidak akan ragu untuk terus berinvestasi secara pribadi dalam hubungan baiknya dengan Presiden China Xi Jinping dan juga akan terus mempercayakan partisipasi Indonesia dalam Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI) China kepada Luhut Pandjaitan, yang baru-baru ini ditunjuk sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.

Lebih penting lagi, Retno Marsudi, yang kembali diangkat sebagai Menteri Luar Negeri, harus mengambil posisi kepemimpinan diplomatik dalam kebijakan terkait China di Indonesia. Meskipun terkadang terjadi gejolak dengan China dalam beberapa tahun terakhir—terutama di Laut China Selatan dan upaya penjangkauan China di perairan Indonesia—namun beberapa pihak telah memuji Retno Marsudi atas upayanya menstabilkan hubungan bilateral Indonesia-China. Setelah awal yang bergejolak, dia kini tampaknya telah mendapatkan kepercayaan Jokowi dalam mengelola kebijakan luar negeri Indonesia.

Jokowi juga memasang “penyeimbang” lainnya di kabinet untuk membatasi Prabowo jika perlu. Tokoh itu termasuk Mohammad Mahfud MD sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan yang memimpin jajaran keamanan yang lebih luas, termasuk Kementerian Pertahanan. Mahfud, profesor hukum konstitusi, adalah Menteri Pertahanan pada awal tahun 2000-an, dan kemudian menjabat sebagai hakim agung di Mahkamah Konstitusi.

Sementara itu Luhut Pandjaitan, jenderal purnawirawan di Komando Pasukan Khusus, merupakan senior Prabowo di militer. Demikian juga menteri baru Jokowi untuk urusan agama, jenderal purnawirawan Fachrul Razi, yang merupakan mantan Wakil Panglima TNI dan Wakil Ketua Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang menandatangani surat rekomendasi pemecatan Prabowo dari militer.

Pelantikan Prabowo tidak mungkin dapat sepenuhnya merombak kebijakan terkait China di Indonesia. Ikatan ekonomi yang lebih kuat akan terus mendukung hubungan bilateral dengan penyeimbangan diplomatik dan kemitraan keamanan.

Menteri Pertahanan yang baru mungkin akan mengambil sikap publik yang lebih kuat tentang tantangan terhadap hak-hak kedaulatan Indonesia, termasuk di Laut Natuna Utara. Tetapi pihak-pihak lain di lingkaran pembuat kebijakan di Indonesia yang berurusan dengan isu China dapat memberikan pengaruh yang menstabilkan.

Pada akhirnya, Prabowo mungkin harus belajar bekerja sama dengan orang lain untuk melaksanakan target Jokowi—sesuatu hal yang belum biasa dilakukannya.

Evan Laksmana adalah peneliti senior di Centre for Strategic and International Studies (CSIS) di Jakarta, Indonesia.

Keterangan foto utama: Kandidat presiden Prabowo Subianto, seorang pensiunan jenderal, menghadiri upacara peringatan hari jadi Kopassus ke-67 di Jakarta. (Foto: Reuters)

Prabowo Jadi Menteri Pertahanan Indonesia, Haruskah China Khawatir?

BERLANGGANAN

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top