[Berita Foto] Protes India Tolak UU Kewarganegaraan Anti-Muslim Kontroversial
Asia

Protes India dan Kegagalan Media Jalankan Fungsi Demokrasi

Berita Internasional > Protes India dan Kegagalan Media Jalankan Fungsi Demokrasi

India mendapat peringkat sangat buruk untuk kebebasan pers karena banyak media berhenti melakukan tugasnya. Menurut Siddharth Varadarajan, apa yang membuat fase saat ini begitu berbahaya adalah tingkat intoleransi pemerintah Modi dan keengganan pengadilan untuk membela kebebasan berbicara dan kebebasan pers.

Protes di India terhadap Citizenship Amendment Act (CAA), yang memberikan jalur cepat menuju kewarganegaraan bagi imigran agama minoritas, telah menggarisbawahi mampatnya proses demokrasi tetapi juga kegagalan media untuk berperan menghadirkan liputan yang proporsional.

Kepada Al Jazeera, Siddharth Varadarajan, salah satu editor pendiri situs web berita India mengatakan, “Saya bekerja sebagai jurnalis di India. Saya senang dan bangga menjadi bagian dari apa yang saya anggap sebagai bentuk kebebasan pers di negeri ini. The Wire, situs web yang saya dirikan empat tahun silam memperlihatkan keadaan yang kritis dan cukup parah pada pemerintah, politik, dan bisnis besar. Pun, ada orang lain seperti kita.”

Tentu saja, imbuh dia, para politisi, menteri, serta pengusaha besar tidak menyukai apa yang para awak media lakukan, karena menelanjangi borok mereka. Namun, kenyataan yang terjadi saat ini menunjukkan padanya, demokrasi di mana pemerintah mengapresiasi keberadaan media dan kemungkinan media tidak melakukan tugasnya adalah niscaya.

Baca Juga: Hubungan Amerika-India Melampaui Trump dan Modi

Jadi mengapa India yang merupakan negara dengan kebebasan pers dan peradilan independen, melakukan hal buruk pada indeks global yang mengukur kebebasan media? Pada 2019, negara itu merosot dua peringkat ke 140 dari 180 dalam indeks Kebebasan Pers Dunia yang disusun oleh Reporters Without Borders. Sebuah ironi, mengingat ada undang-undang yang menjamin kebebasan pers, dan platform media melakukan pekerjaan mereka dengan giat. Lantas, mengapa peringkat India menurun?

Apa yang terjadi selama beberapa tahun terakhir adalah bukti, sebagian besar media telah beralih ke sisi gelap.

Tanpa disensor secara formal atau dipaksa dengan cara lain untuk mematuhi diktat resmi, media ini hanya berhenti melakukan pekerjaan mereka. Mereka berhenti mengajukan pertanyaan sulit tentang pemerintah dan kebijakannya. Mereka kagum dengan Perdana Menteri Narendra Modi dan menteri seniornya, lalu enggan mengkritik mereka.

Sayangnya, banyak orang telah menjadi corong propaganda resmi. Beberapa di antaranya bahkan tidak berpikir dua kali untuk mempromosikan polarisasi agama, bahkan abai dengan agenda politik Partai Bharatiya Janata (BJP) yang berkuasa.

Ada juga bagian utama dari media yang enggan terlihat goyang terutama karena pemiliknya memiliki kepentingan bisnis yang dapat terancam. Sudah umum bagi pemerintah di tingkat pusat dan negara bagian untuk menggunakan iklan resmi sebagai alat penebar pengaruh pada media. Namun, ada juga sisi yang lebih gelap, yaitu dengan sebagian besar lembaga investigasi berfungsi sesuai dengan keinginan dan panggilan politisi yang berkuasa, pemilik takut menjadi sasaran balas dendam jika wartawan mereka dianggap mengambil pendirian.

Bagi kita yang masih mau melakukan pekerjaan, tentu saja ada tekanan finansial tidak langsung, tetapi juga taktik hukum yang bertujuan membungkam cakupan kritis. Undang-undang pencemaran nama baik disalahgunakan untuk melibatkan editor dan wartawan dalam kasus-kasus sembrono yang dapat membuat kita bertahun-tahun hilang arah.

Pada suatu waktu misalnya, The Wire menghadapi 14 gugatan pencemaran nama baik yang diajukan oleh politisi partai yang berkuasa dan anggota keluarga mereka, pengusaha, bahkan seorang anak Tuhan-guru terkenal-yang dikenal dekat dengan kemapanan. Total kerusakan yang saat ini sedang dicari dalam kasus palsu ini terhadap mereka mencapai lebih dari satu miliar dolar.

Dalam beberapa bulan terakhir, pemerintah telah mencari cara baru untuk menguasai media digital negara itu. Ini telah mengumumkan pembatasan baru pada investasi asing di media digital, termasuk persetujuan berdasarkan kasus per kasus, dan juga mengusulkan untuk memperkenalkan proses registrasi wajib bagi situs berita dan situs web terkini.

Taktik baru adalah pengenaan larangan penggunaan internet dan media sosial yang tidak hanya memengaruhi kebebasan media tetapi juga kebebasan berbicara dan komunikasi warga biasa. Saat ini, di Jammu dan Kashmir, larangan “sementara” di media sosial telah berlangsung lebih dari 200 hari.

Baca Juga: Muslim India dan Ancaman Deportasi yang Menghantui

Koneksi Internet broadband tetap dilarang dan izin akses internet data terbatas setelah jeda dua bulan, tetapi hanya untuk akses kecepatan rendah ke situs “daftar putih”.

Serangan terbaru terhadap kebebasan berbicara adalah keputusan pemerintah untuk menuntut warga Kashmir yang mengakses internet melalui VPN di bawah Undang-Undang Aktivitas yang Melanggar Hukum (Pencegahan) yang kejam. Mengingat semakin meningkatnya antarmuka antara media sosial dan media berita, tindakan keras ini hanya dapat memiliki efek dingin lebih lanjut pada kebebasan pers.

Sementara media di India selalu harus berhadapan dengan politisi yang tidak ramah di masa lalu, dengan pengecualian darurat 1975-1977, setidaknya mereka mengandalkan dukungan para hakim negara jika keadaan menjadi sulit. Menurut Siddharth Varadarajan, apa yang membuat fase saat ini begitu berbahaya adalah tingkat intoleransi pemerintah Modi dan keengganan pengadilan untuk membela kebebasan berbicara dan kebebasan pers.

Kebebasan pers yang kita miliki di India seharusnya tidak lagi diterima begitu saja. Hanya jika kita menggunakan kebebasan dengan berani, kita bisa mencegah serangan di masa depan, tulisnya.

 

Penerjemah: Desi Widiastuti

Editor: Purnama Ayu Rizky

Keterangan foto utama: Seorang bocah lelaki mengangkat spanduk protes menentang pengesahan Undang-Undang Amandemen Kewarganegaraan (CAB) selama unjuk rasa di Mumbai, India, Jumat, 13 Desember 2019. (Foto: Reuters/Francis Mascarenhas)

Protes India dan Kegagalan Media Jalankan Fungsi Demokrasi

BERLANGGANAN

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top