Rencana Pembunuhan Soekarno oleh Amerika Terungkap dalam Dokumen CIA
Presiden AS John F. Kennedy bersama Presiden Ahmed Sukarno dari Indonesia. (Foto: White House Photographs/Abbie Rowe/John F. Kennedy Presidential Library and Museum)
Berita Internasional > Rencana Pembunuhan Soekarno oleh Amerika Terungkap dalam Dokumen CIA
Dokumen CIA yang memaparkan pembunuhan John F. Kennedy mengungkapkan lebih banyak plot pembunuhan para pemimpin dunia yang tidak “pro-Amerika” selama periode Perang Dingin. Salah satu pemimpin yang ingin dilenyapkan Amerika, menurut dokumen tersebut, adalah Presiden Soekarno, proklamator Indonesia. CIA membenarkan adanya rencana itu, namun membantah telah menyebabkan sakit yang berujung kepada meninggalnya Sukarno, seperti yang selama ini dipercaya.
Oleh: Jewel Topsfield, Karuni Rompies (The Sydney Morning Herald)
Presiden AS John F. Kennedy bersama Presiden Ahmed Sukarno dari Indonesia. (Foto: White House Photographs/Abbie Rowe/John F. Kennedy Presidential Library and Museum)
Salah satu putri Sukarno, presiden pertama Indonesia, telah meminta Amerika Serikat untuk meminta maaf setelah merilis sebuah dokumen rahasia dari tahun 1975, yang mengungkapkan bahwa Badan Intelijen Pusat Amerika Serikat (CIA) mempertimbangkan untuk membunuh Sukarno selama Perang Dingin.
Dokumen tersebut—sebuah ringkasan investigasi atas keterlibatan CIA dalam rencana untuk membunuh beberapa pemimpin asing—termasuk di antara 3.700 file rahasia sebelumnya yang terkait dengan pembunuhan Presiden John F. Kennedy yang dirilis minggu lalu.
Perincian mengenai CIA yang mencoba membunuh pemimpin Kuba Fidel Castro dan mengatakan bahwa CIA juga mempertimbangkan untuk membunuh pemimpin Kongo Patrice Lumumba, juga Presiden Indonesia Sukarno.
“Amerika seharusnya tidak hanya meminta maaf kepada Indonesia, Amerika harus meminta maaf kepada semua negara yang mereka targetkan, jika mereka mau mengakuinya,” kata putri Soekarno Sukmawati Sukarnoputri kepada Fairfax Media. “Mereka tidak mau mengakuinya, terutama CIA.”
Dokumen yang baru dideklasifikasikan itu mengungkapkan tingkat campur tangan Amerika dalam urusan negara lain selama Perang Dingin.
Dikatakan Richard Bissell, yang saat ini menjabat sebagai Wakil Direktur Utama CIA, memberi kesaksian bahwa telah ada diskusi di dalam CIA tentang “kemungkinan upaya untuk melenyapkan nyawa Presiden Sukarno di Indonesia.”
Plot tersebut baru dijalankan setengahnya, yakni “sejauh identifikasi aset yang bisa direkrut untuk tujuan pelenyapan tersebut.”
Ho Chi Minh, presiden Vietnam Utara, mengobrol dengan Presiden Indonesia Sukarno di Indonesia pada tahun 1959. (Foto: AP)
Bissell bersaksi bahwa rencana pembunuhan tersebut “tidak pernah disempurnakan sampai pada titik yang diperlukan hingga disebut layak (disebut sebagai plot pemnbunuhan).”
Dia menekankan bahwa CIA sama sekali tidak ada hubungannya dengan kematian Sukarno pada tahun 1970, ketika kesehatannya memburuk setelah ditahan di bawah tahanan rumah.
Sukmawati mengklaim bahwa CIA telah bertanggung jawab atas kerusuhan, pemberontakan dan kudeta di Asia, Afrika dan Amerika Latin karena AS menentang Gerakan Non-Blok negara-negara dunia, di mana Sukarno adalah salah satu inisiatornya.
Para inisiator Gerakan Non-Blok percaya bahwa negara-negara berkembang seharusnya tidak membantu blok Barat atau Timur dalam Perang Dingin.
“Sukarno diperingatkan oleh teman-temannya sebelum (peluncuran Gerakan Non-Blok): ‘Hati-hati, Amerika akan melancarkan kudeta terhadap pemimpin negara manapun yang tidak berpihak pada mereka,’” kata Sukmawati.
Dia mengatakan bahwa kebijakan luar negeri ayahnya tidak “pro-AS” karena dia menentang keterlibatan Amerika dalam Perang Vietnam.
Profesor Melbourne Associate dari Universitas Melbourne Kate McGregor mengatakan bahwa AS pada saat itu prihatin tentang kebijakan Sukarno yang semakin radikal termasuk kampanyenya melawan Malaysia, beralih ke China, dan mendukung Partai Komunis Indonesia (PKI).
Dia mengatakan bahwa presiden tersebut telah meningkatkan visibilitas dan pengaruhnya sebagai ikon anti-imperialis di Asia dan Afrika yang tidak takut untuk menantang imperialisme ekonomi dan budaya yang sedang berlangsung.
Pada saat itu, Barat percaya ada ancaman nyata bahwa Indonesia akan jatuh ke tangan komunis.
Profesor sejarah Asia di Universitas Nasional Australia, Robert Cribb, mengatakan bahwa dokumen tersebut melampaui apa yang telah diketahui, dan membenarkan hal-hal yang selama ini telah dicurigai para sejarawan.
“Apa yang kita lihat adalah sedikit bukti bahwa CIA telah merencanakan pembunuhan,” kata Profesor Cribb. “Tampaknya tidak ada bukti plot yang pasti, tapi ada diskusi serius tentang pembunuhan.”
Dokumen JFK adalah kumpulan dokumen baru yang baru dideklasifikasi, yang menyoroti periode Perang Dingin di Indonesia.
Awal bulan ini Arsip Keamanan Nasional di AS menerbitkan dokumen yang baru saja dideklasifikasi dari Kedutaan Besar AS di Jakarta dari tahun 1964 sampai 1968 yang mengungkapkan pengetahuan dan dukungan pemerintah AS atas sebuah kampanye pembunuhan massal terhadap PKI.
Satu dokumen mengutip dari sumber yang disebut “jurnalis Australia yang andal,” yang diketahui sebagai Frank Palmos.
Ini menunjukkan bahwa pejabat AS sangat menyadari bahwa para pendukung dan anggota PKI yang ditangkap ditangkap atau dibunuh dalam kampanye penindasan yang dipimpin tentara dan pembunuhan massal tidak memiliki peran—atau bahkan pengetahuan—tentang sebuah kudeta yang gagal di mana enam jenderal besar Indonesia dibunuh.
Dokumen lain mengutip pengamatan ahli antropologi James Fox—sekarang seorang profesor di Universitas Nasional Australia—yang tinggal di pulau Rote di Nusa Tenggara Timur pada saat itu, dan melaporkan eksekusi “antara 40 dan 50 komunis Rote lokal ditambah 30 komunis lainnya” dari pulau tetangga Sawu.
Profesor Cribb mengatakan perilisan dokumen rahasia selalu menarik.
“Tahun depan saya akan mengajar kuliah yang disebut Lies, Conspiracy and Propaganda dan ini akan menjadi bahan yang sangat bagus untuk kursus itu,” katanya.