Laut China Selatan
Asia

Siasat Tiga Perang Beijing Kuasai Laut China Selatan

Kapal-kapal dari empat negara berlayar bersama di perairan Laut China Selatan saat mereka berpartisipasi dalam Latihan Lapangan Keamanan Maritim Asean. (Foto: EPA)
Berita Internasional > Siasat Tiga Perang Beijing Kuasai Laut China Selatan
Advertisements

Pendekatan tiga perang China konon tidak masuk akal. Diperlukan upaya gabungan dari negara-negara yang terkena dampak, untuk menentang undang-undang maritim baru yang diberlakukan oleh China.

Pada 2003, China mengadopsi strategi Tiga Perang untuk merebut Laut China Selatan, demi tujuan ekonomi dan militer tanpa memicu perang. Partai Komunis China, Komite Sentral, dan Komisi Militer Pusat menyetujui strategi tersebut. Menurut analisis Antonio T. Carpio di The Straits Times, tindakan China di Laut China Selatan harus dilihat dari sudut pandang strategi Tiga Perang.

Perang pertama adalah kampanye propaganda, yang menyatakan kepada dunia bahwa Laut China Selatan adalah milik China sejak zaman dahulu.

Dalam Dokumen Posisi yang diserahkan ke Pengadilan Arbitrase di Den Haag, Belanda, China menyatakan: “Aktivitas China di Laut China Selatan sudah ada sejak lebih dari dua ribu tahun yang lalu. China adalah negara pertama yang menemukan, menamai, mengeksplorasi, dan mengeksploitasi sumber daya alam berbagai kepulauan di Laut China Selatan dan yang pertama terus menjalankan kekuasaan berdaulat atas mereka.”

Hal itu tentu saja merupakan sejarah palsu. Pengadilan memutuskan, “Pengadilan tidak melihat bukti bahwa, sebelum Konvensi, China pernah menetapkan hak bersejarah atas penggunaan eksklusif sumber daya hayati dan non-hayati di perairan Laut China Selatan, apa pun penggunaan yang mungkin dilakukannya terhadap Kepulauan Spratly sendiri.” Perang Pertama China pun kini mati sia-sia.

Kapal perang dan jet tempur dari Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) China ikut serta dalam latihan militer di Laut China Selatan pada 12 April 2018. (Foto: Reuters)

Perang kedua adalah intimidasi terang-terangan terhadap negara-negara pesisir lainnya di Laut China Selatan. Dari 2013-2015, China membangun tiga pangkalan udara dan laut besar di Kepulauan Spratly yang memproyeksikan kekuatan militer yang luar biasa serta mengintimidasi negara-negara penuntut klaim lainnya untuk menerima sembilan garis putus-putus China sebagai batas nasional China di Laut China Selatan.

Namun, Pengadilan memutuskan bahwa klaim sembilan garis putus China tidak dapat berfungsi sebagai dasar untuk mengklaim zona maritim. Dengan demikian di Laut China Selatan terdapat laut lepas yang menjadi milik seluruh umat manusia dan terdapat zona ekonomi eksklusif yang secara eksklusif dimiliki oleh negara-negara pesisir di dekatnya.

Akibatnya, berbagai kekuatan angkatan laut dunia dapat berlayar, terbang, serta melakukan latihan angkatan laut di laut lepas dan zona ekonomi eksklusif Laut China Selatan. Operasi kebebasan navigasi dan penerbangan di atas lautan oleh Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Australia, Jepang, India, dan Kanada telah mencegah China untuk memberlakukan garis sembilan putus-putus sebagai batas nasionalnya di Laut China Selatan. Negara lain, seperti Jerman dan Belanda, juga telah menyatakan niat untuk menegaskan kebebasan navigasi di Laut China Selatan.

Perang ketiga adalah argumen hukum China bahwa hak kedaulatannya atas Laut China Selatan mendahului Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982, yang diklaim China tidak dapat mengurangi hak berdaulat yang telah dipegang sebelum 1982. Itu adalah bagian dari upaya terus-menerus China untuk memperkenalkan “karakteristik China” ke dalam hukum internasional.

Karakteristik tersebut secara alami dirancang untuk melayani kepentingan nasional China saja. Namun, Pengadilan memutuskan, semua negara yang meratifikasi UNCLOS telah setuju bahwa semua hak historis atas sumber daya maritim di luar apa yang diizinkan oleh UNCLOS akan musnah ketika UNCLOS mulai berlaku.

Pengadilan pun memutuskan: “Pengadilan menyimpulkan bahwa klaim China atas hak historis atas sumber daya hidup dan non-hayati dalam ‘sembilan garis putus’ tidak sesuai dengan Konvensi xxx. Hak bersejarah yang mungkin dimiliki China atas sumber daya hayati dan non-hayati dalam ‘sembilan garis putus-putus’ pun digantikan, sebagai masalah hukum dan antara Filipina dan China, dengan batas-batas zona maritim yang diatur oleh Konvensi.” Dengan demikian, strategi perang legal China ini juga hancur berantakan.

Baru-baru ini, China memberlakukan undang-undang baru yang mengizinkan penjaga pantai untuk menembaki kapal asing yang beroperasi di luar zona maritim China yang diakui UNCLOS, tetapi dalam batas sembilan garis putus-putusnya yang terkenal kejam.

Artinya, menurut analisis Antonio T. Carpio di The Straits Times, kapal penjaga pantai China dapat menembaki kapal Vietnam, Malaysia, Filipina, dan Indonesia yang melakukan penangkapan ikan atau survei di dalam zona ekonomi eksklusif negara mereka sendiri, yang termasuk dalam wilayah sembilan garis putus-putus China.

Antonio T. Carpio menyimpulkan di The Straits Times, itu merupakan pelanggaran berat terhadap Piagam PBB, yang secara tegas melarang penggunaan atau ancaman kekerasan untuk menyelesaikan sengketa teritorial atau maritim antar-negara. Seluruh dunia harus menentang upaya terbaru China untuk membentuk kembali hukum internasional demi melayani kepentingan nasional China semata.

Menerima janji China bahwa mereka akan “menahan diri” dalam menerapkan undang-undang barunya adalah jaminan yang bodoh, karena undang-undang baru China tidak hanya melanggar Piagam PBB, tetapi juga dapat digunakan oleh China kapan saja untuk melawan negara pesisir mana pun di wilayah bergejolak tersebut.

 

Penerjemah: Fadhila Eka Ratnasari

Editor: Aziza Larasati

Keterangan foto utama: Kapal-kapal dari empat negara berlayar bersama di perairan Laut China Selatan saat mereka berpartisipasi dalam Latihan Lapangan Keamanan Maritim Asean. (Foto: EPA)

Siasat Tiga Perang Beijing Kuasai Laut China Selatan

BERLANGGANAN

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top