Linimasa Hubungan Donald Trump dan Palestina yang Kian Memburuk
Opini

Sudahkah Trump Bertindak Tepat dalam Rencana Perdamaian Timur Tengah?

Trump telah selama beberapa tahun terakhir berjanji akan memperkuat hubungan dengan sekutu tradisional AS, Israel. (Foto: Reuters/Kobi Gideon)
Berita Internasional > Sudahkah Trump Bertindak Tepat dalam Rencana Perdamaian Timur Tengah?

Setelah Pemilu Israel pada September 2019 berakhir dan menjelang Pemilihan Presiden Amerika Serikat 2020, ini adalah waktu yang tepat untuk mewujudkan perjanjian damai Israel-Palestina yang ditengahi pemerintahan Presiden AS Donald Trump. Namun sudahkah Trump bertindak tepat dalam rencana perdamaian Timur Tengah, dan akankah perjanjian itu terwujud?

Oleh: Gérard Araud (Project Syndicate)

Dengan menarik pasukan Amerika Serikat (AS) dari Suriah utara, Trump sekali lagi mengisyaratkan bahwa pemerintahannya hanya mengakui dua kepentingan nasional di Timur Tengah: pembatasan Iran dan keamanan Israel.

Mengenai pembatasan Iran, Amerika baru-baru ini telah mengirimkan lebih banyak pasukan ke Arab Saudi―musuh regional utama Iran. Mengenai keamanan Israel, Trump telah berulang kali mengatakan bahwa ia akan menyajikan rencana perdamaian antara Israel dan Palestina. Inisiatif semacam itu bisa menjadi faktor penentu dalam kampanye Pilpres AS 2020, sehingga Trump harus segera memutuskan apakah akan memenuhi komitmen itu begitu pemerintah baru Israel dilantik setelah pemilihan parlemen Israel pada September 2019.

Baca Juga: Mengakhiri Perang Dagang, Solusi Perlambatan Ekonomi Amerika

Trump telah menugaskan menantunya, Jared Kushner, untuk mengembangkan rencana perdamaian tersebut secara terperinci. Meski rencana itu menyimpang dari upaya diplomatik AS sebelumnya―yang selalu bertujuan untuk memimpin Israel dan Palestina untuk menegosiasikan perjanjian damai di antara mereka sendiri di bawah naungan Amerika―namun pendekatan baru ini bukan berarti ide yang buruk, seiring kedua belah pihak tampaknya tidak mampu bergerak maju sendiri.

Otoritas Palestina―yang kalah pada pemilu di Gaza tahun 2006, dikuasai oleh para pemimpin yang terus menua, dan dirusak oleh korupsi―telah kehilangan legitimasi sehingga mereka perlu membuat konsesi.

Sementara itu, Israel telah semakin merangkul konservatisme sehingga tidak ada pemerintah yang bisa mengusulkan kepada Parlemen Knesset sebuah rencana perdamaian yang dapat diterima oleh kedua belah pihak.

dana bantuan as untuk palestina

Para pengunjuk rasa meneriakkan slogan dan melambai-lambaikan bendera Palestina selama demonstrasi menentang keputusan presiden Amerika Serikat untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, di dekat kedutaan Amerika di Amman, ibukota Yordania. (Foto: Ahmad Abdo/AFP)

Baca Juga: Amerika Tarik 1.000 Pasukan dari Suriah dan Siap Jatuhi Turki Sanksi

Seorang penengah, secara teori, dapat mengatasi hambatan-hambatan tersebut. Selain itu, hubungan dekat Kushner dengan Israel mungkin secara paradoks bisa menjadi aset lebih lanjut.

Sejarah menunjukkan bahwa para pemenang konfrontasi geopolitik hampir tidak pernah secara sukarela menyerahkan buah dari kemenangan mereka. Israel―negara adikuasa regional dengan ekonomi pasca-industri, senjata nuklir, dan aliansi yang tak tergoyahkan dengan Amerika Serikat―jelas memiliki sarana untuk memaksakan kehendaknya pada musuhnya yang lemah, Palestina.

Tidak ada penyelesaian damai Israel-Palestina yang gagal mencerminkan ketidakseimbangan kekuatan ini. Selain itu, tidak ada pihak eksternal, negara-negara besar Eropa, atau bahkan pemerintah Arab, yang akan mempengaruhi keseimbangan itu: negara-negara Eropa terpecah dalam masalah ini, sementara negara-negara Teluk Arab telah menjadi sekutu de facto Israel melawan Iran.

Oleh karena itu, Israel memegang kunci untuk menyelesaikan konflik. Tapi itu berarti membujuk masyarakat Israel untuk menerima pendirian negara asing yang mungkin merupakan musuh dengan jarak hanya 15 kilometer dari ibu kotanya.

Pertimbangan ini membantu menjelaskan berbagai pertolongan pemerintahan Trump baru-baru ini kepada Israel, termasuk pemindahan kedutaan AS di negara itu dari Tel Aviv ke Yerusalem, dan pengakuan AS atas aneksasi Israel terhadap Dataran Tinggi Golan. Tujuan Kushner adalah untuk menunjukkan kepada Israel bahwa mereka dapat mempercayai Trump ketika dia mengajukan proposal perdamaian. Mengingat bahwa Trump sekarang lebih populer di Israel daripada Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu, pendekatan AS jelas telah berhasil.

Rencana Kushner sekarang telah siap. Panjangnya 50 halaman, katanya beberapa bulan lalu. Meskipun konten rencana itu masih dirahasiakan, namun rencana perdamaian itu tampaknya menguntungkan Israel. Oleh karena itu, proposal AS mungkin cenderung menawarkan Palestina otonomi besar daripada status negara penuh, dan mempertahankan sebagian besar pemukiman Israel di Tepi Barat.

Apakah dengan demikian rencana Kushner pasti gagal? Itu bisa dibilang taruhan teraman, mengingat ketidakmampuan banyak Presiden Amerika Serikat sebelumnya untuk menghadirkan perdamaian ke kawasan tersebut selama 20 tahun terakhir.

Tapi kita tidak bisa mengesampingkan kemungkinan apa pun. Bulan Juni 2019, pemerintahan Trump mengajukan proposal terpisah untuk bantuan ekonomi besar-besaran ke Tepi Barat dan Gaza, termasuk sekitar US$50 miliar investasi selama sepuluh tahun. Paket seperti itu mungkin menarik bagi orang-orang yang secara ekonomi membutuhkan. Selain itu, proposal itu tidak ada gunanya di Tepi Barat: keberlanjutan ekspansi permukiman Israel akan segera membuat kompromi teritorial yang diperlukan untuk mendirikan negara Palestina yang layak menjadi mustahil.

Oleh karena itu, orang-orang Palestina menghadapi pilihan antara kompromi yang tidak memuaskan dan kemunduran yang terus-menerus (dan segera tidak dapat diubah) dari situasi mereka. Mungkin mereka akan menyimpulkan bahwa menerima kesepakatan itu akan menjadi langkah pertama yang baik. Setidaknya, itulah perhitungan Kushner, yang berulang kali mengatakan bahwa rencananya akan “lebih baik bagi orang-orang Palestina daripada yang mereka pikirkan.”

Pada saat yang sama, kedua belah pihak akan merasa lega karena tidak harus menjawab tekanan AS. Palestina khawatir jika tatanan kuasi-Israel diberlakukan terhadap mereka. Israel mengetahui bahwa Trump―yang memiliki pandangan diplomasi transaksional murni―mengharapkan Israel untuk membalas kebaikannya dengan membuat konsesi menuju kesepakatan damai.

Lagipula, status quo berpihak pada Israel, yang dapat mempertahankan Tepi Barat tanpa harus memutuskan apakah akan membuat orang Palestina menjadi warga negara atau warga asing Palestina di tanah mereka sendiri. Selain itu, Israel dapat menyimpulkan bahwa superioritas militer regionalnya yang luar biasa memastikan keamanannya setidaknya seperti halnya perjanjian damai apa pun, atau bahkan lebih baik.

Semuanya sekarang tergantung pada Trump, yang secara terbuka berjanji untuk mengirimkan rencana perdamaian menantunya kepada kedua belah pihak. Tetapi apa pun yang diputuskan oleh Trump, dan siapa pun yang memenangkan Pilpres AS 2020, ada satu hal yang jelas: Israel dan Palestina tidak dapat mencapai kesepakatan perdamaian sendiri, seperti yang diakui oleh para pendukung AS yang paling bersemangat sekalipun. Segala upaya selanjutnya untuk menengahi konflik harus didasarkan pada pengakuan atas kenyataan itu.

Seperti banyak Presiden Amerika Serikat sebelumnya, Donald Trump mungkin gagal mengamankan kesepakatan damai Israel-Palestina. Tetapi dengan mengusulkan suatu perjanjian alih-alih hanya mencoba menengahi perjanjian di antara kedua belah pihak, Trump masih dapat membangun sebuah model untuk diteladani oleh para penerusnya.

Gérard Araud adalah mantan Duta Besar Prancis untuk Amerika Serikat.

Pandangan yang diungkapkan dalam artikel ini adalah milik penulis dan tidak mencerminkan kebijakan editorial Mata Mata Politik.

Keterangan foto utama: Trump telah selama beberapa tahun terakhir berjanji akan memperkuat hubungan dengan sekutu tradisional AS, Israel. (Foto: Reuters/Kobi Gideon)

Sudahkah Trump Bertindak Tepat dalam Rencana Perdamaian Timur Tengah?

BERLANGGANAN

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top