Amerika

Sulit Cari Kerja, Nasib Sial Loyalis Trump

Berita Internasional > Sulit Cari Kerja, Nasib Sial Loyalis Trump
Advertisements

Mantan presiden itu telah menghilang dari pandangan publik, sementara mantan timnya menghadapi pasar kerja yang tak kenal ampun.

Empat hari dalam kehidupan pasca-kepresidenannya, Donald Trump telah mengisolasi dirinya dari dunia luar.

Tak terlihat oleh publik dan sangat tenang ketika bagian-bagian penting dari warisan kebijakannya dibongkar oleh pemerintahan baru, Trump yang dulu ada di mana-mana telah merencanakan masa depan politiknya. Namun, tanpa pengeras suara media sosial untuk menyuarakan rencananya, hanya sedikit yang tahu apa yang diharapkan selanjutnya, termasuk para mantan pembantunya sendiri.

Baca juga: COVID-19 AS Mereda, Akankah Kelegaan Bertahan?

“Kami akan melakukan sesuatu, tapi belum saatnya,” ujar Trump kepada seorang reporter di kompleks Mar-a-Lago pada Jumat (22/1).

Sejauh ini, mantan presiden itu telah melontarkan pembuatan gerakan partai ketiga yang akan memungkinkannya untuk mendukung kandidat yang bersahabat dengan MAGA (Make America Great Again) di paruh semester 2022 dan seterusnya. Dia juga tertarik untuk menjadi “pemimpin bangsa dalam hal pemungutan suara dan integritas suara,” menurut penasihat seniornya Jason Miller dalam podcast Kamis lalu, dikutip Politico.

Tetapi seiring Trump dengan hati-hati memetakan langkah selanjutnya, dia semakin melakukannya sendiri. Dua orang kepercayaannya yang paling terpercaya, Johnny McEntee dan Hope Hicks, menolak untuk bergabung dengannya di Florida, setelah menghabiskan bertahun-tahun di sisinya di jalur kampanye dan di Sayap Barat.

“Dia melakukannya dengan cukup baik ketika dia berada di sektor swasta, jadi saya pikir dia hanya akan melakukan keahliannya,” ujar mantan pejabat Trump tentang McEntee, kepada Politico.

Banyak pembantu Trump lainnya yang telah meninggalkan sisinya, sangat ingin memulai lagi jauh dari mantan bos mereka. Para pembantu Gedung Putih dan pejabat pemerintah yang pernah menikmati tempat bertengger di Sayap Barat, telah terbang jauh untuk berlibur, menggunakan segunung waktu liburan yang tidak terpakai.

Hal yang lain dengan panik meminta bantuan mantan kolega untuk mencari pekerjaan, karena mereka memprioritaskan karier mereka sendiri daripada bab apa pun yang direncanakan Trump untuk dirinya sendiri.

“Ada banyak resume yang dikirimkan, dan orang-orang hanya ingin membantu untuk melanjutkan hidup,” ujar seorang mantan pejabat Gedung Putih Trump.

Itu tidak mudah. Tercemar oleh reputasi Trump, beberapa pembantu Trump menggambarkan pasar kerja yang semakin suram, di mana hampir tidak ada peluang untuk mendapatkan pekerjaan di perusahaan Amerika, dan beberapa bahkan telah melihat kesempatan yang menjanjikan menghilang setelah kerusuhan di Capitol AS.

Mantan pejabat Gedung Putih kedua mengatakan, mereka tahu tentang “orang yang mendapatkan pekerjaan dibatalkan karena insiden 6 Januari”. Seorang ahli strategi Republik lebih blak-blakan.

“Mereka benar-benar kacau,” ujar ahli strategi itu kepada Politico, menunjuk pada beberapa pejabat tinggi yang bertahan dengan Trump sampai akhir yang pahit.

“Penyerbuan Capitol Hill, salah satu dari sedikit tempat di mana mereka akan disambut, sudah terjadi sekitar sebulan yang lalu. Mereka diberi tahu berulang kali untuk melepaskan tangan mereka dari ‘api panas’, dan mereka tidak mau mendengarkan.”

Bukan hanya staf tingkat bawah dan menengah yang terpukul. Dua orang yang akrab dengan pemikirannya mengatakan, mantan kepala staf Trump, Mark Meadows, yang menghabiskan tujuh tahun di Dewan Perwakilan Rakyat sebelum bergabung dengan Gedung Putih, bahkan mempertimbangkan posisi di Organisasi Trump karena kurangnya pilihan.

Menghadapi kesulitan pekerjaan ini, para staf telah mengedarkan direktori informal lowongan pekerjaan yang masuk akal di antara satu sama lain. Para pejabat Trump lainnya memutuskan untuk memulai bisnis mereka sendiri atau beralih kembali ke kantor Republik di Capitol Hill, atau mempekerjakan mantan rekan mereka.

Mantan direktur komunikasi strategis Gedung Putih Alyssa Farah, misalnya, baru-baru ini meminta bantuan mantan asisten Wakil Presiden Mike Pence untuk bergabung dalam operasi konsultasi barunya, menurut seseorang yang mengetahui langkah tersebut.

Ilustrasi massa pendukung Trump yang memprotes hasil Pilpres AS. (Foto: Dallas Morning News)

Baca juga: Seperti Semua Presiden, Joe Biden Akan Berbohong

Ini adalah kenyataan yang jauh berbeda dari yang dibayangkan Trump dan para pembantunya, catat Politico. Sebulan yang lalu, semuanya tampak sangat jelas: Dia telah kalah dalam pemilu 2020, tetapi akan segera meluncurkan kampanye besar untuk kepresidenan pada 2024, dan sekutu serta lingkaran dalamnya akan ada di sana untuk membantu.

Sekarang, tim mantan presiden itu kabur (bersedia meninggalkan Washington, dalam beberapa kasus ke negara bagian merah seperti Texas dan Florida, untuk meningkatkan prospek pekerjaan mereka), sementara upaya keduanya sendiri diselimuti oleh ketidakpastian.

Seorang mantan pejabat senior pemerintahan mencatat, banyak orang di dalam Gedung Putih menunggu sampai setelah pemilihan dari Electoral College dihitung, untuk memulai pencarian pekerjaan mereka dengan sungguh-sungguh, agar tidak mengganggu pesan tentang upaya Trump untuk menantang hasil pemilu. Tapi kemudian, kerusuhan di Capitol Hill mengubah rencana mereka.

“Mereka melihat putusan pada 6 Januari sebagai akhir dari keadaan limbo, sehingga mereka dapat mulai bergerak ke hal berikutnya,” ujar mantan pejabat itu. “Akan tetapi, tanggal 6 sangat mengejutkan.”

Sejak meninggalkan Washington pada pagi hari pelantikan Presiden Joe Biden, Trump tidak terlihat dari perhatian publik. Dia bermain golf dua kali di klubnya di West Palm Beach dan telah berkumpul bersama keluarga dan teman-temannya di Mar-a-Lago.

Di Florida, dia dikelilingi oleh sekelompok kecil asisten, termasuk Miller, dan staf yang dipekerjakan oleh Administrasi Layanan Umum sebagai dukungan untuk mantan presiden.

“Baginya untuk beralih dari staf yang terdiri dari ratusan menjadi sekelompok kecil, itu akan menjadi perubahan besar baginya,” tutur mantan pejabat senior itu, dikutip Politico.

Walau staf politiknya sebagian besar telah menghilang, Trump diam-diam telah mengumpulkan tim pembela untuk sidang pemakzulan Senat yang akan datang, yang akan dimulai 8 Februari. Sidang tersebut (diluncurkan setelah DPR memakzulkan Trump karena membantu menghasut pemberontakan di Capitol) dapat mengakibatkan dia dilarang mencalonkan diri untuk jabatan selanjutnya.

Trump telah menunjuk pengacara yang berbasis di Carolina Selatan, Butch Bowers, untuk bergabung dengan pembelaan pemakzulannya, dan berharap untuk lebih memperluas tim di minggu depan, menurut seseorang yang mengetahui rencana tersebut. Dia juga menghadapi ancaman potensi tuntutan perdata atau pidana terkait dengan praktik bisnis dan pajak Organisasi Trump.

Seiring Trump bersiap untuk pertempuran itu, beberapa pejabat Gedung Putih mencoba untuk menjauh dari drama dan kekacauan yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang mendefinisikan pemerintahan Trump.

Chad Mizelle, mantan pejabat penasihat umum Departemen Keamanan Dalam Negeri, pindah ke Florida, di mana istrinya adalah hakim, tulis Politico. Ditanya apakah dia sedang mencari pekerjaan, dia berkata dalam pesan teks, “Saya sedang minum margarita”.

 

Penerjemah: Aziza Larasati

Editor: Purnama Ayu Rizky

Keterangan foto utama: Salah satu massa pendukung Trump menduduki kursi di ruangan Nancy Pelosi. (Foto: Reuters)

 

Sulit Cari Kerja, Nasib Sial Loyalis Trump

BERLANGGANAN

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top