Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengumumkan penghentian perjanjian militer Perjanjian Pasukan Kunjungan (VFA) antara Filipina dan Amerika Serikat pada Selasa (11/2). Presiden AS Donald Trump menegaskan tidak merasa keberatan atas keputusan tersebut.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Rabu (12/2) mengabaikan keputusan Presiden Filipina Rodrigo Duterte untuk mengakhiri perjanjian militer yang sudah berlangsung beberapa dekade antara Filipina dengan AS. Menurut Trump, ia tidak terlalu keberatan atas keputusan Duterte dan bahwa hal itu akan menghemat uang Amerika.
Duterte mengumumkan dihentikannya Perjanjian Pasukan Kunjungan (VFA) yang telah berusia dua dekade pada Selasa (11/2). Langkah itu ditanggapi oleh Menteri Pertahanan Amerika Serikat Mark Esper sebagai tindakan yang “disayangkan”. Keputusan Duterte tersebut akan berlaku dalam 180 hari ke depan.
Ketika ditanya apakah ia akan mencoba membujuk Duterte untuk mempertimbangkan kembali, Trump mengatakan kepada wartawan di Gedung Putih, “Ya, saya tidak pernah merasa keberatan sebesar itu, jujur saja. Kami sangat membantu Filipina. Kami membantu mereka mengalahkan ISIS. Saya tidak keberatan jika mereka ingin melakukan itu, itu akan menghemat banyak uang. Pandangan saya berbeda dari pandangan pihak lain.”
Trump mengaku memiliki hubungan “sangat baik” dengan Duterte. Trump lantas menambahkan, “Kita lihat saja apa yang akan terjadi.”
Keputusan Duterte tersebut dipicu oleh pencabutan visa Amerika Serikat yang dimiliki oleh mantan kepala polisi, Senator Filipina Ronald Dela Rosa. Dela Rosa sebelumnya telah memimpin perang berdarah Duterte terhadap narkoba di Filipina. Keputusan Duterte itu dapat menyulitkan kepentingan militer AS di kawasan Asia-Pasifik ketika ambisi China kian meningkat.
Menurut catatan Al Jazeera, perjanjian VFA berperan penting bagi aliansi Amerika Serikat-Filipina secara keseluruhan dan menetapkan aturan untuk tentara AS yang beroperasi di Filipina. Perjanjian itu mendukung apa yang disebut Amerika sebagai hubungan kedua negara yang dipenuhi ketegangan, meskipun Duterte mengeluhkan persenjataan yang menua, kemunafikan, dan perlakuan buruk AS.
Mengakhiri VFA juga bisa melukai kepentingan masa depan Amerika dalam mempertahankan kehadiran pasukan AS di Asia-Pasifik, di tengah gesekan atas kehadiran personel AS di Jepang dan Korea Selatan dan kekhawatiran keamanan tentang China dan Korea Utara.
Duterte mengatakan, Amerika Serikat menggunakan pakta itu untuk melakukan kegiatan rahasia seperti memata-matai dan menimbun senjata nuklir. Menurut Duterte, tindakan semacam itu berisiko menjadikan Filipina sebagai target agresi China.
Beberapa senator Filipina berusaha untuk memblokir langkah Duterte segera setelah berita itu muncul. Alasan mereka, tanpa persetujuan Senat Filipina, Duterte tidak punya hak untuk secara sepihak membatalkan pakta internasional yang telah diratifikasi.
Beberapa anggota legislatif Filipina khawatir, tanpa VFA, dua pakta lain tidak akan relevan. Kedua perjanjian lainnya merupakan Perjanjian Kerja Sama Pertahanan yang Disempurnakan (EDCA) 2014 yang dibuat di bawah pemerintahan mantan Presiden AS Barack Obama dan Perjanjian Pertahanan Bersama 1951.
Dilansir dari Al Jazeera, para pendukung perjanjian itu berpendapat, VFA telah menghalangi militerisasi China di Laut China Selatan. Sementara itu, bantuan pertahanan AS senilai US$1,3 miliar dolar sejak 1998 sangatlah penting dalam meningkatkan kemampuan pasukan Filipina yang kekurangan sumber daya.
Namun demikian, kaum nasionalis Filipina menegaskan, Amerika Serikat tidak melakukan upaya apa pun untuk menghentikan China membangun pulau-pulau di Laut China Selatan yang dilengkapi dengan rudal. Menurut mereka, Perjanjian VFA telah dimanipulasi demi memenuhi kepentingan Amerika, termasuk pemberian kekebalan dari penuntutan bagi para prajurit AS.
Penerjemah: Fadhila Eka Ratnasari
Editor: Purnama Ayu
Keterangan foto utama: Seorang Marinir AS berlari dengan seorang tentara Filipina selama latihan penyerangan di sebuah pangkalan angkatan laut Filipina, pada tanggal 9 Oktober 2015. (Foto artikel pakta militer as-filipina: Reuters/Erik De Castro)
Trump Abaikan Keputusan Duterte untuk Akhiri Pakta Militer AS-Filipina